tag:blogger.com,1999:blog-91596530558768512412024-03-13T10:47:51.692+07:00Srimaya InvestmentBlog for Indonesian Value and Growth personal investor base on fundamental analyzeRyo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.comBlogger72125tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-72882469787591773342021-01-29T15:55:00.018+07:002021-01-29T16:48:18.985+07:00Bagaimana Prospek Saham BRIS Setelah Merger Bank Syariah?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPN23hEXCmOgVmczGcB2HhtqOK4zXU4XTKcXAttyRFv8KsTjZJkb0hnHXoOXBLfjb7_zyoi7cGhAMXV0eZ3Cyw5obws0YiFQCoow56Qkaa4geZtDVGWk4TQ88DCh40_8w4ZA8ENI5-DTA/s670/MERGER+syariah.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="446" data-original-width="670" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPN23hEXCmOgVmczGcB2HhtqOK4zXU4XTKcXAttyRFv8KsTjZJkb0hnHXoOXBLfjb7_zyoi7cGhAMXV0eZ3Cyw5obws0YiFQCoow56Qkaa4geZtDVGWk4TQ88DCh40_8w4ZA8ENI5-DTA/s16000/MERGER+syariah.jpg" /></a></div><br /><div style="text-align: left;">Judul di atas adalah judul yang diambil dari pertanyaan yang paling sering muncul, baik di sosial media saham, blog, youtube atau sekedar japri. <i>All right fellas</i>! BRIS..BRIS..BRIS lagi, emang ada apa sih dengan BRIS?</div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">BRIS akan merger dengan tiga perusahaan bank syariah. Betul. Apa saja? Yaitu BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri (BSM) dan BNI Syariah (BNIS), Bakal jadi besar donk? Lebih besar iya. Seberapa besar? Sayangnya... biasa saja.</div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Hah? Biasa saja!. Berita heboh begini, saham sudah jadi superman dan anda bilang itu biasa saja? Ya memang biasa saja. <i>Nyesek </i>aku mas!! Biar gak <i>nyesek</i>, yuk mari lihat data-datanya.</div><div style="text-align: left;"><br />Per 21 Oktober 2020 kemarin, BRI Syariah mengumumkan kepastian rencana mergernya, diperkuat lagi dengan statement dari Kementerian BUMN soal merger ini, plus kepastian bakal launchingnya mereka pada 1 Februari 2021 nanti. </div><div style="text-align: left;"><br />Bahkan mereka sudah punya visi misi, yaitu menjadi 3 besar bank syariah terbesar di dunia. Namanya Bank Syariah Indonesia (BSI). Hebat.</div><div style="text-align: left;"><br />Menurut Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang ditunjuk, setelah merger (bergabung) ketiga Bank Syariah ini, maka Market Cap menjadi 32,1 trilyun, terdiri dari nilai pasar wajar dari BRIS, BSM dan BNIS masing-masing sebesar 7.8 trilyun (setara harga wajar di Rp 781 per lembar), 16.3 trilyun dan 8 trilyun.</div><div style="text-align: left;"><br /><i>Which is</i> itu biasa banget.</div><div style="text-align: left;"><br />Mari bandingkan dengan Market Cap dari <i>the big four</i>-nya bank di Indonesia, kita ambil saja yang terkecil dari empat besar itu adalah BNI. Berapa market cap BNI? Pada laporan keuangan kuartal 4 tahun 2020, Market Cap BNI sebesar 144 trilyun. Berapa BCA? 815 trilyun.</div><div style="text-align: left;"><br />Sehingga, nilai 32.1 trilyun itu biasa banget. B i a s a. Oke lanjut.</div><div style="text-align: left;"><br />Setelah merger, <a href="https://www.cnbcindonesia.com/market/20210127122937-17-219090/kabar-baik-bris-pre-launch-bank-hasil-merger-di-1-februari" target="_blank">ekuitas bersama menjadi 20,4 trilyun rupiah</a>, sehingga PBV menjadi 1.57 kali (32.1 dibagi 20.4) yang mana ini masih dalam range harga wajar. Dan dengan total saham yang beredar menjadi 40,8 milyar lembar saham, maka nilai buku menjadi 499.4 rupiah per lembar saham, turun dari nilai buku BRIS saat ini yang sebesar 534 rupiah per lembar saham.</div><div style="text-align: left;"><br />Lantas bagaimana prospeknya?</div><div style="text-align: left;"><br />Pertama, yang harus kita lihat adalah prospek laba. Terus terang, BRIS ini meskipun menyandang nama BRI, namun nilai <i>return on equity</i> (ROE) nya kecil sekali. Tercatat sejak 2015 hingga 2020, ROE BRIS tidak pernah mencapai di atas 7%, paling besar itu 6.81% pada tahun 2016, selebihnya di kisaran 1.4% - 5%. </div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Bandingkan dengan "bapaknya" BRI atau BNI yang ROE selalu nyaris selalu di atas 10%.<br />Rata-rata pertumbuhan laba bersih (<i>Earning growth rate</i>) tidak stabil, pernah mencapai 38.83% pada tahun 2016 dibanding 2015, namun setahun berikutnya anjlok minus 40% pada tahun 2017 terhadap 2016 dst, baru melonjak pada 2020 dengan laba bersih (disetahunkan) 254 miliar. Mari lihat tabel:</div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgp4tvxhPTgNuhRHidILY_xwv-Nl7lHA7Wrxmj8-X6VXTLNIsdSceKncuN6UcDHU66v6woHOLqhwTb4h70Jllwzq6bUehZONdwKvQG1aHb9bqNSVMWUPg_BEt8DBYUDurJix9EBscM_Ecw/" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="" data-original-height="261" data-original-width="378" height="221" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgp4tvxhPTgNuhRHidILY_xwv-Nl7lHA7Wrxmj8-X6VXTLNIsdSceKncuN6UcDHU66v6woHOLqhwTb4h70Jllwzq6bUehZONdwKvQG1aHb9bqNSVMWUPg_BEt8DBYUDurJix9EBscM_Ecw/" width="320" /></a></div><br />Jadi, secara teknis fundamental, BRIS bisa dikatakan perusahaan yang biasa-biasa saja. Malah bisa dibilang perusahaan kagetan, alurnya mungkin mirip perusahaan start-up. Untuk sekelas grup bank BUMN laba 200 milyar itu kelas biasa banget.</div><div style="text-align: left;"><br />Bagaimana setelah merger nanti pak?</div><div style="text-align: left;"><br />Setelah merger, artinya keuntungan ketiga bank syariah tersebut dilebur jadi satu, dimana kedua bank lain, Syariah Mandiri (BSM) dan BNI Syariah (BNIS) dinilai lebih profitable. BSM mencatat laba bersih mencapai 1 trilyun sampai kuartal III 2020 dan jika dengan asumsi target laba bersih pada laporan akhir tahun tercapai, maka BSM akan mencatat laba bersih 1.3 trilyun.</div><div style="text-align: left;"><br />BNIS sendiri mencatat laba bersih 387 milyar hingga kuartal III 2020, jika disetahunkan maka menjadi 516 milyar, <i>which is</i> ini lebih ciamik ketimbang BRIS.</div><div style="text-align: left;"><br />So, mari kita tambahkan semuanya. Total laba BRIS, BSM dan BNIS (disetahunkan) menjadi 2.7 trilyun rupiah, jika dibanding dengan ekuitas setelah merger maka di dapat angka ROE sebesar 10.15% (laba dibagi ekuitas = 2.7 dibagi 20.4). Yang mana angka ROE ini menjadi menarik.</div><div style="text-align: left;"><br />Dengan kata lain, merger ketiga bank ini mengangkat derajat saham BRIS dari saham <i>"ordinary" </i>menjadi saham yang "<i>good enough</i>". Cukup bagus, tapi bukan wonderful.</div><div style="text-align: left;"><br />Lalu bagaimana prospek sahamnya?</div><div style="text-align: left;"><br />Setelah merger nanti, menurut KJPP, harga wajar saham BRIS adalah di Rp. 786 per lembar, itu dengan ROE 10.15%, sehingga PER nya menjadi 15.5 dan PBV di 1.57. Sangat wajar.</div><div style="text-align: left;"><br />Dengan kondisi yang sama, jika kita menghitung nilai intrinsik (mempertimbangkan risiko) menggunakan prinsip <i><a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/p/menghitung-harga-wajar-saham-dan-nilai.html" target="_blank">discounted cash flow</a> </i>(DCF), maka nilai intrinsik saham BRIS di kisaran Rp 699 per lembar, dengan asumsi BI rate di 7.5% dan Risk Premium negara kita masih di angka 12.88%.<br />Dengan kata lain, penilaian nilai wajar KJPP pun masih kemahalan, belum mempertimbangkan tingkat risiko perbankan di Indonesia. </div><div style="text-align: left;"><br />Apalagi untuk harga saat ini di Rp 2,450 per lembar, secara fundamental saham BRIS sudah sangat sangat kemahalan. <i>For long term investor</i>, jangan coba-coba masuk di harga sekarang.<br /><br /></div><div style="text-align: left;">Lantas, mengapa saham BRIS terbang sangat tinggi?</div><div style="text-align: left;"><br />Jawabannya hanya satu, yaitu bandar. Dengan memanfaatkan histeria pasar terhadap ekspektasi saham syariah, bandar mulai memainkan perannya untuk mengeruk keuntungan dari investor retail. Kalau kata band Utopia di lagu Baby Doll "Ku ajak kau melayang tinggi, dan ku hempaskan ke bumi"</div><div style="text-align: left;"><br />Ya, bandar memang kejam, tidak peduli anda pakai uang sekolah anak anda untuk main saham, atau pakai uang operasi orang tua anda, atau anda gadaikan rumah satu-satunya anda. Bandar tidak peduli.<br /><br /></div><div style="text-align: left;">Kapan sebaiknya beli saham BRIS?</div><div style="text-align: left;"><br />Anggap kita memakai nilai wajar dari KJPP, maka di dapat PER BRIS di 15.5x. Angka PER ini masih cukup realistis jika dibanding empat besar bank lain. Sebagai contoh, BCA memiliki PER 35.4x, Mandiri di 15.9x, BNI di 11.36x dan BRI di 20.3x. Jika kita rata-rata maka PER ke empat bank tersebut ada di 20.7x.</div><div style="text-align: left;"><br />Lantas, apakah BRIS bisa ke angka PER tersebut? Jawabannya sangat mungkin. Hanya dengan mempertahankan ROE di 10%-12% per tahun, maka dengan PER di 20.7x di dapat EPS disetahunkan menjadi Rp 50.94 per saham dan harga wajar BRIS ada di Rp 1,124 per lembar. Jika menggunakan rumus DCF dengan memasukkan BI rate di 7.5% dan Risk Premium di 12.88%, maka di dapat intrinsik value di kisaran Rp 858 per lembar. Kedua cara ini angkanya lebih tinggi dari hitungan wajar KJPP</div><div style="text-align: left;"><br />Namun jika menggunakan rumus Benjamin Graham Valuation, maka di dapat intrinsik value saham BRIS ada di Rp 1,465 per lembar (1,500-an masih oke), jauh lebih tinggi lagi. Mengapa demikian?</div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Berikut perhitungannya:</div><div style="text-align: left;"><br />Nilai Intrinsik (V) Ben Graham = (EPS disetahunkan x (8.5+(2*g)) x BI rate / <i>yield</i>)<br /><br /></div><div style="text-align: left;">dimana:</div><div style="text-align: left;"><i>g = Tingkat pertumbuhan, menggunakan ROE 10.5% (sesuai perhitungan hasil merger)</i><br /><i>BI rate = 7.5%</i><br /><i>yield = imbal hasil obligasi korporasi, jika AAA menggunakan angka 8.5</i></div><div style="text-align: left;"><i><br /></i></div><div style="text-align: left;"><i>Angka Graham Valuation lebih tinggi karena memasukkan unsur imbal hasil obligasi korporasi, yang mana pada laporan keuangan BRIS, di dapat rating AAA. Dan angka 8.5 di awal rumus adalah konstanta Ben Graham yang mencerminkan angka yang optimis dengan perhitungan respon pelaku pasar. Jika saham tersebut kurang diminati/kurang berprospek biasanya dipakai angka konstanta 7.<br /></i><br /></div><div style="text-align: left;">Lalu kesimpulannya pak? </div><div style="text-align: left;"><br />Saham BRIS dengan harga di saat ini sangat tidak layak. Bahkan jika nanti pada tanggal 1 Februari besok (<i>which is</i> tinggal 2 hari lagi) merger berjalan lancar, harga saham BRIS sudah sulit untuk dinaikkan lagi.</div><div style="text-align: left;"><br />Harapan investor telah di naikkan bandar jauh sebelum proses mergernya sendiri terjadi, padahal BRIS adalah sebuah entitas bank. Yang mana bisnisnya gitu-gitu aja. Tidak ada bank yang revolusioner seperti Tesla, atau Iphone.