25 Des 2014

Astra Graphia (ASGR) - 10 Saham Murah Indonesia dan Layak Beli Sekarang! (bagian 3)

,

4. ASTRA GRAPHIA (ASGR)

Astra Graphia sebagai salah satu anak perusahaan Astra International yang bergerak dalam bidang Information and Communication Technology. Sejak awal didirikan sebagai perusahaan yag fokus dalam bidang document solution seperti penyedia mesin printer, faksimili, dan juga penggarapan dokumen-dokumen integrasi lingkup korporat.

Namun bisnis dalam bidang seperti ini sangat rawan terhadap perkembangan teknologi, dan Astra Graphia menjawabnya dengan mulai berfokus kepada IT solution, termasuk penggarapan teknologi peer to peer untuk program pembayaran secara live dengan meluncurkan BBM money 10 dan terpilih sebagai emiten terbaik 2014 sektor elektronika. (baca disini)

Banyak alasan mengapa Astra Graphia kami taruh di nomor 4 ( masuk 5 besar), selain memang saham Astra Graphia yang sedang terkoreksi menuju titik undervalue, kinerjanya sama sekali tidak ada gangguan dan tetap menunjukkan kosistensi yang mapan.


Dari data 6 tahun terakhir, ROE selalu menunjukkan kestabilan terhadap ekuitas dan juga terhadap modal dan hutang (ROTC). Revenue dan Net Income menunjukkan grafik yang mantab antara stabil dan tetap naik. Bukan itu saja, DER selalu tercatat dibawah 0.5x, bahkan di 2014 ini, angka DER nyaris nol.

'Contrarian Opportunity' menjadi terbuka bagi investor ketika saham ASGR terus turun sejak pertengahan 2014. Apa sebab? coba anda buka link berikut dan temukan jawabannya: KLIK DISINI
Analisa yang mendekati, turunnya harga saham ASGR lebih banyak dipengaruhi oleh berita negatif karena sang direktur sedang dipanggil KPK dalam kasus e-ktp. Untungnya dalam putusan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha), ASGR 'hanya' diwajibkan membayar denda sebanyak 4 milyar rupiah. 

Akibat turunnya harga saham ASGR, PER ASGR saat ini hanya sebesar 11.02x. Dengan asumsi pertumbuhan laba yang terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 26.32% (selama 6 tahun), nilai PER ini sangat jauh di bawah perusahaan dengan bidang yang sama (perdagangan) semacam AKRA, BMTR atau bahkan saudaranya sendiri, AUTO. Plus dengan dividen ratio yang mencapai 14.50% dari EPSnya,  saat ini ASGR memiliki nilai wajar sekitar 3,157 rupiah/saham atau memiliki margin of safety 66.16% dari harga saat ini.


Didukung oleh manajemen Astra, ASGR tercatat selalu memiliki net cash flow yang positif, dan  juga current ratio yang selalu di atas 1.5. Artinya ASGR memiliki aset lancar selalu lebih besar 1.5x nya dari kewajiban lancarnya, bahkan cenderung diatas 2x jika melihat historinya. So, melihat wonderfull company seperti ini rasa-rasanya sangat disayangkan jika tidak melirik saham ini.

(bersambung ke peringkat 5: Lippo Cikarang)
Read more →

22 Des 2014

INDF - 10 Saham Murah Indonesia dan Layak Beli Sekarang! (bagian 2)

,

3. INDOFOOD SUKSES MAKMUR (INDF)

Cukup jarang kami menulis perusahaan yang sangat mature di Indonesia untuk di valuasi kecuali saham tersebut sudah undervalue, dan kali ini Indofood salah satunya. Hampir 6 bulan yang lalu ketika penulis ber-emailan  dengan saudara Teguh Hidayat untuk membahas saham yang undervalue dan salah satunya adalah INDF. Pada waktu itu penulis berkesimpulan bahwa saham INDF akan mencapai titik undervalue pada harga 6500, karena di harga itu INDF sudah terdiskon 50%

Siapa perempuan yang tidak mau beli tas Prada ketika sale 50%?? bahkan 30% pun sudah diborong. Dan hari ini, saham INDF terus turun semenjak 6 bulan lalu dari harga 7000 menjadi saat ini di sekitaran 6500 rupiah per lembar tanpa ada sebab yang berarti (setidaknya tidak ada berita di televisi kosumen indomie atau tepung bogasari keracunan. Dan setiap penulis mampir ke warung kopi, mie instant yang disajikan tetap saja Indomie)

Yah meskipun saat ini INDF tidak full terdiskon 50% akibat laba bersih di kuartal 3 tidak naik hingga 3.5 trilyun melainkan cukup naik 3 trilyun saja, namun tetap saja laba bersih hingga kuartal 3 sudah melebihi laba bersih tahunan pada 2013 lalu. Secara kuartalan, laba di Q314 meningkat 57% dari Q313 dan meningkat 21% dari tahunan 2013.

