28 Okt 2014

Di bawah bayang bayang sang Analis

,
Baru-baru ini penulis cukup terkesima dengan salah satu berita di news website langganan sehari-hari. Sebetulnya beritanya cukup biasa, hanya membahas tentang analisa beberapa analis sekuritas kenapa indeks turun pada hari itu. Yang cukup lumayan membuat dahi berkerenyit ialah judulnya :

"Analis: Bukan kabinet impian, indeks menuju 5.015"

Disitu juga tertulis bahwa karena kabinet kerja Presiden Joko Widodo ternyata bukan kabinet The Dream Team maka terjadi sentimen negatif dalam negeri sehingga terjadi aksi jual / profit taking yang mengakibatkan indeks menjadi turun dalam.

Analis, kata yang memiliki arti sama dengan namanya, yaitu orang yang bekerja untuk memberi analisa / pemikiran terhadap aksi-reaksi atas sebuah situasi dengan melakukan riset terlebih dahulu.

Seringnya hal yang muncul ialah, analis terlalu terbiasa memberikan pernyataan tanpa riset yang lebih mendalam dan terutama pada pendetailan teknis. Bukannya analisa selalu di dasarkan teknis, riset data dan fakta? Jika mengutamakan subjektifitas tanpa riset data dan fakta, bagi penulis bukan analis namanya, tapi komentator atau bahasa kerennya: Pengamat.

Penulis bukan sengaja menulis ini karena berpihak pada salah satu kubu pemerintah, tapi tergelitik karena berita ini sudah menimbulkan pertentangan kembali di dunia nyata. Kawan satu berkata "tuh kan karena Joxxxi presidennya, kabinetnya tidak bisa handle IHSG", yang satu lagi berkata sebaliknya dan terus berulang. Hal yang menjadi ulangan kejadian ketika masa kampanye.

Yes, media sukses memutarbalikkan info tanpa data sehingga membuat perpecahan kembali. Sangat menyedihkan.

Lalu apa faktanya:

IHSG sudah naik tinggi ketika terjadi harapan akan presiden yang baru, psikologis market tentang "harapan" sudah terjadi. Harapan lah yang menggerakkan pasar naik dan turun. Harapan bagus, indeks naik tajam, harapan kurang bagus, indeks turun. Lalu apakah selalu seperti itu? Penulis bisa katakan tidak.

Perhatikan fakta chart IHSG berikut:
Klik untuk memperbesar
Lalu bandingkan dengan psikologis market berikut:

Klik untuk memperbesar
Faktanya, IHSG sudah mencapai titik tertingginya di tahun ini, secara psikologis koreksi market amat sangat wajar dan memang diperlukan. Koreksi terhadap "harapan" tadi adalah mutlak diperlukan untuk menjaga indeks tetap berada dalam jalurnya. Tingkat GDP kita menurun, rupiah terhadap dollar seperti roller coaster, bahkan menyentuh 12.500 rupiah / dollar, indeks regional di luar negeri pun tidak menentu. So, lalu IHSG dibiarkan rally terus tanpa henti? Justru rally nya IHSG di tahun ini seperti Indonesia sedang dipermainkan asing, karena pergerakan indeks tidak mencerminkan kondisi riil ekonomi. 

Gerakan yang seperti sengaja diciptakan untuk menciptakan kondisi harapan yang over optimis, kondisi greedy bagi semua orang sehingga terjadilah apa yang dinamakan bubble. Kemudian tinggal menunggu bubble itu pecah, lalu terjadilah crash market. Silahkan membaca : Crashmology
So, alangkah sempitnya jika penurunan IHSG ini dikaitkan dengan pembentukan kabinet kerja yang tidak sesuai pasar. Pertanyaan mendasar ialah: Pernahkan sang analis mewawancarai salah satu investor? atau trader? atau apapun sebutannya?, atau minimal melakukan riset terhadap data di lapangan sehingga pernyataan tersebut keluar?. 

Kenapa penulis cukup keras untuk tidak setuju. Pertama, kabinet baru saja dibentuk belum ada seminggu!, alangkah mentah nya menilai "ini bukan Dream Team" tanpa melihat kinerjanya terlebih dahulu. Kedua "ini bukan Dream Team" tentulah hal yang sangat subjektif karena pernyataan berdasarkan personal para menteri yang sebelumnya banyak tidak dikenal publik. Lebih baik kita bersikap realistis terhadap kondisi market daripada membuat pernyataan yang membuat tidak nyaman. 

Pesimis terhadap kabinet boleh boleh saja, bahkan bagus sebetulnya karena IHSG akan terkoreksi cukup baik, dan membuat terbukanya kesempatan bagi penulis untuk berbelanja. So...

Sekali lagi, IHSG mutlak dibutuhkan koreksi dan hal yang wajar jika terjadi penurunan akhir-akhir ini bahkan hingga akhir bulan. Justru di bulan - bulan inilah saatnya mengatur portfolio, sediakan kas yang cukup untuk menyambut tahun baru dan Natal, dimana di saat-saat itulah window dressing terjadi.

Analisa adalah perlu, namun dengan data dan fakta. Analis bukan dewa, kitalah yang tentukan nasib kita di  pasar.

Salam Invest!

Penulis 

0 komentar to “Di bawah bayang bayang sang Analis”

Posting Komentar