</div><div style="text-align: left;"><br />Perkara bahwa Indonesia adalah negara muslim terbesar adalah soal lain. Bank-bank syariah berdiri sudah sejak tahun 1991 dengan nama Bank Muammalat Indonesia, namun sudah berjalan 3 dekade (30 tahun hingga saat ini), konsumen bank syariah masih jauh di bawah bank konvensional, per Juni 2020 pangsa pasar syariah hanya 9.89%. Untuk negara mayoritas muslim seperti Indonesia, angka tersebut masih sangat jauh.</div><div style="text-align: left;"><br />Bahkan bisa dikatakan bank syariah masih menjadi pelengkap. Tidak sebanding dengan peningkatan masyarakat yang beragama Islam di Indonesia. Salah satu sebabnya adalah bukan rahasia lagi bahwa "bunga" atau keuntungan (nisab) di bank syariah jauh di atas bank konvensional. </div><div style="text-align: left;"><br />Jika kita mengambil KPR di bank syariah pasti harganya menjadi jauh diatas bank konvensional, faktor risiko di bank syariah terlalu diperhitungkan karena mereka menggunakan tarif flat (tanpa bunga). </div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Itulah mengapa sistem syariah belum terlalu merakyat, populer iya, tapi belum bisa jauh berkembang. Jikapun berkembang, misal berhasil jadi 3 bank syariah terbesar di dunia, maka perkembangannya dalam ketegori "aman dan bertahap", tidak akan terlalu progresif.</div><div style="text-align: left;"><br />So, kembali lagi, bagi anda baik investor <i>long term</i>, <i>short term</i> ataupun <i>trader</i>, lebih baik <i>wait and see</i>, dan action apabila minimal harga BRIS sudah mencapai level 1,500-an (Graham valuation). <i>That's worth it</i>. </div><div style="text-align: left;"><br />Saya tidak akan memakai target konservatif di 785 atau 1,100-an, karena memperhitungkan ekspektasi pasar terhadap BRIS, dan juga laporan imbal hasil obligasi yang dinilai sangat baik (AAA).</div><div style="text-align: left;"><br /><i>Be careful, be brave, be healthy</i>, <i>be smart</i>, pakai uang dingin, jangan pakai uang istri apalagi uang judi, jadilah investor yang cerdas.</div><p style="text-align: left;"></p><p></p>Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-41589781393865243552020-02-02T11:30:00.000+07:002020-02-02T11:30:30.306+07:00Strategi Investasi 2020 dan Saham Legacy<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjChlOIm8HAGBuXCZhbvIHFcf0R3VFlyRKDfpNXl_BN4WugI54wbtf9EtSLmsrMPqmHXNkBXvbHOFMAPI8sXenHLvg_aWKBMLi8YhQIk-nbQ42de_PVOgN_Pi1SNy6F8kTrVjTxURwfoYc/s1600/images.jpeg-1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="480" data-original-width="639" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjChlOIm8HAGBuXCZhbvIHFcf0R3VFlyRKDfpNXl_BN4WugI54wbtf9EtSLmsrMPqmHXNkBXvbHOFMAPI8sXenHLvg_aWKBMLi8YhQIk-nbQ42de_PVOgN_Pi1SNy6F8kTrVjTxURwfoYc/s320/images.jpeg-1.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Halo kawan-kawan investor, apa kabar? Lama sudah tidak menulis lagi (menulis tentang fundamental perusahaan terakhir tahun 2015) dimana tahun 2018 saya "hanya" meng-update info kenapa Value Investing lebih unggul.<br />
<br />
Kenapa kok vakumnya lama sekali? Jujur saja, satu hal, saya merasa amat sangat jenuh dengan kondisi market di Indonesia. Saya update blog ini terakhir adalah tahun 2015 dan ketika itu saya sedang membahas prospek Garuda Indonesia.<br />
<br />
Selain karena pekerjaan, kondisi market Indonesia betul-betul jenuh, saya hampir lelah menemukan saham bagus yang berharga murah, bukan tidak ada, bukan. Ada, cukup banyak malah, salah satu diantaranya adalah <a href="https://srimayainvestment.blogspot.com/2014/08/pt-erajaya-swasembadatbk-eraa.html" target="_blank">ERAA</a>. Dimana berselang dua tahun sejak tulisan dimuat, ERAA melambung cukup jauh, yak selamat bagi anda yang sudah mengakumulasi.<br />
<br />
Selain itu, praktis hanya SIDO dari Sido Muncul, MAPI Mitra Adiperkasa dan segelintir perusahaan yang kinerjanya moncer, selebihnya saham berharga murah yang nyatanya hanya jadi saham murahan/gorengan meskipun perusahaan tersebut adalah perusahaan yang solid.<br />
<br />
Contoh nyata adalah SRIL atau Sritex. Sritex itu perusahaan bagus dan bonafit, tapi tetap saja jadi saham gorengan.<br />
<br />
Lalu Lippo group. Padahal saya pernah membahas bahwa saham Lippo baik itu LPCK maupun LPKR adalah saham yang berkualitas, tapi ternyata kasus Meikarta mencoreng nama besar Lippo group dan kasus Meikarta sedari awal sifatnya politis, gencarnya pemasaran yang tidak biasa menjadi sebuah pertanyaan, kenapa Meikarta dipaksakan? Mengejar prospek Kereta Cepat Jakarta-Bandung?<br />
<br />
Apalagi selentingan informan yang berkata miring soal manajemen Lippo. <i>"Hah, Lippo? you know laah"</i>..seperti itu..<br />
<br />
Ditambah baru-baru ini dengan adanya kasus Jiwasraya dan Asabri yang menyeret aktifitas saham gorengan seperti sahamnya Hanson bersaudara (MYRX). Yup, saham gorengan, mau dipoles seperti apapun, tetap saja gorengan. Dan sekarang terbukti.<br />
<br />
Disini saya hanya ingin menegaskan bahwa di Indonesia, saham yang baik (setidaknya untuk anda investasi <i>long-term</i>) haruslah betul-betul saham yang baik. Baik dari sisi bisnis fundamental perusahaan, baik dari sisi good corporate government dan tentunya baik dari sisi manajemen.<br />
<br />
Sayangnya di Indonesia, perusahaan yang baik-baik ini sudah tidak dihargai secara murah. Dengan PER rata-rata di atas 20 dan PBV rata-rata di atas 2 atau 3. Dan perusahaan baik-baik ini telah berkategori <i>long-term</i>, alias berkinerja baik lebih dari 10 tahun.<br />
<br />
Contoh nyata ya Ultrajaya (ULTJ), Unilever (UNVR) atau bahkan Telkom (TLKM) ketika masih jaman unyu-unyu. Sekarang? Ya sudah mahal. Mahal dalam arti sebenarnya. <b>Mahal karena memang mereka pantas dihargai mahal</b>. Nike tidak mungkin dihargai seharga sepatu lokal, kan?<br />
<br />
Jadi itulah kenapa saya memutuskan untuk vakum dari penulisan saham dan fokus mengelola aktifitas investasi saya sendiri di Srimaya Investment, dimana Srimaya hingga saat ini sudah membukukan kenaikan +75% sejak 2015. Tahun dimana saya melakukan restrukturisasi saham (jual semua, mulai dari nol).<br />
<br />
Itu belum termasuk imbal hasil UNVR yang saya beli di tahun 2008 dan kemudian saya jual di tahun 2017 (+673%).<br />
<br />
Sebagai investor fundamental saya paham bahwa angka +75% tidaklah <i>amazing</i>. "Hanya" 15% per tahun. Tapi cukup untuk sekedar mengalahkan market IHSG yang naiknya 23% dan setidaknya cukup untuk menahan Srimaya dari resiko yang besar.<br />
<br />
Ada beberapa saham beresiko yang saya beli di tahun-tahun sebelumnya yang justru turun, tapi ada juga yg naik signifikan.<br />
<br />
Berikut profil saham Srimaya s.d Januari 2020:<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidtkTm94B3Fqelw1jIYdyHtPDNlgpZI1XrFE4IW7A7kNqCM7iKi3-bha4QvY1QTc88lrdREAd4Mjhn3k0bOzS4-Hp4KIrW6XyPEGs2YW2QqjWjUfe9k3b5ZdUJ5yt4VlmkRpqqj4YAbl0/s1600/chart+a2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="213" data-original-width="478" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidtkTm94B3Fqelw1jIYdyHtPDNlgpZI1XrFE4IW7A7kNqCM7iKi3-bha4QvY1QTc88lrdREAd4Mjhn3k0bOzS4-Hp4KIrW6XyPEGs2YW2QqjWjUfe9k3b5ZdUJ5yt4VlmkRpqqj4YAbl0/s1600/chart+a2.jpg" /></a></div>
<br />
Jika digabungkan dengan UNVR, maka <i>gain </i>Srimaya mencapai 105%. UNTR sendiri saya jual tepat ketika harga turun dari puncaknya ketika itu di 40 ribuan pada tahun 2018, bertepatan dengan anjloknya harga batubara. Selain UNTR dan UNVR, saham-saham di atas saya jual di tanggal 27 Januari 2020.<br />
<br />
Dari Portfolio di atas mungkin pembaca bisa simpulkan bahwa awalnya saya mengedapankan mencari saham berkualitas baik dengan harga yang murah (<i>value investing</i>). Namun di Indonesia, ternyata tidak selamanya yang tampak baik itu betul-betul baik.<br />
<br />
Contohnya PGN, ternyata menjadi anggota holding Migas dengan Pertamina Gas tidaklah terlalu menggembirakan, terlalu banyak hal (lagi-lagi) politis disitu, beban pun bertambah, sehingga ya gak heran kalo sahamnya gitu-gitu aja, anjlok susah naiknya.<br />
<br />
Di 2020 ini, saya memutuskan untuk merevisi total, hanya BBRI yang saya hold, BBRI bahkan mungkin menjadi saham saya selamanya (<i>legacy stock</i>), selama fundamental perusahaan dan bisnisnya gak kenapa-kenapa.<br />
<br />
Itulah juga yang menjadi insight saya di 2020 ini, saya menyadari bahwa Indonesia bukanlah pasar Amerika yang sangat dinamis, saham disana sangat liquid. Pergerakan saham betul-betul mencerminkan fundamental perusahaan, lihat saja Apple atau Boeing. Kondisinya nyaris mengikuti konsep pasar seimbang ala Markowitz.<br />
<br />
Sedangkan di Indonesia, pasar saham adalah pasar yang sangat kotor, jual beli <i>ngawur</i> ala gorengan sana-sini bergerak liar tanpa OJK bisa mengendalikan.<br />
<br />
OJK hanya dianggap satpam tanpa seragam, senjatanya pentungan. Ada atau tidak ada OJK seperti sama saja. Ketika OJK beraksi, maka saat itulah para broker nakal sudah kabur membawa untung, OJK persis polisi di film India, selalu terlambat.<br />
<br />
Lho, artinya anda sekarang sudah berubah? Hmm, enggak juga. Saya tetap menganut aliran <i>value investing</i> tapi juga menggabungkan dengan <i>moderate investing</i>, hal ini harus dilakukan jika ingin berinvestasi jangka panjang di Indonesia.<br />
<br />
Bukan hanya soal mencari saham di bawah nilai intrinsik, tapi juga mencari saham perusahaan yang baik. Dan yang baik-baik inilah yang sudah tidak murah.<br />
<br />
Mencari saham di Indonesia mirip-mirip mencari jodoh, jika ingin meminang Maudy Ayunda, pastikan anda punya prestasi, selera humor yang baik, pintar dan (tentunya) mapan. Susah kan?<br />
<br />
Itulah kenapa Warren Buffet menyadari bahwa saat ini kondisi pasar telah mencapai kemapanannya. Perusahaan yang bagus telah di hargai secara pantas, dan Warren Buffet memutuskan untuk membeli saham Apple yang saat di beli harganya juga sudah tidak murah.<br />
<br />
Untuk itulah juga kenapa di 2020 ini saya berubah lebih konvensional, saya berprinsip di Indonesia saham yang bagus ya harus betul-betul bagus meksipun harganya tidak terlalu bagus.<br />
<br />
Perusahaannya bonafit, profitable, management terpercaya, punya reputasi yang baik, historis yang baik dan konsumen yang setia, pasti di hargai premium juga. Ya, ada rupa, ada harga. Itulah prinsip saya dalam memilih saham di 2020 ini.<br />
<br />
Dan inilah portfolio Srimaya 2020.<br />
<br />
<h3>
<b>1. BBRI</b></h3>
Posisi BBRI tetap saya hold, seperti yang sudah saya tulis di atas, BRI mungkin akan menjadi investasi Srimaya selamanya. Selama fundamental bisnisnya baik-baik saja dan tidak terjadi gejolak politik yang signifikan seperti era 98. Bahkan jika karena gejolak ekonomi terjadi seperti tahun 2008, mungkin Srimaya justru akan menambah posisi.<br />
<br />
Kenapa kok BRI? Kok bukan Mandiri (BMRI) ataupun BNI (BBNI). Pertama, saya suka semangat bisnisnya, BRI terdepan di pelosok Indonesia.<br />