Data EPS 2014 (disetahunkan), INDF mengalami peningkatan laba bersih yang signifikan
PER INDF ketika tulisan ini dibuat adalah 14,29x dengan PBV 1.39x dengan nilai wajar sekitar Rp 9000 / saham. Bandingkan dengan perusahaan konsumer sejenis dan sekelas, seperti KLBF dengan PER 43x, GGRM 21x, bahkan dengan anak perusahaannya ICBP dengan PER 26,2x. Bukan itu saja, INDF tercatat memiliki rasio hutang (DER) 0.79x ekuitasnya, dan sangat jauh dibanding dengan asetnya yang mencapai 86 trilyun

Satu hal yang perlu dicermati ialah INDF sudah sangat mature, sehingga sulit membayangkan ROE nya bisa naik lebih dari 20% per tahun. INDF tidak diharapkan untuk berkembang lebih jauh lagi melainkan kestabilannya yang dijaga. Salah satunya dengan akuisisi perusahaan Brazil, Santa Clarina untuk pengolahan makanan berbasis protein hewani (sosis, kornet, nugget, susu dsb)

ROE INDF tidak mengalami peningkatan berarti sejak 6 tahun terakhir
Harapan akuisisinya jelas untuk meningkatkan level ROE ke angka 15% hingga 17%, seperti pada 2010 lalu dan stabil di kisaran tersebut. Selain dari itu, INDF terkenal rajin di dalam pembagian dividen dengan tingkat dividen diatas 30%, angka tersebut jelas menguntungkan bagi Investor. Toh anda tidak perlu lagi capek-capek melihat kapan saham ini harus dijual, karena untuk INDF: Berpikirlah menjual sahamnya ketika Indomie sudah tidak ada lagi di warung-warung.


Read more →

21 Des 2014

BBNI dan UNTR - 10 Saham Murah Indonesia dan Layak Beli Sekarang! (bagian 1)

,
Penghujung tahun 2014 tinggal beberapa hari lagi, entah apakah dunia saham akan ditutup oleh "santa rally" atau justru akan mengalami koreksi. Apapun itu saham terus berputar dan bagi kita, para pencari saham, dimanapun ada saham yang  murah atau undervalue dan dalam kondisi bagus itulah yang dinamakan kesempatan.

Dan kali ini kita akan berbagi valuasi 10 saham berharga murah yang layak bahkan dianjurkan untuk anda miliki sebagai barang belanja akhir tahun anda.

1. Bank Negara Indonesia (BBNI)

Tidak ada yang meragukan kemampuan BNI dalam dunia perbankan. Selain termasuk 4 besar bank di Indonesia yang layak beli, sehat dan punya nama baik. BNI memiliki kinerja yang sangat baik, laba yang terus bertumbuh dan ROE yang stabil sejak 6 tahun terakhir.

Pertumbuhan EPS BBNI yang selalu meningkat tahun ke tahun
ROE yang stabil ditunjukan BBNI sepanjang 6 tahun terakhir
Dengan rata-rata ROE 14,41%, BBNI memiliki rata-rata earning growth rate sebesar 45,31% sehingga bisa digunakan asumsi tingkat pertumbuhan sebesar 15% untuk tahun mendatang, angka yang masih cukup jauh dari BI rate di kisaran 7.75% dan juga inflasi. Tidak sampai disitu saja, BBNI tercatat hanya memiliki DER 0.45x ekuitasnya, dan arus kas bebas (free cash flow) sebesar 7,25 trilyun dengan rasio lancarnya sebesar 1.17.   Jangan khawatir untuk rasio-rasio perbankan lainnya seperti NIM, LDR dsb karena BBNI mendapat predikat AA+ dari FITCH Rating untuk rating jangka panjang dan predikat AAA dari PEFINDO untuk laporan keuangan plus rating korporasi alias aman dan stabil.

Saat ini merupakan kesempatan terbaik untuk berinvestasi pada BBNI. Dari harga saat ini 6050 rupiah, BBNI memiliki PER hanya sekitar 11.01x dan PBV sebesar 1.93x dengan margin of safety sebesar 74.83%. Dengan nilai tersebut artinya BBNI memiliki nilai wajar sekitar 10,500 rupiah per lembar saham.

Bagi para pemburu dividen, BBNI menawarkan tingkat dividen sebesar 26,51% dari laba per saham, bahkan jika di rata-rata sejak tahun 1997, BBNI selalu menawarkan dividen diatas 30% dari laba per sahan. Sangat menarik bagi anda seorang investor sejati.

Hasil akhir valuasi BBNI


2. UNITED TRACTOR (UNTR)

UNTR menduduki peringkat 2 dalam hal saham undervalue yang layak beli. UNTR telah kami bahas pada postingan sebelumnya disini  dimana untuk saham yang satu ini kami yakin bahwa UNTR akan kembali ke tingkat performanya. Didukung oleh manajemen yang kuat, sokongan induk yang kuat dan sisi bisnis yang masih merajai

Mungkin dari beberapa kalangan anti-komoditas menilai bahwa UNTR masih dalam fase bearish menyusul harga coal yang belum pulih. Tapi, bisnis coal UNTR bukanlah yang utama. Selama ini, UNTR selalu disokong penuh oleh bisnis dari sektor pendukung pertambangan, seperti penjualan dan penyewaan alat berat: Komatsu yang sampai saat ini masih merajai sektor tersebut, dan kedua adalah kontraktor pertambangan melalui PAMA Persada. Dimana, dari sisi harga batubara itu sendiri bisa di minimalisasi dengan peningkatan kapasitas produksi. Walaupun secara global, meningkatnya produksi batubara sangat berpengaruh terhadap turunnya harga dikarenakan stok yang berlimpah. Inilah yang masih harus di cermati oleh para investor.

Satu kecerdikan UNTR ialah dengan menyimpan batubara yang diakuisisinya dari tiga tambang sebagai cadangan yang siap di garap ketika harga coal kembali membaik, dan memaksimalkan sektor alat berat dan kontraktor sebagai penopang penuh. Kecerdikan lainnya ialah dengan akuisisi ACSET (ACST), sebuah perusahaan kontraktor development di sektor sipil, ini jelas sebagai bahan diversifikasi bisnis sekaligus menjawab prospek infrastruktur di depan mata.