<br />
Kedua, Net Interest Margin (NIM) BRI paling tinggi diantara bank-bank lain, bahkan dari BCA atau Mandiri. NIM adalah selisih antara bunga yang didapatkan oleh bank dengan bunga ke nasabah, dibagi total aset yang menghasilkan bunga. Maka semakin tinggi NIM semakin profitable sebuah bank.<br />
<br />
Bahkan saya heran, mengajukan cicilan KPR rumah di BRI bunganya lebih rendah daripada di BTN, serius lho ini.<br />
<br />
<h3>
2. TLKM</h3>
<div>
Hanya satu kata: <i>I'm waited too long</i>. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ya, saya menunggu Telkom sudah terlalu lama, padahal saya sadar lebih dari 50% orang Indonesia memakai provider Telkomsel sejak 10 tahun yang lalu mungkin. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
April 2018 saja, pelanggan Telkomsel itu 150 juta, bandingkan dengan posisi kedua, yaitu XL Axiata di 45 juta dan Indosat 34 juta, dibawah itu menjadi kue rebutan antara Tri dan Smartfren.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Bagaimana di 2019? Pelanggan XL mencapai 59 juta, dan Telkomsel menyentuh angka 170 juta. Telkomsel tetap menjadi yang terdepan. Apalagi Telkomsel justru mengakuisisi jumlah tower milik pesaing-pesaingnya yang membuat bisnis telekomunikasi Telkomsel menjadi nomor wahid.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Bukan itu saja, Telkomsel telah jauh melampaui pesaingnya dengan mengeluarkan LinkAja, aplikasi pembayaran online sebagai pesaing online payment lain seperti Dana atau Gopay. Telkomsel pun memiliki jaringan TV prabayar plus wifi internet, yaitu Indihome yang sejak saya pasang dirumah, sudah jalan setahun dan tidak pernah ada masalah, jika ada komplain operator langsung datang ke rumah. Beda dengan TV kabel sebelumnya milik satu stasiun TV yang justru sering <i>down</i>.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Telkomsel, seperti perusahaaan telekomunikasi/teknologi yang bersinggungan dengan IT, maka tujuan satu-satunya adalah menjadi penguasa tunggal jagad IT di Indonesia. Seperti Facebook yang mengakuisisi Whatsapp dan Instagram, Facebook pun menjadi penguasa tunggal di sosial media.<br />
<br />
Lalu kita lihat Google, selain di Tiongkok, Google sudah menjadi penguasa tunggal di ranah dunia maya, bahkan Youtube dan "otak" nya Android sebagai pasar smartphone nomor satu pun punya Google.<br />
<br />
So, dengan akuisisi tower komunikasi dan membuat aplikasi di depan pesaing-pesaingnya, Telkomsel menangkap strategi utama dari bisnis informasi dan teknologi, yaitu <b>monopoli</b>.<br />
<br />
Dimana monopoli adalah salah satu titik point para perusahaan IT (kebanyakan startup) untuk mencetak untung. Google monopoli, Facebook monopoli dan Tokopedia pun mengarah kesitu.<br />
<br />
Dan kabar baiknya, Telkomsel tidak perlu berdarah-darah dahulu untuk mencetak laba, karena Telkomsel mengawali sebagai provider komunikasi sejak lebih dari 10 tahun lalu.<br />
<br />
Dan bayangkan 10 tahun dari sekarang, apakah manusia masih butuh komunikasi?<br />
<br />
Sekarang saja, komunikasi sudah menjadi 5 kebutuhan pokok manusia; Sandang, Pangan, Papan, Telepon dan Wifi. 10 tahun lagi?<br />
<br />
Okelah saya tahun alasan bapak beli karena fundamental di atas, lalu apa lagi?<br />
<br />
Saham TLKM turun sejak September 2018. Bahkan jika menggunakan laporan keuangan 2019 yang di setahunkan, maka PER TLKM berkisar 17.52x dengan PBV berkisar di 3.19x.<br />
<br />
Untuk Book Value memang terlihat mahal, tapi begitu bersanding dengan PER maka harga TLKM justru masih dibawah perusahaan mapan lainnya. Contoh, perusahaan semen yang sedang sama-sama turun.<br />
<br />
PER under 20x dengan prospek kebutuhan umat manusia membuat saya tidak ragu untuk membeli.<br />
<br />
<h3>
3. ADRO</h3>
<i>So many reason </i>kecuali harga batubara itu sendiri ketika membeli Adaro.<br />
<br />
Pertama karena Adaro memiliki cadangan batubara terbukti sebesar 13 milyar ton, nomor dua setelah BUMI. Cadangan tersebut senilai 1,15 trilyun USD dengan asumsi harga batubara di 90 USD per ton.<br />
<br />
Kedua, managemen Adaro tidak pernah aneh-aneh seperti manajemen BUMI yang sibuk bermanuver bisnis, buat perusahaan hanya untuk akuisisi dan lain sebagainya. Adaro tidak begitu, Adaro fokus pada bisnis batubara dimana batubara tersebut sebagian besar mereka salurkan lagi ke pembangkit listrik milik mereka sendiri, mereka jual ke PLN atau ekspor keluar negeri.<br />
<br />
Salah satu yang membuat saya kepincut adalah keputusan mereka dalam membangun pembangkit listik yang mereka kelola sendiri (IPP - <i>independence power producer</i>) diantaranya PLTU Bhimasena 2x1000 MW di Batang, Jawa Tengah dan skala 200 MW di Kalimantan. Ini adalah semangat bisnis Adaro yang juga mengedepankan pelayanan publik, bukan hanya soal mencari untung.<br />
<br />
Ketiga, keputusan Adaro untuk masuk ke energi baru terbarukan (EBT). Kita tahu, meskipun Adaro mengembangkan Envirocoal (batubara ramah lingkungan), tetap saja batubara adalah batubara, ada emisi kotor yang dibuang ke udara disana, belum lagi limbah dan beberapa kerusakan lingkungan.<br />
<br />
So, ketika Adaro memutuskan untuk juga bergabung di bisnis EBT, maka disinilah niat baik dari perusahaan baik-baik. <i>That's cool</i>.<br />
<br />
Tidak hanya soal untung, tapi bagaimana mengelola lingkungan secara baik, disamping juga beberapa negara mulai gencar mengembangkan energi non fosil seperti pembangkit listik tenaga air (PLTA), tenaga angin atau tenaga surya. Dan tentu saja mengancam bisnis batubara itu sendiri.<br />
<br />
Meskipun secara finansial, tenaga uap batubara menduduki daftar tertinggi soal efisiensi dan resiko.<br />
<br />
Mengapa demikian? Karena energi non fosil murni mengandalkan alam. Misal tenaga angin, tidak semua lokasi dapat dipasang, harus area tertentu yang sangat berangin untuk memutar turbin. Lalu PLTA, butuh debit air yang besar dan bendungan yang tinggi untuk mendapatkan power sebesar batubara.<br />
<br />
Sedangkan batubara, dengan volume yang lebih sedikit, usaha pembangunan yang lebih ringan dan lokasi yang lebih fleksibel, bisa menghasilkan listrik beribu-ribu megawatt, cukup untuk menerangi satu kotamadya, bahkan PLTU Paiton sebagai jantung pulau Jawa.<br />
<br />
Tapi dilain pihak, batubara keburu di cap sebagai perusak lingkungan. Okelah, sehingga ide Adaro untuk masuk ke energi terbarukan sangat saya sukai. Inilah manajemen yang bisa melihat kesempatan bisnis dan kebaikan lingkungan, bukan cuma soal jual beli.<br />
<br />
<h3>
4. UNVR</h3>
<div>
Unilever?? Kenapa anda masuk lagi ketika memutuskan untuk keluar di tahun 2017?</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Itulah namanya cinta. Tak perlu banyak alasan ketika cinta lama bersemi kembali. Apa perlu saya jelaskan lebih jauh? </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Selama shampo saya masih clear, sikat gigi saya masih pepsodent, istri saya mencuci masih pakai rinso, sabun saya masih lifebuoy atau lux dan es krim kesukaan anak saya masih produk wall's, atau perkara ketiak masih pakai rexona, disitulah saya masi bergantung pada Unilever.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ya, saya dan keluarga belum bisa move on dari Unilever, jadi ketika Unilever melakukan stock split eh <i>ndilalah</i> harga sahamnya turun tanpa ada berita negatif soal perusahaan, maka itu seperti mantan terindah yang tiba-tiba datang kerumah, dandan cantik, rapi dan dress-up, siap diajak nonton lalu tiba-tiba curhat kalau dia lagi galau, dan...</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Siapa yang nolak?<br />
<br />
<h3>
Kesimpulan..</h3>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Jadi itu saja pak saham pilihan anda di 2020 ini? Betul karena 2020 ini selain lebih konvensional, saya ingin membeli saham <i>legacy</i>, saham yang sepertinya akan saya <i>keep</i> dalam jangka waktu yang sangat lama.<br />
<br />
Saham yang "mungkin" dapat berkonstribusi ketika anak saya ingin kuliah ke luar negeri atau sekedar masuk SMA nanti. Lagipula saham <i>legacy</i> adalah saham yang layak untuk di wariskan, pun jika istri atau anak saya tidak mengerti soal saham.</div>
<div>
</div>
<div>
Lantas apa anda meninggalkan value investing? Bisa saja iya, ketika saya melihat Warren Buffet membeli Apple :).</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tapi tenang saja, tidak seru rasanya petualangan di dunia saham jika hanya berpatok ke saham <i>legacy, </i>masih ada beberapa <i>stock pick</i> saya di Srimaya berkategori value investing yang masih dalam posisi <i>wait and see..</i></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Apa itu? Tunggu saja..</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Salam</div>
</div>
<br />Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-84636033665411363142018-05-19T10:06:00.000+07:002018-05-19T10:15:23.775+07:00Kenapa Value Investing Lebih Unggul?<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkX0ZtMUVuF9l4FdU1q4_sHPJS72raXXybceg5UzFAmd6GLHcT-VAYodooW9JItx2BmbV6P6M7kLTuGDXnMs8b3IdA5IpkWwTbm6WFa3tcWSvcdKEH520UuBk3u24wBpxA1psq1pCc8po/s1600/videoblocks-value-investing-animated-word-cloud-text-design-animation-kinetic-typography_hchvmeo0e_thumbnail-full09.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="900" data-original-width="1600" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkX0ZtMUVuF9l4FdU1q4_sHPJS72raXXybceg5UzFAmd6GLHcT-VAYodooW9JItx2BmbV6P6M7kLTuGDXnMs8b3IdA5IpkWwTbm6WFa3tcWSvcdKEH520UuBk3u24wBpxA1psq1pCc8po/s640/videoblocks-value-investing-animated-word-cloud-text-design-animation-kinetic-typography_hchvmeo0e_thumbnail-full09.png" width="640" /></a></div>
<span lang="EN-US"><br /></span>
<span lang="EN-US">Srimaya is back! setelah vakum sekian lama karena kesibukan di pekerjaan dan juga mengelola investasi beberapa tahun ini, saya kembali, kembali dengan sebuah "testimoni" dari pembaca Srimaya, mengapa Value Investing lebih unggul? Nih...simak!</span></div>
<a name='more'></a>Bener gak sih? Simak yuk, ini dari Zulbiadi. Thanks to mas Zulbiadi.<br />
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Salam, saya, <a href="https://analis.co.id/"><b>Zulbiadi</b></a>, ingin
berbagi beberapa kelebihan dari menjadi seorang value investor dengan
menerapkan tehnik investasi yang dikenal dengan sebutan value investing atau
menganalisa saham berdasarkan analisa fundamental perusahaan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Banyak yang bilang, bahkan saya sendiri
pernah mendengar seorang trader beraliran growth investing mengatakan bahwa
kalau ‘Value inveting itu beresiko, karena beli saham kemudian di tinggal tidur
dan begitu bangun tau-tau perusahaannya sudah bangkrut!’<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Tapi sebenarnya ungkapan yang keluar dari
seorang trader dengan aliran yang berbeda saya kira wajar karena dia tidak tahu
sama sekali bagaimana seorang value investor dalam melakukan menajemen
investasinya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Asal tau saja, tidak selamanya orang yang
membeli saham berdasarkan analisa fundamental mainnya tahunan, terkadang ada
juga yang hitungannya cuma bulanan, tergantung value sahamnya dan kondisi pasar
saham saat itu. Bila ternyata harga suatu saham sudah naik dan harganya sudah
tampak mahal, walau baru dibeli beberapa minggu maka bisa saja kita menjualnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Intinya disini adalah bahwa lamanya waktu
investasi bagi investor yang membeli saham berdasarkan analisa fundamental
tidak selalu harus lama karena yang terpenting adalah nilai atau value saham
itu sendiri.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Di atas sekedar prolog saja, sekarang mari
kita bahas satu per satu keunggulannnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<h3>
<b><span lang="EN-US">Pertanyaannya, Kenapa Value Investing
Lebih Unggul?</span></b></h3>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Ada banyak sekali alasan atau keunggulan
dari membeli saham dengan berdasarkan analisa fundamentalnya, di antaranya
adalah:<o:p></o:p></span></div>
<h3>
<b><span lang="EN-US">1. Lebih aman dalam berinvestasi</span></b></h3>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Kenapa demikian? Ya, karena trader
beraliran value investor yang membeli saham selalu mempertimbangkan harga saham
yang akan dibeli, apakah masih murah atau tidak? Jika ya, maka ia baru akan
membelinya.<o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Memang fakta dilapangan berkata bahwa tak
selamanya saham yang sudah murah tidak akan turun lagi. Tapi sekali lagi,
sebagaimana sering saya bahas di blog saya Analis.co.id, bahwa dalam
berinvestasi saham setiap orang wajib melakukan manajemen resiko, dalam hal ini
yang saya anjurkan adalah dengan membeli bertahap.<o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Tujuan dari beli bertahap adalah bilaman
harga saham yang dibeli ternyata turun maka kita bisa melakukan averagedown
sehingga harga yang di dapat adalah harga tengahnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Nah, jika saham yang dibeli sudah murah
ditambah dengan teknik averagedown di atas maka bisa dibilang teknik main saham
yang aman sudah diterapkan.<o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Berbeda dengan growth investor yang beli
saham berdasarkan analisa teknikal dari grafik harga sahamnya saja, besar
kemungkinan bila muncul sentiment negative yang cukup kuat dan IHSG juga
terkoreksi maka saham yang dibeli bisa saja anjlok seketika. </span><br />
<span lang="EN-US"><br /></span>
<span lang="EN-US">Ya, ini karena
mereka membeli saham hanya karena melihat grafiknya, tanpa mempertimbangkan
apakah sahamnya masih murah atau tidak.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<h3>
<b><span lang="EN-US">2. Lebih santai dan tenang </span></b></h3>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Seorang trader yang membeli saham
berdasarkan analisa fundamental perusahaannya maka ia cukup melakukan sekali
analisa saja, selanjutnya tinggal tunggu timing yang tepat kemudian langsung
beli sahamnya dan tinggal tunggu tanggal mainnya kapan sahamnya naik dan mulai
harus dijual.<o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Jadi tidak perlu melototin komputer
seharian penuh sudah bisa dapat untung dari saham. Faktanya juga, baik value
atau growth investor yang sudah jago mereka rata-rata mampu menghasilkan
keuntungan sekitar 20% per tahun jika dirata-ratakan dari kinerja portofolionya
minimal 5 tahun terakhir.<o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Itu artinya, kalau hasilnya kurang lebih
sama saja maka kenapa harus membuang waktu yang banyak di depan komputer, lebih
baik beli kemudian pergi jalan-jalan bersama keluarga.<o:p></o:p></span></div>
<h3>
<b><span lang="EN-US">3. Untungnya lebih banyak</span></b></h3>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Di atas saya katakan bahwa dari kedua
aliran tersebut imbal hasil investasinya kurang lebih hampir sama saja, sekitar
20%an per tahun. Tapi, kalau merujuk ke fakta investor kawakan yang menggunakan
kedua aliran tersebut, maka sebenarnya yang paling mampu melipatgandakan nilai
investasi seorang trader adalah yang memilih value investing.<o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Dan kalau ditanya siapa investor saham yang
paling kaya dan pernah menjadi orang terkaya nomor #1 di dunia? Maka jawabannya
sudah pasti Warren Buffett. Dan tahukah kamu apa alirannya? Ya, value investing
juga yang menerapkan teknik analisa fundamental pada setiap saham yang akan ia
beli, yakni beli di harga mudah dan jual saat harganya sudah mahal.<o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Sepertinya 3 poin di atas sudah cukup<o:p></o:p></span></div>
<br />Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-32485040565236164402015-08-02T12:30:00.000+07:002015-08-03T07:17:07.190+07:00Garuda Indonesia (GIAA): Kepakan Sayap Sang GarudaSore menjelang malam kala itu di Jakarta, macet anarkis selama dua jam di tol Jorr yang biasanya terasa sangat menyiksa hari itu seperti tidak berasa, suara penyiar PAS FM Nina Amelia juga terasa berbeda, mungkin karena narasumber kali ini adalah orang yang juga bersemangat, bersemangat membawa maskapai terbesar Indonesia menjadi <i>top five star airline</i> di dunia. Yupp Emirsyah Satar kali ini yang sedang memberikan 'kuliah singkat' bagaimana membawa <b>Garuda Indonesia (GIAA)</b> dengan program prestisius <b>"Quantum Leap"</b> hingga mendunia.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimfqF1zOQk7xZUkhIU4epSlsUty-6xhUK1J4jt5EyeuidopiZzZyrlqCVFlOSsgiYLchGatCo6C_WP2Q75j0KTdFYE6ftN3sHf1lIxEbYIURxbp7fPJ34HypWNvB2fuEATNaAis4spXSs/s1600/gia2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="203" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimfqF1zOQk7xZUkhIU4epSlsUty-6xhUK1J4jt5EyeuidopiZzZyrlqCVFlOSsgiYLchGatCo6C_WP2Q75j0KTdFYE6ftN3sHf1lIxEbYIURxbp7fPJ34HypWNvB2fuEATNaAis4spXSs/s400/gia2.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">GIAA menjadi official partner club sepakbola Liverpool F.C (<i>My Fave Club</i>)<br />
sumber: <a href="http://www.liverpoolfc.com/">http://www.liverpoolfc.com/</a></td></tr>
</tbody></table>
<h4>
Quantum Leap</h4>
Tak ada maskapai di negara ini yang menurut saya memiliki <i>service</i> yang sekelas GIAA, tak perlu disebutkan satu per satu karena bagi pembaca yang pernah naik Garuda pasti tahu bedanya terbang layak dengan terbang asal sampai tujuan. Meskipun harga yang dibayarkan lebih mahal tapi itulah <i>service price</i>, harga yang kita bayar demi pelayanan jasa paripurna.<br />
<i><br />
</i> Saya ingat ketika kuliah diajarkan tentang <i>Blue Ocean Strategy</i>, yaitu strategi mengalahkan pasar dengan keunggulan penuh, menciptakan <i>brand awareness</i> terunggul tanpa pesaing, atau apa yang kita kenal saat ini sebagai <b>MOAT. </b>Strategi <i>Quantum Leap</i> adalah cerminan dari <i>Blue Ocean Strategy. </i>Emirsyah, sebagai Dirut kala itu meluncurkan strategi yang di bagi dalam empat tahap:<br />
<ol>
<li><i>Learning & Growth </i>: Strategi untuk belajar, melihat kelemahan diri sendiri, mencari solusi dengan reformasi organisasi dan reformasi operasional (armada dan jasa pelayanan). Disini GIAA membutuhkan dana tambahan untuk mendukung strategi ini kedepan, sehingga dilakukan IPO di bursa saham pada tahun 2011 di harga Rp. 750 per lembar.</li>
<li><i>Internal Process </i>: GIAA tidak langsung menerapkan kepada customer/ penumpang, namun terlebih dahulu melakukan perbaikan internal; Penggunaan dana IPO sebagai Capex untuk pembelian pesawat baru (Boeing 777-300ER), pembayaran hutang jangka panjang, perbaikan neraca keuangan, pengetatan jadwal maintenance, penambahan rute terbang, program insentif bagi karyawan hingga perbaikan <i>flow process</i> perusahaan. Maklum, sebagai emiten BUMN, sebelumnya GIAA sangat di intervensi oleh pemerintah sehingga <i>flow process-</i>nya kaku dan terbatas.</li>
<li><i>Customer </i>: GIAA lebih fokus pada <i>full airline <i>service</i>. </i>Konsep ini justru bertolak belakang dengan konsep mayoritas airline Indonesia yang menekankan pada <i>low cost, </i>mesipun GIAA juga meluncurkan<i> low cost carrier</i> dengan Citilink, namun disinilah kecerdikan manajemen, justru konsep ini yang membuat GIAA memiliki reputasi kelas dunia dan membedakan dengan <i>airline</i> lain. Jelas bagi customer naik Garuda terasa lebih prestise ketimbang naik <i>airline</i> yang lain. Dari konsep ini, GIAA mendapat predikat 5-star <i>world airline</i> dari Skytrax.</li>
<li><i>Financial</i> : Hasil akhir bagi kerja keras pihak GIAA adalah menghasilkan keuntungan yang konsisten dengan neraca keuangan yang sehat.</li>
</ol>
<div>
Sedangkan <i>milestone</i> tahunan dari konsep <i>Quantum Leap</i> dapat dilihat pada gambar dibawah:</div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnNqJ1JUHr2uYhHu7klwTdKhiiLhyZ9_bfRAM8qLlhyTPJJ1Qe-D50a7TsSUtEXRF6jfYnuva2isaVt0_Cup0ENre0a7EyftSfwBnUB6Z2Cc_VtoZwihyphenhyphenUdXdxL5MwX_HJwTPYHY4Nqg4/s1600/gia1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnNqJ1JUHr2uYhHu7klwTdKhiiLhyZ9_bfRAM8qLlhyTPJJ1Qe-D50a7TsSUtEXRF6jfYnuva2isaVt0_Cup0ENre0a7EyftSfwBnUB6Z2Cc_VtoZwihyphenhyphenUdXdxL5MwX_HJwTPYHY4Nqg4/s640/gia1.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber: Garuda Indonesia</td></tr>
</tbody></table>
<div>
Saya pribadi sangat menyukai paparan Emirsyah Satar (saat ini sudah tidak di GIAA-ed) di radio kerena <b>konsep GIAA di atas bukan hanya untuk menilai GIAA seperti apa, tapi juga sangat bisa kita terapkan di bidang usaha kita, di bidang pekerjaan kita apapun, terutama usaha di bidang jasa. <i>Excellent service is definitely must.</i></b><br />
<br />
<h4>
Jalan Terjal itu bernama Hutang</h4>
</div>
<div>
Jalan yang dilalui GIAA memang tidak mulus, sangat berliku dan berdarah-darah. Jika kita melihat neraca keuangan dan profitabilitas yang naik turun sepanjang 2011 hingga 2014. Di tahun 2014 GIAA mencetak rugi bersih 4.64 trilyun rupiah (330 juta USD) setelah sebelumnya di 2004 dan 2005 juga mengalami rugi hingga 811 milyar rupiah. Mari kita lihat rangkuman laporan keuangan GIAA dari 2003.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyAJOZhsZqmmBG8rBg-ZEsoeS9cDCcIUNM2Yy-7RYTB70NamyW1NTqdhEhJyyQGrrV4DAvPWJx4JlalDh3JmMea5NeJQVy57kenbfGP2eNdxZwOVGqiBQHjA3LKHcPuzbqTpm8xB4ir5I/s1600/gia3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="294" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyAJOZhsZqmmBG8rBg-ZEsoeS9cDCcIUNM2Yy-7RYTB70NamyW1NTqdhEhJyyQGrrV4DAvPWJx4JlalDh3JmMea5NeJQVy57kenbfGP2eNdxZwOVGqiBQHjA3LKHcPuzbqTpm8xB4ir5I/s640/gia3.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber: Garuda Indonesia Financial & Annual Report 2003-2015 Q2 (dirupiahkan)</td></tr>
</tbody></table>