UNTR diperdagangkan dengan PER 13,83x dengan margin of safety sebesar 77,66%. Jelas bagi investor ini adalah kesempatan berburu. Karena dengan asumsi pertumbuhan laba yang sebesar 16%, cukup realistis melihat UNTR sebagai bahan koleksi investasi anda. Sebagai catatan UNTR membukukan kenaikan laba pada kuartal 3 ini setelah menurun dalam 3 tahun terakhir, bandingkan dengan harga coal itu sendiri.

Read more →

14 Des 2014

INVESTASI VERSUS SPEKULASI - THE INTELLIGENCE INVESTOR (BAB I)

,
Bab pertama dari buku legendaris The Intelligence Investornya Benjamin Graham ini merupakan bagian yang paling penulis sukai, bukan karena konten tentang investasinya, tapi lebih dari itu bab ini merupakan penjelasan tentang hal paling mendasar sebelum kita mulai menaruh uang di bursa saham. Yaitu definisi dua "tokoh" yang pastilah bertolak belakang, Investasi dan Spekulasi.

Penulis punya contoh konkrit dari teman dan pengalaman penulis sendiri. Disini bukan sama sekali copy paste dari "kisah pemuda" yang banyak ditulis di blog, walaupun kisahnya memang mirip.

Tahun 2007, seorang teman yang datang dari Kepulauan Riau tiba-tiba mengajak membuka rekening RDS di salah satu broker terkenal di Jakarta karena melihat tetangganya yang dalam satu hari bisa merubah rumah tipe 46 menjadi tipe 100 (miris sih..tapi..simsalabim!) hasil dari 'main' saham di Jakarta akibat kenaikan harga saham di akhir 2007. Dengan penuh keyakinan dia merayu penulis untuk 'berinvestasi' dengan kata-kata sakti "KEBEBASAN FINANCIAL". Akhirnya penulis pun ikut-ikutan terjun ke saham dan  kemudian bangga dengan predikat "Investor".

Ya.. I N V E S T O R..sesuai email yang dikirim oleh broker tersebut:

"Dear our valuable Investor"

Keren kan?

Sungguh absurd ketika itu kami bangga dengan titel tersebut ketika tahu apa definisinya sekarang. Hasilnya? Boom!! tahun 2008 datang dan akhirnya portofolio hanya tersisa 30%nya. 

Bingung, cemas dan panik tentu saja menghantui kami. Apa yang salah? tentu saja salah, karena kami tidak pernah tahu "akan kemana uang kami". Kami hanya membeli saham hanya berdasarkan kasak kusuk (penulis lebih suka menyebut kasak kusuk ketimbang rumor) dengan satu tipe pola yang mirip:

Time A: Wah, lihat tuh saham ABCD breakout..beli kali yah? (ragu)
Time B: Hmm...iya tuh, liat berita..saham ABCD diprediksi mulai up-trend, beli! (yakin 40%)
Time C: beli..beli...beli!! (100% beli)
Time D: lho..kok mandek, turun..kenapa? (kaget)
Time E: Waah..turun..sell..sell..! (melengos, karena cut-loss 5%)

Lima time frame itulah pola yang secara alamiah selalu berulang, dan akan selalu berulang karena saham merupakan zat yang likuid, mudah berubah bentuk tergantung dari pola jual-beli yang terjadi.

Anehnya, saham memang membuat addict - bagi yang memang doyan, dan kadar adiktifnya setara dengan kopi. Namun kali ini dengan pendalaman materi yang lebih utuh, penulis mendapati logika sederhana yang masuk akal.
  • Hanya mendengar kasak kusuk tentang grafik dan aksi korporasi perusahaan yang belum terbukti, bisa mendapatkan keuntungan di bursa saham
  • Dag-dig-dug setiap pembukaan hingga akhir penutupan jam bursa hingga bisa mendapatkan keuntungan / kerugian
  • Memakai margin atau HUTANG untuk mendapatkan keuntungan / kerugian dari saham gorengan
Apakah dari tiga cara di atas kita bisa mendapatkan kebebasan financial seutuhnya? atau malah kita akan termakan oleh kerugian. Coba lihat kembali time frame A-E, mana kemungkinan yang paling kita seutuhnya masuk bursa? Jawabannya: C!, sebagai pemain eceran, posisi kita adalah yang C, dimana saat itu para "ikan besar sedang menyantap ikan kecil". Penulis tidak menyamakan semua trader, terlebih trader yang sudah berpengalaman dan bermodal besar.

Inilah yang ditekankan oleh Benjamin Graham dimana investor memiliki definisi terbalik dengan spekulator:

"Investasi adalah sebuah operasi yang, melalui analisa yg mendalam, menjanjikan  keamanan modal pokok dan juga tingkat pengembalian (return/hasil) yg LAYAK.  Operasi yang tidak memenuhi persyaratan di atas adalah spekulasi." . Sumber: The Intelligence Investor, dari: JanganSerakah

Tujuan pokok investasi adalah menjanjikan keamanan terhadap modal, dengan tingkat hasil yang LAYAK, kata "layak" jelas didefinisikan bukan sesuatu yang superb, luar biasa, extraordinary dan sebagainya. Hasil yang "layak" oleh sebagian kalangan disebut apabila imbal hasil kita telah melebihi dari tingkat suku bunga deposito dari Bank Indonesia dan juga tingkat inflasi. So, kenaikan 15% per tahun sejatinya sudah bisa dianggap layak.

Menarik mengapa Benjamin Graham memakai kata-kata layak, tak lain ialah untuk menghindari manusia dari sifat rakus dan tamak dengan hanya mendengar rumor.