Kondisi GIAA secara neraca keuangan betul-betul mengkhawatirkan, terutama pada 2004-2007 dimana kondisi laba yang negatif ditambah dengan jatuhnya ekuitas dan aset di tahun berikutnya karena adanya penjualan aset dan penarikan armada Boeing 737 akibat gagal bayar hutang jangka panjang kepada kreditur. Akibatnya lebih dari 10 rute penerbangan ditutup karena kekurangan pesawat. Saat itu hutang GIAA mencapai 10x ekuitasnya termasuk menahan pembayaran kepada vendor senilai 150 juta USD. Dan sampai 2009, hutang GIAA justru bertambah mencapai 726 juta USD , hutang tersebut diantaranya hutang terhadap ECA mencapai 300 juta USD, hutang FRN <i>(Floating Rate Notes)</i> kepada kreditur di Singapura sebesar 131 juta USD serta sisa hutang lainnya kepada Angkasa Pura II dan Pertamina.<br />
<br />
Dengan DER sebesar 10.61x, membuat GIAA saat itu dalam kondisi gagal bayar, dimana jika kondisi itu tidak segera ditangani maka dapat membuat perusahaan tersebut bangkrut meskipun itu perusahaan BUMN. Contoh yang nyata adalah Merpati Nusantara Airlines.<br />
<br />
<h4>
Kondisi Saat Ini</h4>
Laporan keuangan GIAA adalah salah satu laporan emiten yang paling saya tunggu di kuartal kedua tahun ini, karena GIAA merupakan 'sosok' yang menarik menurut saya. Bagai Don Juan, <i>excellent service</i> diluar tapi bermasalah di dalam. Tak berlebihan jika kami penasaran pada laporan keuanganya (selain SRIL, tapi SRIL sudah tidak penasaran karena sahamnya sudah di goreng-ed). Karena pula tahun 2015 ini adalah tahun terakhir dari program <i>Quantum Leap</i>, tahun 2015 ini adalah hasil dari proses reformasi Garuda Indonesia yang dilalui dengan jatuh bangun.<br />
<br />
Sepertinya program <i>Quantum Leap</i> mulai mencatat hasil bagus, dimulai dari 2012 ketika itu GIAA memprioritaskan pembayaran hutang jangka panjang dengan kreditur dan terutama hutang dengan Angkasa Pura. DER GIAA pun membaik menjadi 0.02 alias sangat berhasil. Namun hal ini belum diimbangi dengan membaiknya neraca operasional, terutama tahun 2014.<br />
<br />
Dan saat ini GIAA mencatat laporan keuangan yang cukup baik pada kuartal 1 2015 lalu dan dilanjutkan pada laporan kuartal 2 ini dimana laba operasi GIAA tercatat positif sebesar 77,5 juta USD. Kondisi ini berbanding terbalik dengan setahun yang lalu ketika GIAA mencatat rugi besar -235 juta USD akibat bengkaknya biaya beban usaha. Biaya ini pula yang membuat kerugian GIAA pada tahun 2004-2005.<br />
<br />
Tentu saja membaiknya kondisi ini sangat dipengaruhi turunnya biaya operasional, mari kita lihat komponen biaya-biaya yang ada.<br />
<style type="text/css">
table.tableizer-table {
border: 1px solid #CCC; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;
font-size: 12px;
}
.tableizer-table td {
padding: 4px;
margin: 3px;
border: 1px solid #ccc;
}
.tableizer-table th {
background-color: #2C87E1;
color: #FFF;
font-weight: bold;
}
</style><br />
<table class="tableizer-table"><tbody>
<tr class="tableizer-firstrow"><th>BEBAN USAHA (USD)</th><th>2015</th><th>2014</th><th>% Bobot </th><th>Delta</th></tr>
<tr><td><b>Operasional penerbangan </b></td><td><b>1,057,908,945 </b></td><td><b>1,198,105,189 </b></td><td><b>58.94%</b></td><td><b>-11.70%</b></td></tr>
<tr><td>Pemeliharaan dan perbaikan </td><td>173,082,588 </td><td>163,096,828 </td><td>9.64%</td><td>6.12%</td></tr>
<tr><td>Tiket, penjualan dan promosi</td><td>152,467,236 </td><td>171,186,100 </td><td>8.49%</td><td>-10.93%</td></tr>
<tr><td>Bandara</td><td>146,470,065 </td><td>146,979,480 </td><td>8.16%</td><td>-0.35%</td></tr>
<tr><td>Pelayanan penumpang </td><td>130,775,180 </td><td>146,569,260 </td><td>7.29%</td><td>-10.78%</td></tr>
<tr><td>Lain lain</td><td>134,115,053 </td><td>149,217,708 </td><td>7.47%</td><td>-10.12%</td></tr>
<tr><td>Jumlah Beban Usaha </td><td>1,794,819,067 </td><td>1,975,154,565 </td><td></td><td><b>-9.13%</b></td></tr>
</tbody></table>
<br />
Faktor terbesar penurun biaya adalah operasional penerbangan, kita jelajahi lebih detail lagi.<br />
<style type="text/css">
table.tableizer-table {
border: 1px solid #CCC; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;
font-size: 12px;
}
.tableizer-table td {
padding: 4px;
margin: 3px;
border: 1px solid #ccc;
}
.tableizer-table th {
background-color: #0F74D7;
color: #FFF;
font-weight: bold;
}
</style><br />
<table class="tableizer-table"><tbody>
<tr class="tableizer-firstrow"><th>Beban Operasional Penerbangan (USD)</th><th>2015</th><th>2014</th><th>% Bobot </th><th>Delta</th></tr>
<tr><td><b>Bahan Bakar</b></td><td><b>533,192,642 </b></td><td><b>759,219,927 </b></td><td><b>50.40%</b></td><td><b>-29.77%</b></td></tr>
<tr><td><span style="color: #3d85c6;">Sewa & Charter Aircraft</span></td><td><span style="color: #3d85c6;">423,849,897 </span></td><td><span style="color: #3d85c6;">325,962,912 </span></td><td><span style="color: #3d85c6;">40.06%</span></td><td><span style="color: #3d85c6;">30.03%</span></td></tr>
<tr><td>Gaji & Tunjangan</td><td>55,550,856 </td><td>75,306,899 </td><td>5.25%</td><td>-26.23%</td></tr>
<tr><td>Penyusutan</td><td>32,899,945 </td><td>26,003,754 </td><td>3.11%</td><td>26.52%</td></tr>
<tr><td>Asuransi</td><td>8,589,333 </td><td>7,520,684 </td><td>0.81%</td><td>14.21%</td></tr>
<tr><td>Beban imbalan pasca kerja</td><td>2,789,751 </td><td>3,291,563 </td><td>0.26%</td><td>-15.25%</td></tr>
<tr><td>lain-lain</td><td>1,036,523 </td><td>799,440 </td><td>0.10%</td><td>29.66%</td></tr>
<tr><td>Total</td><td>1,057,908,947 </td><td>1,198,105,179 </td><td></td><td></td></tr>
</tbody></table>
<br />
<i>Fuel</i> atau bahan bakar memegang peranan penting dalam struktur biaya operasi, hampir sepanjang sejarah perjalanan penerbangan Indonesia apapun maskapainya, komponen biaya ini senantiasa meningkat setiap tahun, sangat menggembirakan melihat GIAA berhasil menurunkan konsumsi avtur dengan tetap meningkatkan <i>traffic</i> penerbangan.<br />
<br />
Kami melihat langkah yang dilakukan GIAA diantaranya sebagai berikut:<br />
<ol>
<li>Keputusan management GIAA untuk menggunakan pesawat baru yang tentu saja lebih irit bahan bakar dan penggunaan pesawat sesuai jarak tempuhnya. Diantaranya Boeing 777 & Airbus 330-300 untuk <i>long flights, </i>B-738 untuk <i>medium flights</i> dan CRJ 100/ATR-72 untuk <i>short flights</i>. Jadi tidak ada lagi penerbangan Jakarta-Lampung menggunakan Boeing atau Airbus yang akan sangat boros untuk jarak pendek.</li>
<li>Identifikasi penghematan biaya dari<i> non-fuel cost</i> sebesar 198 juta USD.</li>
<li>Menutup jalur penerbangan yang tidak profit.</li>
<li>Menambah kuota penerbangan Umrah dan tujuan luar ke China.</li>
<li>Melakukan <i>hedging </i>senilai Rp 1 trilyun (total Rp 2 trilyun) untuk mengantisipasi perubahan kurs dalam sistem <i><a href="https://ihedge.wordpress.com/2007/06/10/cross-currency-swaps-perkenalan/">cross currency swap</a>. </i>Dari skema ini GIAA menghemat 16,4 juta USD.</li>
</ol>
<div>
Bagi sebagian investor tabel diatas menyisakan pertanyaan, yaitu naiknya biasa sewa pesawat. Apakah selama ini GIAA hanya menyewa dan bahkan tidak memiliki pesawat sendiri? Apakah ada indikasi korupsi yang terjadi karena dana <i>expanding</i> tidak digunakan semestinya? Mari simak tabel dibawah:</div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsVZtjptdYbh_gjLA-CFArC-vXyxgr0qz96oG-mizHOSgMSekOEvsEvv3-LKxbOd7xmJhcAO1RxsQUfQoWIVQ1YyqYjnlfZadbYCNmnVx7DXHraskv637HZohG_hOl1ps9R9VMGzaG2aE/s1600/gia4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="363" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsVZtjptdYbh_gjLA-CFArC-vXyxgr0qz96oG-mizHOSgMSekOEvsEvv3-LKxbOd7xmJhcAO1RxsQUfQoWIVQ1YyqYjnlfZadbYCNmnVx7DXHraskv637HZohG_hOl1ps9R9VMGzaG2aE/s400/gia4.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Garuda Indonesia Corporate Presentation 2015</td></tr>
</tbody></table>
<div>
<br /></div>
<div>
Untuk Garuda sendiri hanya memiliki 19 pesawat dari total 150 pesawat alias sisanya sewa. Mengapa demikian? kami mendapat penjelasan dari salah satu pejabat GIAA tentang ini, point terpenting ialah bahwa GIAA memprioritaskan terhadap rata-rata umur pemakaian pesawat dan membuat kebijakan untuk hanya menggunakan pesawat paling lama berumur 5 tahun, diatas umur itu pesawat akan di ganti. Nah, untuk menghemat dana pemakaian pesawat maka akan lebih efisien jika melakukan sistem sewa, daripada beli lalu kemudian pesawatnya dilelang atau terus dipakai hingga menjadi pesawat tua seperti yang selama ini terjadi di banyak maskapai Indonesia. Ini membuat beberapa keuntungan, namun yang terpenting ialah GIAA tetap memprioritaskan keamanan dan kenyamanan penerbangan.</div>
<div>
<br /></div>
<h4>
Analisa Saham GIAA</h4>
<div>
Saya sendiri tidak memiliki analisa tentang saham GIAA karena GIAA tengah melakukan apa yang dinamakan <i>turn-around management. </i>Sesuai target Emirsyah Satar, hasil<i> turn-around</i> itu akan bisa dilihat pada 2015. Dengan demikian kita belum bisa berharap hanya dengan melihat profitabilitasnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Lebih mendalam, saham GIAA saat ini masih dibawah harga pada saat IPO sebesar Rp 750/lembar. Saat ini harga saham GIAA sebesar Rp 437/lembar atau bernilai 0.96x dari nilai bukunya. Melihat harganya yang dijual jauh di bawah harga IPO, pastilah harga saat ini sudah sangat murah tapi belum tentu ketika kita melihat PERnya karena laba masih belum stabil sesuai periode <i>turn-around</i>.</div>
<div>
<br />
Lalu bagaimana untuk memastikan masalah diatas?. Disini kita memakai apa yang disebut:</div>
<div>
<b style="font-style: italic;"><br /></b></div>
<div>
<b style="font-style: italic;"><a href="http://www.investopedia.com/terms/p/price-to-cash-flowratio.asp">Cash per Share to Price Ratio (CPR)</a>. </b>Yaitu melihat rasio saham dari uang kas. Dari laporan keuangan Q2 2015 GIAA memiliki kas dan setara kas 463 juta USD atau setara 6,185 trilyun rupiah (1 USD = Rp. 13.330) . Dengan jumlah saham beredar sebanyak 25,9 juta lembar maka GIAA memiliki <i>Cash per Share</i> sebesar 283.3 rupiah. Dengan demikian <b>CPR GIAA = Rp. 283.3 / Rp. 437 = 54.65%.</b></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Rasio diatas 50% mengindikasikan saham tersebut dijual dengan cukup murah, metode ini mendekati metode Benjamin Graham dengan <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2014/10/net-net-value-cara-lain-menentukan.html"><i>Net-Net Value</i> (Kami bahas disini)</a> dimana Ben Graham menginginkan saham yang <b>dijual dibawah uang kas-nya. </b>Analisa seperti ini cukup efektif jika diterapkan pada bisnis yang sedang melakukan <i>turn-around</i>. Tak heran jika CT sampai memborong saham GIAA pada saat <i>right issue</i> waktu lalu.</div>
<div>
<br />
Hutang GIAA turun secara USD namun naik secara Rupiah. Secara likuiditas, rasio lancar GIAA yang masih dibawah 1 merupakan sinyal yang kurang baik, ditambah DER yang masih berkisar 1.64x ekuitasnya. GIAA masih rentan dengan hutang.</div>
<div>
<br /></div>
<h4>
Prospek GIAA Kedepan</h4>
<div>
Jika bicara prospek, tak ada yang perlu diragukan saya rasa dengan melihat komitmen GIAA dalam layanan <i>full service</i>, apalagi di tahun 2015 ini, GIAA akan memakai Terminal 3 Ultimate sebagai basis penerbangan full service. Dengan kondisi bandara yang lebih nyaman, GIAA lebih terkesan eksklusif dengan hanya bergabung pada pesawat yang masuk kelompok <i>full service airline</i>.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kita lihat prospek pertumbuhan airline di Indonesia:</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjA9zmF7zCaWiB9sDIieAwmBYn6lTYRbEJsRpJ97GmwTlgJg0JoX_VcRByJDLaEGzsxWg2L8guZqJm1YYh6NlgTeOml1is6Mrx54OMPAyG5Dfwuj2GNXcZsAEYlnm0sq3HbscrNvQSO_JM/s1600/gia5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjA9zmF7zCaWiB9sDIieAwmBYn6lTYRbEJsRpJ97GmwTlgJg0JoX_VcRByJDLaEGzsxWg2L8guZqJm1YYh6NlgTeOml1is6Mrx54OMPAyG5Dfwuj2GNXcZsAEYlnm0sq3HbscrNvQSO_JM/s320/gia5.jpg" width="316" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pertumbuhan airline kita malah lebih pesat dari China, meskipun secara nasional GIAA masih kalah dari Lion Air akibat <i>low cost</i> dan jumlah pesawat. Namun saya rasa tidak ada yang menjawab ragu ketika ditanya lebih terasa nyaman dan aman mana naik pesawat?</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Selanjutnya yang terpenting dari bisnis penerbangan adalah <i><b>on time schedule performance</b></i>. Ini mengindikasikan apakah maskapai memiliki<i> sense of service</i> terhadap penumpang. GIAA memiliki rasio yang tidak main-main dalam hal <b><i>on time schedule</i>, rasionya mencapai 89.1 persen.</b> Angka ini jauh sekali di atas maskapai lain di Indonesia, bahkan jauh lebih baik dari maskapai negara tetangga kita.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Untuk berinvestasi di GIAA memang tidak sembarangan, saya pribadi sangat tertarik masuk ke saham GIAA (tentunya untuk jangka waktu sangat panjang) setelah selama ini merasakan service yang paripurna dari sebuah <i>airline</i>. Saya selalu mendapat <i>head-set</i> yang baik untuk mendengarkan musik, film yang cukup baru, <i>member card</i>, dan tentunya makanan yang enak tanpa hanya sekedar basa basi. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Persoalannya adalah beberapa kalangan masih belum yakin sistem <i>turn-around management</i> GIAA dengan <i>Quantum Leap</i> bisa membawa GIAA sehat kembali. Perlu kejelian lebih untuk melihat hasil <i>turn-around</i> seperti itu. Toh, bisnis airline adalah bisnis yang tidak pernah mati, bukan bisnis <i>cycle</i> namun membutuhkan biaya investasi yang besar. So, dibutuhkan kesabaran extra keras.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Salam Investasi</div>
</div>
Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-47976175887114684522015-07-26T12:09:00.003+07:002015-07-26T12:21:20.190+07:00Boom and Bust Theory Bagian 3: Antara Beijing dan JakartaDear rekans, sebelumnya izinkan saya untuk mengucapkan Minal Aidzin Wal Faidzin, mohon maaf lahir batin bagi seluruh pembaca setia blog Srimaya ini, semoga seluruh ibadah di bulan puasa lalu mendapat berkah yang maksimal bagi yang menjalankannya.<br />
<br />
Masih menyambung artikel sebelumnya tentang terjadinya Boom and Bust, untuk mempermudah pemahaman bagi para rekan terutama yang baru masuk dunia pasar modal / investasi dan masih kebingungan dengan turunnya nilai investasi secara ekstrim yang diikuti munculnya istilah <i>bubble</i> di berita. Berikut saya sederhanakan secara umum 10 tahap terjadinya <i>Boom and Bust</i> dalam suatu negara:<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQYkh_mOKYuEk65YlaPKrxWQW2EMvOilDR7rygtnnpXDFAaY2K_VHv4Oc5OTRt_jfz-Ux6JxqBq6RMLk7tDy6HqP19-V1UnnT67OwW9RW0b8g6H4wHJUcJMJwi7foDnycJSSvClUexXeQ/s1600/Skema+Boom+and+Bust.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQYkh_mOKYuEk65YlaPKrxWQW2EMvOilDR7rygtnnpXDFAaY2K_VHv4Oc5OTRt_jfz-Ux6JxqBq6RMLk7tDy6HqP19-V1UnnT67OwW9RW0b8g6H4wHJUcJMJwi7foDnycJSSvClUexXeQ/s640/Skema+Boom+and+Bust.jpeg" width="383" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: left;"><br /></td></tr>
</tbody></table>
<h3>
China dan Gelembung Pasar Saham.</h3>
<div>
Dari infografis diatas kita sebetulnya bisa menilai secara masing-masing kondisi investasi yang kita ikuti berada dalam fase apa, sayangnya kita tidak pernah betul-betul mengetahui kita berada dalam fase apa karena semua individu memiliki persepsi. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa persepsi manusia adalah bias / salah. Namun kita diajak untuk membenarkan persepsi bias tadi dengan mengumpulkan satu per satu persepsi individu menjadi persepsi massal. Caranya: memuat artikel di media, email berlangganan, dan e-book. Dan persepsi dari banyak individu tersebut akhirnya mempengaruhi kita yang awalnya menyadari secara logika. Ini pula yang saat ini sedang melanda China.<br />
<br />
<h4>
<i>The Chinese market is the wild wild west version of the stock market.</i></h4>
</div>
<div>
Tak berlebihan jika bursa saham China dijuluki <i>wild wild west</i> bursa saham. Istilah <i>wild wild west</i> adalah ungkapan orang Amerika untuk sesuatu yang liar dan tak terkendali. Ibarat koboi yang belum matang tapi sudah mengendarai kuda rodeo.<br />
<br />
Di Amerika, bursa saham adalah bursa yang sudah sangat matang, sudah melalui beragam kondisi <i>boom and bust</i> yang seperti infografis jelaskan di atas dan sudah teruji dalam setiap gejolak ekonomi dunia. Itulah mengapa di Amerika tersedia 'pengaman' sekaligus 'pelecut' untuk orang tetap bertrasaksi di Wall Street, diantaranya: shorting, options, circuit breakers, futures, index dan re-balancing, yang dikelola oleh perangkat profesional (hedge funds, institutional funds, pension funds, dan retail investor).<br />
<br />
Sebaliknya, pasar saham China masih muda, seperti di Indonesia, kondisi pasar modal China belum memiliki mekanisme pasar selayak Amerika (tidak ada options, shorting hanya diijinkan terbatas) dan lebih penting lagi, masyarakat China belum memiliki pengetahuan akan pasar modal dengan baik, termasuk pengetahuan akan resiko pasar modal (disini Indonesia lebih baik).<br />
<br />
Periode <i>Boom</i> dimulai tahun 2013, bahasa sederhananya ketika itu China sebagai pemilik predikat negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia mulai tertarik mengembangkan pasar modalnya, Dimulai dengan suntikan dana besar pemerintah China kedalam pasar, terutama pada perusahaan BUMN dimana bertujuan agar ada peningkatan modal untuk menunjang berbagai proyek infrastruktur, teknologi, manufaktur dan perbankan yang meningkat sangat pesat.<br />
<br />
Meskipun awalnya pasar mengalami <i>stuck </i>tetapi cenderung bergerak naik secara wajar sesuai dengan fundamental ekonomi ditambah dengan adanya kebijakan perbaikan likuiditas dan kelonggaran pinjaman. Namun katalis terbesarnya justru ketika pemerintah China mulai membuka akses hubungan langsung dengan pasar modal Hong Kong untuk menarik minat investor international pada April 2015 lalu.<br />
<br />
Tahapan Boom and Bust di China sebagai berikut:<br />
<br />
2013, Pasar saham China mulai naik secara perlahan, dari mulai <a href="http://www.szse.cn/main/en/">Shenzhen Stock Exchange</a>, <a href="http://english.sse.com.cn/">Shanghai Stock Exchange</a>, dan Hong Kong Exchange. Kenaikan ini masih sesuai dengan kondisi fundamental China yang dinilai sebagai negara dengan pertumbuhan tercepat.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6nrrGIHeYJh63pMMioEqAU9IyxcpufXfm-GDFDCxuAQh-r0CHssaSNkQ8hwUUf4ragtTxFyaYzTJFD5uvGoFBkH0nsvnfDDWqzJJWlpe3qilBki03Bx6TLuxO52zyYBlGuviswY7jJ4o/s1600/China+market.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="293" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6nrrGIHeYJh63pMMioEqAU9IyxcpufXfm-GDFDCxuAQh-r0CHssaSNkQ8hwUUf4ragtTxFyaYzTJFD5uvGoFBkH0nsvnfDDWqzJJWlpe3qilBki03Bx6TLuxO52zyYBlGuviswY7jJ4o/s640/China+market.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber: Bloomberg</td></tr>
</tbody></table>
<br /></div>
Dari grafik di atas, coba bandingkan antara Shenzen dan Shanghai Stock Exchange yang naik secara <i>Boom! </i>dengan IHSG dan Dow Jones yang naik secara 'normal' dan bertahap.<br />
<br />
2014, bursa China terus menerus naik dengan selalu mencetak <i>all time high</i>-nya. Koran dan majalah lokal maupun asing selalu berisi tentang gembar-gembor ekonomi China yang tumbuh pesat. Ini membuat masyarakat China terpancing menciptakan harapan untuk menjadi lebih cepat kaya dan jalan satu-satunya ialah masuk bursa saham, siapa yang tidak tergiur keuntungan lebih dari 20% dalam satu bulan?<br />
<br />
2015, masyarakat China semakin berlomba untuk membuka rekening baru di sekuritas lokal, beberapa analis menyebut angka 20 juta rekening baru dibuka dalam periode April hingga Juni 2015. Hal ini tidak menjadi masalah apabila rekening dibuka secara wajar tanpa ada pertaruhan. Yang menjadi masalah ialah ketika sekian banyak rekening itu dibuka oleh masyarakat China dengan hanya sedikit uang <i>cash</i>, alias <b>berhutang</b>, bukan hanya mempertaruhkan tabungan sebagai jaminan tetapi juga aset; rumah, apartemen, kendaraan dan lebih gila lagi beberapa pengusaha menjaminkan pabriknya untuk masuk ke bursa saham. Entah bagaimana pola pikirnya otoritas jasa keuangan disana, yang pasti rasio margin mencapai 10:1.<br />
<br />
<h4>
Lupakan Fundamental</h4>
Pasar China dominasi oleh investor yang belum atau bahkan tidak berpengalaman, ini membuat hanya sedikit dari mereka yang melakukan valuasi terhadap rasio harga terhadap laju laba emiten di pasar. Bahkan muncul anekdot <i>"Forget the fundamental, just follow the algorithm"</i>. Maksudnya jelas, tidak perlu melihat fundamental emiten seperti apa, yang penting adalah lihat chart, dan selalu beli ketika harga <i>break</i>. Tentu saja teknik Darvas sangat berguna disini. <a href="http://www.darvastraderpro.com/nicolas-darvas-system.htm">Selengkapnya Tentang Darvas</a> dan <a href="http://www.darvastrader.com/2015/02/12/how-to-make-big-money-trading-the-trend/">ini</a><br />
<br />
Akibatnya <i>price earning ratio</i> (P/E) di Shanghai Stock Exchange mencapai kisaran 20x dan di Shenzen Stock Exchange mencapai 50 - 60x dari rata-rata kenaikan laba bersih emiten-emitennya. Bahkan ChiNext, kumpulan saham-saham <i>small-cap</i> memiliki trailing P/E hingga mencapai 90x. Angka ini dua kalinya dari kejadian bubble dot.com di Amerika.<br />
<br />
Mania berlangsung beberapa saat sebelum banyak dari Investor China maupun asing yang berpengalaman mulai menyadari bahwa gelembung sudah nyata di depan nyata. Pada April 2015, dua bulan sebelum gelembung pecah, Teng Bingsheng dosen dari Cheung Kong Graduate School of Beijing sudah memperingatkan <i>"The bubble is making and valuations are extremely expensive"</i>.<br />
<br />
<h3>
Antara Beijing dan Jakarta</h3>
<div>
Bagaimana sebetulnya ekonomi China sebelum menghadapi pecahnya gelembung pasar saham? Apakah berpotensi seperti Amerika 1929? Lalu yang terpenting, bagaimana dampak kepada Indonesia?<br />
<br />