Yang berikutnya, adalah definisi "Investor" yang oleh banyak kalangan didefinisikan bebas "semua orang yang menaruh uang di bursa saham".

Sederhananya:

Apakah mau jika Saratoga yang membeli saham Tower Bersama Infrastruktur dengan mempelajari perusahaan. melakukan pembenahan manajemen disana -sini lalu menghasilkan kinerja bagus, laba meningkat dan kemudian harga sahamnya naik disamakan dengan penulis and the gank yang membeli saham ketika pembukaan jam bursa tanpa tahu perusahaannya, dag-dig-dug menanti ketidakpastian hasil dan kemudian mendapatkan hasil hari ini untung dan kemudian hari besok rugi. Lalu kedua hal itu dianggap sebagai satu kata yang sama: "investor"?

Definisi salah kaprah yang coba di luruskan oleh Benjamin Graham bahwa seharusnya Wall Street - di Indonesia adalah BEI - seharusnya menginformasikan kepada masyarakat tentang perbedaan antara investor dan spekulan, agar di kemudian hari tidak timbul kerugian yang besar yang diakibatkan oleh tindakan spekulatif. Ben mengkritik penggunaan kata "Investor" yang diobral dengan mudahnya, dan sayangnya itu masih berlanjut hingga hari ini.

Graham juga menambahkan bahwa memang tidak bisa dihindari faktor spekulatif yang ada di dalam seorang investor, dimana tugas lainnya dari investor ialah membatasi diri seminimal mungkin terhadap faktor spekulasi tersebut.

Contohnya: Mungkin kita masih ingat ketika beberapa waktu lalu saham BWTP anjlok ketika terjadi right issue yang kemudian tentunya membuka peluang bagi para pemilik dana untuk masuk membeli sahamnya.

Kasus ini mengandung 2 hal:
  1. Investasi: Ketika kita melihat saham tersebut anjlok, kita langsung meneliti faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi anjloknya harga saham, apakah semata-mata hanya right issue? sekedar PER yang dibawah 10x? Atau memang laba dan kinerjanya juga menurun? Bagaimana dengan hutangnya? Cash flownya?, Jika memang tidak terjadi apapun pada BWPT maka kita yakini bahwa sahamnya akan naik sejalan dengan kinerjanya. Perhatikan, bahwa disinipun ada unsur spekulasi, karena kita memanfaatkan momentum dengan berharap bahwa selisih titik tertinggi sebelumnya dengan titik terendah ketika anjlok dapat menjadi faktor margin of safety. Hanya saja, kita sudah meminimalisir resiko kita dengan mempelajari terlebih dahulu kinerjanya. Seorang investor tidak serta merta memborong saham jatuh, dia akan mencicil sedikit demi sedikit karena tahu, resiko saham tersebut akan anjlok lebih dalam sangatlah terbuka.
  2. Spekulasi: Kebalikannya, kita langsung memborong saham yang jatuh dengan dugaan bahwa inilah bottom-nya, bahkan dengan menggunakan MARGIN, dengan kasak kusuk yang beredar bahwa sahamnya pasti akan segera rebound. Memang betul saham tersebut pasti akan rebound, tapi kapan? anybody knows? 
Jujur saja, hanya menjadi investor bagi penulis sangatlah membosankan, karena memang yang kita prospekkan adalah hasil riil dari perusahaan tersebut, bukan sekedar tebak-tebak buah manggis. Sehingga hasilnya baru bisa di petik dalam beberapa tahun kedepan. Sedangkan ada keasyikan tersendiri ketika kita melakukan spekulasi dengan melihat..entah itu chart, kasak kusuk gosip atau apapun, yang terpenting bagi penulis adalah proporsinya yang jelas di dalam portofolio.

Benjamin Graham pun dalam akhir babnya mengatakan bahwa bisa saja seorang investor pun menjadi spekulan, hanya proporsi yang harus di atur, Ben mengusulkan angka  20% spekulasi dan 80% investasi. Angka ini cukup masuk akal, namun saat ini penulis lebih suka angka 30% spekulasi atau trading dan 70% investasi dengan membagi ke dua rekening terpisah. Alasannya? agar kita bisa selalu fokus dalam mengatur portofolio. Sedangkan alasan persentasenya, tidak ada.

Angka ini bisa berbeda pada tiap orang, asalkan yang perlu dicatat bahwa spekulasi bedanya setipis kertas dengan emosi. Ada seorang teman yang memiliki buku investasi satu rak penuh, link sederet, S2 manajemen investasi..tetapi panik ketika melihat INDF turun ke 6500..dan menjual TSPC di harga 2900 karena dua alasan: 1. Nggak kuat lihat cuan, 2. Nggak kuat lihat warna merah.

Jangan pernah mencampurkan dana untuk investasi dan dana untuk spekulasi anda! Juga jangan pernah mencampurkan investasi dan spekulasi dalam otak anda! - Edison

The mother of all evil is speculation.  - Gordon Gekko

Salam Investasi

Read more →

6 Des 2014

United Tractor (UNTR) : Siap Turun Gunung

,
UNTR, siapa pun pasti sudah mengenal bahwa itu merupakan kode emiten dari United Tractor atau di dalam dunia industri lebih populer dengan UT. Salah satu anak perusahaan Astra yang bergerak dalam bidang industri alat berat dan juga kontraktor pertambangan. Sekedar informasi, UNTR merupakan penyumbang kedua terbesar bagi pendapatan Astra International sendiri dengan menyumbang 27% dari total pendapatan Astra yang sebesar 150 trilyun pada kuartal III 2014 ini.