Kita tahu bahwa erat kaitan ekonomi China dengan Indonesia, karena sebagian besar barang-barang konsumsi, dari mulai gelas plastik hingga skala pembangkit listrik melakukan kerjasama dengan China.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mari kita lihat chart di bawah ini.</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgr7rLKdqJ4pG4WLahsB3Xe25A_0O1L-xXYGUUQXqyhY-RLj6vMQ0C2K97gLkmp38ypwjz3xJKgR9nwaD4rzP5s0WoYoh573Sx9dacJ3vw3zBv-jnZ9XXXLvwjrSGlvcd-vDWUgv5Is1MM/s1600/GDP1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgr7rLKdqJ4pG4WLahsB3Xe25A_0O1L-xXYGUUQXqyhY-RLj6vMQ0C2K97gLkmp38ypwjz3xJKgR9nwaD4rzP5s0WoYoh573Sx9dacJ3vw3zBv-jnZ9XXXLvwjrSGlvcd-vDWUgv5Is1MM/s1600/GDP1.jpg" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Perhatikan garis lurus berwarna orange di atas, itu adalah garis <i>delta</i> <i>mean </i>atau garis laju rata-rata pertumbuhan tahunan GDP (<i>Gross Domestic Bruto</i>) antara China dan Indonesia. Terlihat telah terjadi perlambatan perekonomian yang bukan hanya China tetapi juga Indonesia. Kabar baiknya, angka pertumbuhan GDP kita masih lebih tinggi dari 5 tahun yang lalu, berbeda dengan China yang angkanya sudah lebih rendah dari 5 tahun yang lalu. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sekilas memang terlihat bahwa ekonomi Indonesia dan China sedang sakit. Namun apakah seperti itu? Seperti kita tahu bahwa faktor pembentuk GDP ialah konsumsi (masyarakat dan pemerintah), investasi dan nilai ekspor impor. Karena hubungan China dan Indonesia adalah perdagangan, mari kita mulai dari yang terakhir, yaitu melihat laju neraca perdagangan ekspor impor yang biasa disebut <i>Balance of Trade </i>(BOT).<br />
<br />
Silahkan simak chart <i>Balance of Trade</i> di bawah ini:<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMDxEroDeUXmARQN9kmU1sPDGICBKBvoCA-jdy-4jns18v88XSOeAH_BtUHJXWjnWU6MsS0lPNdpJpDw1tl0Cl2HiNx8aMIXytWPPMdLdfS4o_wac9Cxqt9sgSpUxNYnwuy6l9uoq4WSw/s1600/GDP4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMDxEroDeUXmARQN9kmU1sPDGICBKBvoCA-jdy-4jns18v88XSOeAH_BtUHJXWjnWU6MsS0lPNdpJpDw1tl0Cl2HiNx8aMIXytWPPMdLdfS4o_wac9Cxqt9sgSpUxNYnwuy6l9uoq4WSw/s640/GDP4.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><br /></td></tr>
</tbody></table>
<i>Balance of Trade</i> ialah indikator yang menunjukkan perkembangan dari ekspor dan impor suatu negara. Sehingga jika kita perhatikan, baik China maupun Indonesia sama-sama memiliki laju BOT yang positif setahun terakhir dimana nilai ekspor lebih besar dari nilai impor. Meskipun jika dirunut dalam 10 tahun terakhir BOT kedua negara terutama Indonesia masih cenderung menurun dan masih dibawah garis <i>mean </i>tapi posisi Indonesia sedang merangkak naik (perhatikan lingkaran).<br />
<br />
Yang kedua, cara simple melihat apakah China dan Indonesia bermasalah ialah dengan melihat laju <i>consumer confident</i>, yaitu indikator yang menggambarkan kepercayaan diri dari konsumen (masyarakat) terhadap daya beli, pendapatan dan lapangan pekerjaan.<br />
<i><br /></i>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCf7BrdY9XGtNy1LpEcAoeJz5vErJ8i_FAwfRjSWOMe04N9P29l-2x0jRYI0vLsoVVl6FuAonRIYdJATTUeXS0qqu5ahXSwWycnS2ybMRvHkwx6ErRY62ZX8bBJNMwB8dsLWXjKJ_SkaE/s1600/GDP5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="304" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCf7BrdY9XGtNy1LpEcAoeJz5vErJ8i_FAwfRjSWOMe04N9P29l-2x0jRYI0vLsoVVl6FuAonRIYdJATTUeXS0qqu5ahXSwWycnS2ybMRvHkwx6ErRY62ZX8bBJNMwB8dsLWXjKJ_SkaE/s640/GDP5.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><br /></td></tr>
</tbody></table>
Grafik yang mengejutkan, sebagian besar dari anda pasti mengira bahwa Indonesia yang di dominasi oleh berita-berita pesimis dalam negeri memiliki indikator konsumen yang rendah, tapi justru negara kita ini memiliki tingkat kepercayaan konsumen yang lebih tinggi dari China dan bahkan Amerika.<br />
<br />
Data ini memang diambil dari survey terhadap golongan <i>mid-low</i> hingga<i> high-end</i> atau berarti golongan bergaji 3 juta ke atas. Golongan ini merupakan bagian dari 78% pembentuk nilai GDP Indonesia sehingga dari golongan inilah sebetulnya ekonomi kita berjalan.<br />
<br />
Anda tidak perlu heran sebetulnya, grafik ini sudah cukup menjawab mengapa Mall di hampir seluruh kota di Indonesia selalu ramai setiap <i>weekend</i>?<i> </i>ataupun mengapa antrian tol Cipali bisa luar biasa panjangnya ketika musim mudik, padahal mudik membutuhkan biaya besar. Justru saya akan lari dari negeri ini kalau tiba-tiba jalur mudik menjadi sepi.<br />
<br />
Indikasi berikutnya adalah melihat kenaikan tingkat hutang negara. Dan kita akan coba bandingkan <i>external debt (</i>Hutang yang dibiayai pihak luar negeri) antara China dan Indonesia.<br />
<br />
Pada tahun 2004, China memiliki <i>external debt </i>sebesar 2,629 hundred million USD dan meningkat menjadi 8,955 hundred million USD pada 2014, hutang China meningkat 202% selama 10 tahun. Indonesia memiliki <i>external debt </i>sebesar 139 hundred million USD pada 2004 dan meningkat menjadi 292 hundred million USD pada 2014. Atau meningkat 117% pada periode yang sama. Jadi jika bandingkan dari tingkat hutang, Indonesia masih jauh di bawah China, lebih baik dari Malaysia yang hutang luar negerinya bertambah sebanyak 8000% (yes tidak kelebihan nol, delapan ribu persen) hanya dalam waktu 6 tahun, bahkan lebih baik dari Jepang yang disebut sebagai negara paling maju di Asia.<br />
<br />
<h4>
</h4>
<h3>
Kesimpulan</h3>
<div>
<span style="font-weight: normal;">Apakah di China sudah terjadi Bust? Ya. Apakah Indonesia juga indikasi terjadi Bust? Boom saja belum, coba perhatikan table ini.</span><br />
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjv-AdGBff8C1PV_dMOVqquGcSOGGfgQyuaYHvsanE2z2zABl1XVYoKqCilVAT5WmOzAFQsGzwegVgd5s_lIJlttOHzwo_plfDQBf5ezXOFcFnKvnsgy4R3RMvRFuvEKH-GvrmwsyopLqE/s1600/GDP6.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="59" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjv-AdGBff8C1PV_dMOVqquGcSOGGfgQyuaYHvsanE2z2zABl1XVYoKqCilVAT5WmOzAFQsGzwegVgd5s_lIJlttOHzwo_plfDQBf5ezXOFcFnKvnsgy4R3RMvRFuvEKH-GvrmwsyopLqE/s640/GDP6.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<br />
<span style="font-weight: normal;">Ada beberapa kesimpulan yang bisa ditarik:</span></div>
<div>
<ol>
<li>Jumlah investor lokal Indonesia hanya sekitar 408 ribu investor, atau masih kurang dari 1% total populasi. Sedangkan di China sudah hampir mencapai 7% dari total populasinya. Dari sisi jumlah investor ataupun trader, <b>Indonesia masih sangat jauh dari yang namanya MANIA</b>.</li>
<li><i>Index consumer confident </i>Indonesia tergolong baik, kita hanya kalah dari India, artinya negara kita di gerakkan oleh sumberdaya yang produktif dengan etos kerja yang baik. Keinginan orang Indonesia itu banyak (konsumtif) sehingga kerja keras (lembur, <i>side job</i>, dll) sudah menjadi hal yang biasa. Dan ini menjadi hal positif pada pola pikir investasi untuk tidak mengejar keuntungan besar dengan instant, sehingga masyarakat <b>Indonesia masih terjaga untuk berpikir wajar terhadap bursa saham</b>. </li>
<li>Sebaliknya, bagusnya neraca perdagangan China tidak diikuti oleh <i>consumer confident </i>masyarakatnya, terjadi anomali pada masyarakat China entah itu apa (gaji terlalu rendah? eh..). Tak heran jika banyak dari mereka yang tergiur oleh keuntungan instant pada bursa saham, sehingga tindakan irrasional pun dilakukan. </li>
<li>Peningkatkan <i>balance trade</i> kita yang masih dibawah rata-rata 10 tahun sudah menjadi perhatian pemerintah, yaitu dengan meningkatkan nilai ekspor. Langkah yang saat ini sedang dilakukan adalah <b>memperbaiki infrastruktur (non migas)</b> untuk meringankan biaya produksi sehingga harga barang menjadi bersaing.</li>
<li>Inflasi di Indonesia cukup tinggi, angka 7.26 termasuk angka yang tinggi dibanding seluruh dunia, Indonesia hanya lebih baik (rendah) dari Russia dan Brazil yang notabenenya memang sedang bermasalah dan memiliki<i> index consumer confident</i> negatif.</li>
<li>Persentase pengangguran di Indonesia lebih tinggi dari China, so, jika ada isu mengenai tenaga kerja China yang akan di ekspor ke Indonesia sepertinya perlu di kaji ulang.</li>
<li><b>Angka PER bursa saham China sudah <i>overvalued</i>.</b> Jika angka PER bursa saham Shenzen sebesar itu, artinya rata-rata perusahaan di China harus memiliki <i>earning growth</i> sebesar 40% di 2015-2016 untuk sekedar mendekati nilai wajarnya. Dan hampir mustahil jika katakanlah 20 perusahaan berkapitalisasi terbesar di China kompak memiliki <i>earning growth</i> sebesar itu.</li>
<li>Jikapun terjadi penurunan pada IHSG Indonesia, itu bukanlah merupakan pecahnya gelembung, melainkan koreksi. Dan jika terjadi peningkatan pada GDP ataupun <i>balance trade</i> Indonesia setelah infrastruktur selesai dibangun, bersiaplah menuju <b>babak baru investasi di Indonesia.</b></li>
</ol>
<div>
<br /></div>
Salam Investasi </div>
</div>
<div>
</div>
Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com15tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-83179492125441853992015-07-11T09:56:00.002+07:002015-07-26T21:06:34.823+07:00Boom and Bust Theory Bagian 2: Soros dan Reflexivity<h4>
Prinsip Ketidakpastian Manusia</h4>
Seperti menyusun sebuah anagram ketika kita berbicara tentang filosofi investasi, bukan hanya soal untung atau buntung, tapi lebih dari itu soal pemahaman terhadap perilaku manusia. Padahal secara pengertian sederhana investasi adalah "Kegiatan <b>membeli</b> suatu instrument yang <b>diharapkan</b> akan naik nilainya di masa mendatang sehingga menimbulkan keuntungan bagi investor" Dari sini tidak ada hubungannya dengan perilaku.<br />
<br />
Tapi coba kita lihat, Pokok kata didalam kalimat diatas adalah<b> 'membeli'</b>, arti membeli ya biasa saja, beli ya beli karena butuh. Tetapi terdapat kata lain yang mempengaruhi unsur kata pokok sebelumnya, yaitu <b>'harapan'</b>. Terlihat kata pokok kedua mengikat kata pertama dan menciptakan hubungan sinergi yang disebut perilaku. Sehingga manusia tidak akan membeli instrument investasi jika dia tahu tidak ada harapan, untuk itu manusia harus memastikan bahwa investasi <b>'pasti'</b> naik nilainya sebelum ia memutuskan untuk membeli.<br />
<br />
Kok bisa <b>'pasti'</b>?<br />
<br />
Disinilah hubungan perilaku manusia dan investasi mulai terjalin. Manusia sejatinya adalah makhluk yang selalu bermimpi akan adanya kepastian. Jika tidak, buat apa banyak sekali dukun atau <i>fortune teller</i> yang disewa atau di bayar mahal untuk membaca masa depan seseorang, bahkan kalau bisa merubah masa depan itu sendiri?. Jawabannya karena satu hal. Manusia butuh kepastian.<br />
<br />
Sayangnya <b>investasi bukanlah kepastian </b>sehingga timbul kontradiksi antara harapan dengan investasi yang membuat ini menjadi menarik dan menjadi dasar pemikiran Soros berikutnya.<br />
<br />
<h4>
George Soros dan Teori Refleksivitas </h4>