Beroperasi sejak tahun 1972, UNTR merupakan emiten yang di cukup segani di BEI, dengan tiga lini utama bisnisnya: Alat berat melalui andalannya KOMATSU, kontraktor pertambangan dengan ujung tombaknya PAMA Persada dan pertambangan batubara melalui aksi akuisisi PT Turah Turangga Agung memiliki kapitalisasi pasar saat ini yang sebesar 66.7 trilyun dan merupakan jajaran 10 besar emiten di BEI, ditambah lagi melihat kinerjanya yang sudah teruji dalam jangka waktu yang panjang dan solid.

Grup Astra mengakuisisi perusahaan tersebut pada pertengahan 1992 setelah sebelumnya UNTR tidak menunjukkan kinerja yang ekspansif. Astra yang saat itu sedang mencari peluang di bidang alat berat dan pertambangan segera menjadi pemegang saham terbesar, bahkan hingga 50% lebih. Yang menarik adalah dibalik alasan Astra ngebet dengan UNTR pada waktu itu ialah kas hutangnya yang nol tetapi memiliki aset alat berat yang mumpuni. Komatsu, Tadano dan Bomag merupakan merek-merek alat berat jempolan yang dimiliki UNTR hingga kini.

Kebetulan penulis pernah bekerja di bidang konstruksi yang bersinggungan langsung dengan UNTR untuk pembelian dan penyewaan alat berat. Hasilnya penulis cukup terkesan dengan marketnya yang komplit, pre-order sales hingga after-sales servicenya.

Kinerja

Satu-satunya tekanan yang dialami oleh UNTR ini ialah keterlibatan secara langsung di dalam dunia pertambangan batubara, seperti kita tahu bersama bahwa harga batubara yang masih anjlok terus menerus tentu menekan pendapatan UNTR itu sendiri sebagai kontraktor batubara (bukan pemilik batubara) dan inilah yang menyebabkan mengapa saham UNTR terus turun dalam setahun terakhir ini.

Tapi..ternyata pendapatan UNTR sebagai kontraktor batubara melalui anak usahanya PT Pama Persada justru meningkat 11% dari kuartal III 2014. Hal yang menarik sebab harga batubara dunia belumlah kembali sehat. Lalu mengapa demikian? Satu yang pasti, pertama adalah produksi tambang PAMA yang berhasil digenjot hingga meningkat 16% dan kedua adalah melemahnya nilai rupiah terhadap dollar, dimana PAMA melakukan kontrak dalam nilai US dollar sedangkan biaya operasional dalam bentuk rupiah.

'Target' menjadi kata kunci Astra dalam hal ini, sehingga pastilah saat ini dan kedepannya, setoran UNTR ke induk harus digenjot dengan berbagai cara dan ini otomatis didapat dari peningkatan kinerja dan penghematan.


Yang menurun adalah kontribusi pada bisnis alat beratnya yang menurun sedikit dari 8,484 trilyun menjadi 8,440 trilyun alias hanya turun 44 milyar rupiah. Toh, Komatsu sampai saat ini tetap merupakan market leader di dunia heavy vehicle.


Ready to Back

Revenue / Pendapatan UNTR agaknya tengah mengalami titik turn-around dari tahun 2013 ketika pendapatan turun akibat kekagetan pasar merespon anjloknya harga batubara. Inilah kekuatan dari grup Astra yaitu cepat belajar. Ketika paham bahwa performanya bisa terpengaruh kembali, UNTR segera menggenjot performa dalam jumlah produksinya di bawah PAMA dan..kemudian menjadikan aset batubara dibawah Tuah Turangga, Prima Multi Mineral dan Asmin Bara Bronang sebagai bahan cadangan. So, ketika harga batubara kembali membaik, aset cadangan sebesar lebih dari 300 ton ini akan berbicara banyak.


Melihat UNTR, kita harus melihat grafik EPS, karena mengakomodir laba bersih dan jumlah saham. Dengan jumlah saham beredar yang tetap sama, terjadi penurunan laba bersih pada tahun 2012 dan 2013 yang lagi-lagi..karena harga batubara yang anjlok. 2014 menjadi titik balik pembuktian bahwa UNTR adalah perusahaan cerdas yang cepat belajar.

DER UNTR tercatat aman, dengan angka di kisaran 0.10x ekuitasnya, dengan kata lain UNTR berbisnis dengan hutang yang minimal. lalu bagaimana dengan cash-flownya?

Mari kita lihat neraca keuangan UNTR:


Dengan posisi UNTR sebagai merket leader, kinerja manajemen yang mumpuni terlihat jelas pada positifnya angka free cash flow bahkan lebih dari 2x-nya belanja modalnya. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah current ratio (CR), karena dengan Net working capital yang besar, maka seharusnya CR bisa lebih dari 2. UNTR perlu melihat ulang kewajiban lancarnya yang angkanya cukup besar. Namun selain dari itu, angka 1.84 adalah angka yang sudah sangat bagus.

Valuasi Saham

Mungkin jika kita perhatikan, saham UNTR yang turun terus sejak 2012 hingga saat ini belum menunjukkan trend naik. So, apakah saat ini sudah murah? Sebelum menjawab perlu ingat kembali bahwa saham UNTR adalah saham perusahaan kelas premium utama yang kinerja sahamnya merupakan cerminan kinerja perusahaan sesungguhnya. Sehingga tanpa melihat murah atau mahal pun, selama kinerja dan hutangnya di angka yang bagus, maka UNTR layak beli. Namun sebagai value investing kita tetap harus melihat valuasi sahamnya bukan?.

PER UNTR di harga 17,700 saat ini sebesar 13.83x dan PBV diperdagangkan sebesar 1.72x. Kedua angka itu adalah angka yang sudah sangat menarik alias MURAH. Namun perlu dilihat lagi bahwa dengan PER diangka 13.83x maka angka RORE yang sebesar 7.23%  masih di bawah BI rate, sehingga mungkin sedikit sabar menunggu adalah pilihan terbaik. RORE menjadi di atas BI rate adalah pada harga 17,000 dan saat itu mungkin anda akan rebutan dengan banyak investor yang sudah lama mengincar akibat membaca artikel ini.


Wow, melihat tabel diatas, Margin of safety UNTR sebesar 77% adalah luar biasa, bayangkan ketika satu tahun lagi harga UNTR melesat menjadi 31,000. Sebagai catatan. tanpa melakukan penambahan saham beredar, saham UNTR turun dari titik tertingginya di 33,000 alias sahamnya menyesuaikan dengan harga wajarnya dan juga kinerjanya.

Akuisisi ACSET Indonusa

Sadar bahwa semua lini bisnisnya bergantung kepada komoditas, sedangkan prospek paling menjanjikan dari pemerintahan Jokowi-Jk adalah infrastruktur. Maka UNTR segera merespon dengan diversifikasi usaha ke bidang konstruksi infrastruktur dengan mengakuisisi Acset Indonusa, salah satu perusahaan kontraktor yang saat ini proyek terbarunya yaitu penyelesaian TCC Batavia dan proyek pembangunan Silo pabrik semen di Pontianak.

Akuisisi ACST dengan nilai cukup wajar membawa UNTR ke tahap selanjutnya dari sejarah perusahaan, walaupun..beberapa proyek ACST bukanlah tipe proyek besar yang nilainya di atas 500 milyar, namun kinerja ACST terus mengalami peningkatan baik revenue maupun laba bersihnya. Bukan hanya itu saja, ACST tercatat hanya memiliki DER sebesar 0.3x ekuitas. Satu-satunya PR UNTR adalah memperbaiki sisi free cash flow dari ACST yang selalu negatif dalam 2 tahun terakhir. Tapi toh...Astra Grup amatlah canggih soal masalah ini.

Langkah Investor

Lalu bagaimana sebaiknya? Penulis merekomendasikan anda untuk koleksi UNTR untuk jangka panjang, penulis sendiri pun tidak kuat melihat MOS UNTR yang sebesar itu setelah melihat kinerjanya yang sudah mulai meningkat dan mulai mengoleksi di harga 17,700 kemarin. Jika toh sahamnya turun terus, angka 17,000 akan menjadi bottom fishing pointnya sehingga strategi average down di sarankan secara bertahap untuk UNTR. Jika pada laporan tahunan nanti ternyata UNTR mengalami peningkatan laba total, maka jangan segan-segan untuk memborong sahamnya. Selanjutnya? keep till end and sleep well.

Hasil akhir analisa saham UNTR 

Salam Investasi
Read more →

2 Des 2014

Rule of Investing (Wajib Baca)

,

RULE OF INVESTING

Every investor should have preset rules to follow in their investment decisions. There is no perfect formula that will guarantee success as unforeseen variables can affect the performance of a stock and the overall market. However, there are general rules and considerations that can enhance probabilities of success. 

General Factors to consider before you invest:
·         Health of the Overall Market
·         Fundamentals of the Company   
·         Trend of the Stock (Basing, Advancing, Topping, Declining)
·         Technical Indicators        

Every investor should protect themselves with strict Buy and Sell Rules.
Adhere to those rules that make the most sense for your philosophy and be consistent in executing the decisions. Applying a methodology will help to manage the two most extreme emotions in the financial markets – greed and fear.  

It is vital to understand the market’s direction: 
Ø  You do not want to buy stocks when the averages are in a Bear (down) market.
Ø  You do not want to be in cash, or betting stocks will go down in price when the NASDAQ, S&P 500, Dow  and IHSG indexes are in a Bull (rising) market.

Most stocks follow the general market’s trend:
Ø  Stocks tend to rise when the NASDAQ, S&P 500, Dow and IHSG industrials move higher.
Ø  Stocks tend to fall when the major indexes trade lower.

 An Ideal Strategy is:
Ø  In a Bull Market, buy stocks as close to the pivot point as possible which are breaking out of solid bases on surging volume.
Ø  In a Bear Market, stay on the sideline in cash to avoid losses.
#1 RULE:  PRESERVATION OF CAPITAL: USE STOP LOSS PROTECTION:
Ø  Sell stocks that fall 7% - 8% below your cost.  NO EXCEPTIONS
Ø  There will be times this stop-loss rule will exit you from your position and the stock then turns around and takes-off to the upside. These situations are the price one pays to insure against severe losses. 
   
CREATE A WATCH LIST:
·    Create and maintain a watch list of stocks that are sound in fundamental and technical considerations. This is your Target List.
Ø  On a fundamental basis, these companies should be superior to their peers as they are leaders in their industry with unique products and/or superior services.
Ø  Identify the strongest sector and focus on the leading stocks within the sector.
Conversely, avoid laggard stocks in a leading industry group.
Ø  Focus on stocks that form sound bases and have successfully found support at the 50-day moving average.
Ø  Identify stocks that are close to the pivot point.
Ø  Identify stocks that trade close to their highs in a declining market, as they tend to do well when the market rallies. These stocks will typically be falling less than the major indexes.
Ø  Keep the list fresh, adding and removing stocks as warranted.


CONSIDERATIONS FOR BUYING
·         Buy stocks at the right time:
Ø  Wait for the market to be in an up-trend. A healthy market is one of the most important influences on any stock. A key sign of a healthy market is when high-quality stocks emerge from solid bases and advance to new highs on unusually heavy volume.
Ø     The ideal time to buy a stock is when it emerges from a sound base accompanied by heavy volume. Buy as close to the pivot point (ideal purchase price) as possible. Focus on buying high-quality leading stocks within the strongest sectors.
Ø       Add to your position by averaging up, not down. A key to successful investing is to buy a stock on the way up (which makes no sense to investors that are determined to purchase bargains). You want to buy stocks that prove at an early stage from their base that they have the power to move higher. 
   
·         Indicators that signal the stock might be headed for higher prices:
Ø  Trading ABOVE the 50-day moving average
Ø  Heavy Volume propels the stock price upward
Ø  Rising Relative Strength
Ø  Positive MACD (momentum indicator)
Ø  As the stock trends upward in a channel, volume should increase when the price rises, and volume should decrease when the price trends lower to test support.
Ø  When the stock successfully tests support levels within a channel rising upwards on heavy volume, each high is to be higher than previous high and each low to be a higher low than previous low.

 CONSIDERATIONS FOR SELLING
·         Sell stocks at the right time:
Ø  Uncertain market climates and Bear Markets are when you want to be on the sideline in cash to avoid losses.
Ø  Sell when your stock falls 7% - 8% (or less) below your purchase price.
§  Sell when the price falls below support levels.
§  Sell when a stock falls below the 50-day moving average (dMA) on heavy volume and fails to recover above the 50-day line. This is a warning that something may not be right with the stock.
§ Sell when a stock falls below the 200-day moving average (dMA). If you have not already sold the stock fell below the 50dMA, or 100dMA, this is the “get out now” warning.
Ø  Sell if a stock falls for several days and does not rally back.
Ø      Sell if a stock advances then falls sharply retracing gains of the rally.
Ø     Consider taking profit if the stock makes new highs in later stage bases. If the stock is in a third or fourth stage base, the potential for gains is not as great as the gains made in an earlier stage (first and second) stage. Advances in later stage bases usually experience greater volatility and impose greater risk than advances in early stage bases.
Ø  Consider taking partial profits at 10%, 15% or 20% appreciation depending on overall circumstances of the stocks history, sector strength and general health of the market.
Ø  Consider taking profit with 5% - 10% gains if at any time situations with the stock or overall market climate become uncertain adding potential risk to your gain.
 
·         Indicators that signal the stock might be headed for lower prices:
Ø  Trading BELOW the 50 day moving average
Ø  Heavy Volume propels the stock price down
Ø   Declining Relative Strength
Ø  Negative MACD (momentum indicator).
Ø  Decreasing volume on market rallies and increasing volume on price declines provides insight that there is less excitement of buying and greater selling pressure.
Ø  When the stock tests support levels within a channel and falls below the support line on heavy volume, it is a signal the stock may be heading lower. Further confirmation is a series of lower highs and lower lows in price. 


  GENERAL CONSIDERATIONS:


·        As the stock advances above your buy point, raise the floor of your stop-loss:
Ø       Do not allow gains to turn into losses.
Example: You bought the stock at $20.00 and have a 7% stop-loss set at $18.60.
Your stock rises to $24.00. Raise your stop-loss to $22.32. Continue to raise this floor as your stock rises.

·   Early stages of market rallies are when the most and easiest monies are made:
Ø  Leading stocks tend to emerge from their bases prior to laggards.
Ø  Late stage rallying stocks tend to have lower relative strength ratings.
Ø  Avoid investing aggressively in the later stages of market rallies as odds of a correction are rising. 
  
·         Identify leading sectors and focus your Target List on leading stocks within the sector:
 
Ø       Leading stocks will offer greater gains and less risk than the laggards.

 ·        Avoid low-volume breakouts:
Ø  A stock that advances above the pivot point on low volume does not have institutional backing and may be poised for further basing or potentially a price reversal.

·         Avoid buying extended stocks:
Ø       Stocks that have rallied 10 - 15% or more above their pivot point typically pullback.
- Wait for pullbacks to occur for entry opportunities in up-trending stocks.

·         Avoid adding more shares to your position in a stock that is declining:
Ø       Some investors believe that when a stock declines lower from the initial purchase price that it is a good deal as it is cheaper and a bargain. This concept is flawed, as the risk is undetermined. Minor losses can quickly snowball into severe losses.
  
·         Avoid “cheap stocks”: 
Ø  Focus on buying higher quality stocks selling at a minimum of $10 and higher.
Ø  A stock trading below $10.00 typically has low institutional participation and therefore provides for lighter volume and wild price swings.
Ø  A stock under $10.00 that is heavily institutionalized typically has fallen from higher levels to this juncture due to deterioration in fundamentals.
Ø  Stocks under $10.00 typically are in declining or basing patterns and the investor may have a long holding period. 
Ø  If you do consider to invest in a stock trading below $10.00, wait for the indicators to signal when the proper time to buy might be:
- Emerging from a sound base
- Trading close to the Pivot Point
- Heavy Volume accompanying the rise in price
- Trading Above the 50-dMA
- Rising Relative Strength
- Positive MACD momentum
- Positive fundamentals / news / earnings
- Strength of the sector in which the stock resides

·         Avoid using redundant indicators:
Example: MACD and stochastic oscillators both measure
momentum. 
Ø  Select indicators that measure different phenomena such as relative strength, momentum and trading volume. Use 1 indicator for each.   

·         Avoid emotional attachment to a stock:
Ø  You may like a product or service the company offers but “it is just a stock.”  It can help you gain or lose money.
Ø  Never allow human emotions to drive your buy and sell decisions.
Ø  Greed and Fear can destroy your portfolio.

·         Avoid Short-Selling:
Ø  Selling Short - means you sell shares borrowed from a broker as you are anticipating the stock will decline in price. Your goal is to buy the stock back at a lower level with the difference in price being your profit.  In a traditional buy and sell, you can only lose the amount of monies invested. If the stock goes to $0.00, your loss is limited the initial investment. With short-selling, the risk is unlimited. When the stock rises, you need to cover or “close the short” buying it back at a higher price. Climactic price gains in a stock driven by unforeseen factors / news stories can be devastating.
Ø  Short-Selling is part of the daily strategies within the markets and should only be applied by professional investors that can manage the associated risks.
  
·         Caution when a stock has failed to breakout on several attempts:
Ø  A stock that has surged above the pivot point on heavy volume and then pulls back to the pivot point in the same day is signaling “it is not the right time” as indicators may not be as positive as you would like them to be.


·        Caution when a stock and / or the overall market makes new highs on weak volume:
Ø  There is usually no problem when a stock edges higher for a few days on lighter volume. However, if a week or more passes with light volume up days, it suggests there is not much institutional demand for the stock.
  
·    Caution - climax runs usually are warning signals that the stock may be at a peak:
Ø  Institutional demand can drive the price up or institutions can sell shares to cause the stock to nose dive. When a stock has had a lengthy advance then suddenly spikes up 30% - 50% (or more) on heavy volume, the phrase “what goes up must come down” should be applied. You do not want to be buying in at the peak of what might be the top and final climax of the run.  
  
·       Caution when a stock advances and the sector does not confirm the move:
Ø  You might own a good performing stock within a sector but if the overall sector is weak or declining, the potential gains for your stock may be limited and the risk factor is higher. Ideally, you want to own the leading stock in an advancing sector. 


·         Caution when leaders in a sector begin to breakdown:
Ø  When the leaders in a sector begin to deteriorate in terms of price performance and technical indicator strength, it is likely the stock you own in that sector will likely do the same. Monitor carefully with stop-loss protection.

 ·   Caution when a stock makes new highs on lighter than average daily volume:
Ø  New highs on lighter volume signals the stock is having a tough time attracting new buyers.

·         View stock historical patterns that go back a number of years to see how the stock has rallied or sold off as it reached certain price levels:
Ø  Review a 3 - 5 year chart of a stock for the big picture insight to major support, resistance and trend channels of the stock. This provides for an understanding of the important, historical trends and key price levels.

·         Study past trades to analyze your winning and losing positions:
Ø  Take the time to understanding factors that contributed to wins and losses as this can help you to adjust future buy / sell strategies. There is a constant learning curve to the study of the market.

·         Do Not Chase News Headlines:
Ø  Instead of chasing news headlines or tips from friends, focus on solid growth stocks breaking out of sound bases. Identify sound chart patterns and stocks trending upward with institutional buying. 

·         Take An Investment Break:
Ø  When uncertain, stand aside. It is best to have a clear understanding of the mood, sentiment and overall health of the market prior to making an investment decision. 

·         Block Out Opinions Of Others:
Ø  Opinions are everywhere. If you let them change your mind, it will always be changing. Rely on sound strategies that identify defined buy / sell price points.  
   

REVIEW PAST TRADES TO IMPROVE PERFORMANCE:


There is no perfect formula that will guarantee successful investments all the time. However, you can be right on less than half your trades and still be a successful investor as long as you keep your losses small, let the winners ride and employ sound sell rules to secure profits.

Every investor makes mistakes. The key is to figure out where you went wrong, and then correct the bad habit. 

·         Learn From Your Mistakes:
Ø  Maintain a trading log of your investments.
Ø   After a few months, review past trades to see if you bought or sold at the right time.
Ø   Utilize charts to view the picture of the stock history identifying the buy & sell points.

 A few considerations to review of your trading activity:
1.    Did you sell a stock too early and then the stock advanced for huge gains?
2.    Did not implement a 7% - 8% stop-loss and the stock fell producing a large loss in your portfolio?
3.    Did you invest during a market downturn and experienced repeated losses?
4.    Did you miss sell signals and then see your profit in a stock evaporate?
5.    Did you buy below the pivot point and sold before the breakout?

As the above scenarios might be applicable to your portfolio, a few considerations to enhance future performance might be as follows:

1.  Hold the stock through mild corrections unless it presents clear sell signals or the market deteriorates.
2.    It is imperative to implement loss-cutting rules.
3.    Go to cash when the market flashes a series of selling days.
4.    Monitor your stock’s price & volume action daily for trouble signs.
5.    Wait until a stock clears its base before committing investment.

SUMMARY:

For many people, it seems prudent to believe that remaining invested through good and bad markets is a sound investment philosophy. This strategy can at times, bring tragic results. There are many bear markets that are not mild, and some are devastating for an investor that remains dedicated to the buy & hold philosophy. As discussed in this publication, the 4 stages of a stock cycle are BASING, ADVANCING, TOPPING and DECLINING. Hopefully, the knowledge gained from the material discussed in these chapters will enhance the investor to implement a flexible investment strategy where buys and sells are based upon the health of the market coupled with technical indicators as viewed on charts.

Regards,

Mike Hung
Batam Island

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Artikel ini ditulis oleh seorang rekan pembaca: Mike Hung dari kepulauan Batam yang diambil dari salah satu milis saham terkenal. Kami sarankan untuk anda membacanya.

Dan bagi anda para pembaca yang ingin menyumbangkan tulisan tentang investasi saham dan juga investasi global, kami sangat mengapresiasi demi memperluas pengetahuan kita bersama di dunia saham.

Salam 
Read more →