George Soros, <i>big player</i> investasi asal Hungaria yang terkenal dengan julukan <i>"the man who broke the Bank of England"</i> dan juga spekulator di balik krisis financial Indonesia tahun 1998 di dalam bukunya "The Alchemy of Finance" menjelaskan secara rumit tentang teori reflexivitas dan hubungannya dengan kegiatan investasi. Maklum karena Soros selain sebagai investor juga seorang filsuf ekonomi, sehingga gaya bahasanya sangatlah filosofis.<br />
<br />
Soros berpendapat bahwa terdapat dua hal di dalam investasi, yaitu pemikiran (fungsi kognitif) dan situasi partisipan (saya lebih suka menyebut dengan kata investor). Di satu sisi para investor mencoba memahami realitas yaitu dengan cara melakukan valuasi terhadap nilai invetasi, berapa harga yang seharusnya dibayar, berapa nilai sebenarnya (intrinsik) dan <b>di harga berapa</b> para investor ini mulai layak masuk.<br />
<br />
Sehingga di tahap ini disebut juga awal mula teori pasar efisien dimana<b> harga yang ada di pasar sangat menggambarkan kondisi fundamental pasar itu sendiri</b>.<br />
<br />
Di sisi lain, para investor menghadapi sebuah situasi dimana mereka memiliki keinginan bahkan mereka mencoba menciptakan hasil agar seperti diharapkan. Di awal saya menyebutkan tentang harapan. Harapan investor adalah jelas: Mereka menghendaki keuntungan yang maksimal dari pasar. Kita semua mengganggap bahwa pemikiran dan keinginan kita adalah sama, padahal ini jelas jauh berbeda.<br />
<br />
Pemikiran membentuk konstanta, sedangkan keinginan adalah campuran hasrat dan emosi. Kedua hal yang bertolak belakang namun berjalan bersamaan. Inilah yang dinamakan <b>Refleksivitas.</b><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh77ZTKi5du-5F30t5bG7NiqIBojUcrQA_1ejUrKJ0HV2QoLZmRNfSe5jORRvKFe2UNE2wyo1sZaXNBtTvhHp3MNc7szMiyszp0HGjJ7eQjPFGKUwx3K69ulIBiyxyC8OYa-HaKgBPoPaU/s1600/Telephone-game.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="276" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh77ZTKi5du-5F30t5bG7NiqIBojUcrQA_1ejUrKJ0HV2QoLZmRNfSe5jORRvKFe2UNE2wyo1sZaXNBtTvhHp3MNc7szMiyszp0HGjJ7eQjPFGKUwx3K69ulIBiyxyC8OYa-HaKgBPoPaU/s320/Telephone-game.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<h4>
Refleksivitas dalam Pasar Saham</h4>
Pasar saham adalah pasar yang cukup memberikan 'ruang' kepada intelektualitas manusia untuk berkembang, karena di dalamnya terdiri dari bentuk usaha. Tidak seperti pasar uang yang bersifat subjektif, pasar saham lebih bersifat objektif karena menyangkut sektor usaha riil.<br />
<br />
Emiten di pasar saham dapat di valuasi dengan jelas, karena berbentuk badan usaha sehingga data-data yang ada bisa dipertanggung jawabkan. Ada otoritas jasa yang mengatur dengan beragam izin dan perundang-undangan. Dengan kondisi demikian apa yang terjadi di pasar saham menurut teori adalah hubungan satu arah, dimana fundamental perusahaan mempengaruhi nilai saham itu sendiri.<br />
<br />
Yang menjadi masalah adalah kembali ke atas, yaitu persepsi manusia terhadap valuasi. Valuasi yang sejatinya berupa konstanta seperti 1+1 = 2 harus menghadapi kenyataan dengan penggunaan asumsi yang..lagi lagi diciptakan oleh harapan manusia, artinya valuasi disini memberikan ruang kepada harapan plus realitas manusia untuk bermain.<br />
<br />
Contoh: Jika emiten A memiliki rata-rata pertumbuhan EPS selama 5 tahun adalah 9.5%, maka untuk menghitung <i>Future Value</i> berapa angka pertumbuhan yang kita gunakan? Graham menyebut 10%, saya menyebut 9.5%, tetapi teman saya yang mendengar rumor bahwa laba emiten ini akan melonjak, menggunakan angka 15% sebagai dasar perhitungan. Dari sini saja, tentu penilaian emiten di masa depan akan saling berbeda bukan?<br />
<br />
Soros mengeluarkan dua pernyataan tentang pasar saham:<br />
<ol>
<li>Pasar selalu bias (cenderung) ke satu arah dan lainnya.</li>
<li>Pasar dapat mempengaruhi peristiwa - peristiwa yang diantisipasi pasar itu sendiri.</li>
</ol>
Penjelasan pertama, pasar selalu bergerak dengan kecenderungan, entah positif atau negatif. Kecenderungan dibentuk karena adanya harapan investor di masa depan, Soros menggambarkan bahwa <b>jika saat ini terdapat perbedaan yang nyata antara harga saham dengan nilai intrinsiknya</b>, <b>maka sebetulnya harga saham tersebut sudah mewakili harapan investor itu di masa depan. </b><br />
<b><br /></b>
Penjelasan kedua akan saya ambil dari contoh kondisi pasar menjelang pemilihan presiden 2014 lalu. Pada saat itu IHSG mengalami kondisi fluktuatif menjelang Pemilu, alasan klasik yang bisa ditebak. Pasar menunggu siapa kandidat Presiden yang paling disukai rakyat. Oke stop!. Disini fungsi situasi muncul dahulu.<br />
<br />
Mendekati Pemilu, rakyat semakin jelas arahnya akan kemana, dimana Presiden yang di elu-elukan mulai berbicara tentang angka pertumbuhan satu tahun pertama yang ditarget mencapai 7%, disini para analis ekonomi mulai menghitung pencapaian ekonomi kita termasuk target IHSG 2015 di angka 6500. Stop! disini fungsi kongnitif baru mulai muncul.<br />
<br />
Dunia nyata antara fungsi kognitif dengan fungsi situasi mulai bermain dan saling memotong. Mungkin pada saat itu analis sudah tahu bahwa target 7% sangat sulit tercapai, untuk awal pemerintahan GDP di angka 5.5% saja sudah termasuk sangat bagus. Namun disisi lain, calon presiden itu mulai menampilkan itikad baik, dengan langsung mendatangi gedung Bursa Efek.<br />
<br />
Hal ini tanpa disadari mulai berefek pada fungsi kognitif, dimana para analis lansung membuang pulpen mereka dan menjawab: Yah ini presiden kita!. IHSG langsung berubah <i>bullish</i> dalam waktu singkat, jargon <i>sell in may and go away</i> tidak laku di Indonesia kala itu. IHSG menyentuh <i>all time high-</i>nya di 2014 tanpa pernah melakukan <i>retrenchment </i>yang berarti.<br />
<i><br /></i>
Kondisi IHSG saat itu mempengaruhi peristiwa yang sedang terjadi, karena indeks, calon Presiden semakin dielu-elukan<i>. </i>Lalu bagaimana jika ternyata di masa depan hasilnya tidak memuaskan? Ingat kasus South Sea Bubble? Tetapi seperti kata Soros, pasar selalu melakukan antisipasi.<br />
<br />
Sayangnya pasar melakukan antisipasi tidak saat itu, tetapi saat ini ketika pertumbuhan ekonomi tidak seperti yang dijanjikan. Jika saya perhatikan, ada dua jenis antisipasi pasar:<br />
<ol>
<li>Antisipasi positif, pasar cenderung bergerak ke arah positif akibat berita dan isu yang berkembang mendapat apresiasi positif. Jenis antisipasi ini biasanya muncul mendahului fakta.</li>
<li>Antisipasi negatif, kebalikan dari antisipasi positif. Antisipasi ini muncul belakangan. Meskipun terdapat berita buruk pada emiten, selama itu belum terbukti, antisipasi positif masih berlaku.</li>
</ol>
Soros mendapat untung yang luar biasa hanya dengan memerhatikan antisipasi pasar. Bahkan dia sendiri yang menciptakan situasi pasarnya.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRVlfpdoZfHGOWXGvYnwL4gL3OY_8LQWtFMjD72ZfeDHHeA1ahAiao-Nsvte4JuRGEvqNCfk6SPjn9rTqCfVFrLlcVsvYLNa7zOGcQhZ1TbVIt4FtNLfRdYQ1nwuQk4m6LmDLIwKBKhM8/s1600/refleksivity.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRVlfpdoZfHGOWXGvYnwL4gL3OY_8LQWtFMjD72ZfeDHHeA1ahAiao-Nsvte4JuRGEvqNCfk6SPjn9rTqCfVFrLlcVsvYLNa7zOGcQhZ1TbVIt4FtNLfRdYQ1nwuQk4m6LmDLIwKBKhM8/s1600/refleksivity.png" /></a></div>
<br />
<h4>
Siklus dan Bias Persepsi</h4>
Persepsi manusia selalu tampak salah (bias) karena kita tidak bisa untuk tidak menggunakan informasi dan hanya fokus pada valuasi, padahal informasi yang kita terima sangatlah minim. Sedangkan pasar memiliki prinsip yaitu <b>pasar selalu benar</b>. Pasar dibentuk bersama-sama berdasarkan fundamental, informasi dan harapan, otomatis pasar memiliki informasi yang jauh lebih besar dari individu.<br />
<br />
Sayangnya informasi itu selalu diterjemahkan salah oleh para pelaku pasar, pasar selalu bertindak terlebih dahulu berdasarkan informasi yang minim tersebut.<br />
<br />
Itulah mengapa begitu banyak saham berfundamental bagus yang dijual dengan harga jauh diatas nilai wajarnya. Memang betul bahwa harga saham merefleksikan fundamental, tetapi yang dilakukan individu jauh melampaui itu . Dan itu terjadi berulang-ulang di dalam sistem investasi kita.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6m7jx08qgRCY4Xllb2k_TpiTeu-nhF8gReGlt-l7C-1CTzeO8m1dZWWEsLl5ZLOXJNwj4eEGS4eYZIVRNP6V3qHlJWNpWRQ1KoTAVhsofq44J2Ub6fzZlQRRdr0znx7jknFSrvBXKqjU/s1600/RC631.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6m7jx08qgRCY4Xllb2k_TpiTeu-nhF8gReGlt-l7C-1CTzeO8m1dZWWEsLl5ZLOXJNwj4eEGS4eYZIVRNP6V3qHlJWNpWRQ1KoTAVhsofq44J2Ub6fzZlQRRdr0znx7jknFSrvBXKqjU/s320/RC631.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Bagaimana simplifikasi terjadinya boom and boost? nantikan di artikel selanjutnya pada: <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2015/07/boom-and-bust-theory-bagian-3-antara-beijing-dan-jakarta.html">Antara Beijing dan Jakarta</a>.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Salam Investasi</div>
<br />Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-2524728609530123532015-07-09T10:36:00.000+07:002015-07-26T21:07:18.921+07:00Boom and Bust Theory Bagian 1: Mengenal skema Boom and Bust Sebelumnya, tulisan ini terinspirasi dari cerita batu akik yang di alami oleh kawan saya baru-baru ini. Sekitar delapan bulan lalu fenomena batu akik yang melanda Indonesia sungguh luar biasa, dalam waktu kurang dari empat bulan, pasar batu akik yang tadinya hanya di pasar Rawa Bening, Jatinegara bisa kita temukan secara dadakan di setiap pasar tradisional, bahkan samping alfamart yang biasanya berjualan tempe mendoan sekarang disulap menjadi dagang batu akik.<br />
<br />
Demam ini juga melanda kawan saya yang dengan alasan investasi membeli batu akik (entah jenis apa) hingga puluhan juta dalam jumlah yang cukup banyak. Satu batu kalau saya bagi yah harga belinya di sekitar dua ratus hingga tiga ratus ribuan rupiah. Rencananya batu-batu itu akan diperdagangkan kembali di Festival Batu Akik Nusantara di Gorontalo tiga bulan kemudian dengan keyakinan bahwa batu-batu ini akan berharga lima ratus ribu hingga satu juta rupiah per batu. Atau mengalami kenaikan 150% dalam tiga bulan saja.<br />
<br />
Ternyata apa yang terjadi? Anda bisa baca artikel Antara News tentang <a href="http://www.antaranews.com/berita/486960/batu-akik-diobral-rp5000-saat-festival-ditutup">Festival Batu Akik Nusantara di Gorontalo</a> untuk tahu hasilnya. Batu akik tersebut ternyata malah di obral lima ribu rupiah per batu karena sepi pembeli. Alhasil investasinya rugi hampir 100%.<br />
<br />
Dari situ saya teringat juga tentang demam tanaman gelombang cinta yang harganya mencapai jutaan rupiah, namun setahun berikutnya justru saya mendapat gratis dari tetangga.<br />
<br />
Fenomena seperti diatas dikenal sebagai fenomena <i>Boom and Bust </i>yang senantiasa berulang dan seperti sengaja diulang, entah oleh siapa. Namun yang pasti penting bagi kita untuk mengenal fenomena demikian untuk selalu waspada dalam berinvestasi, karena investasi bukan hanya soal meletakkan uang, namun juga filosofi dibalik itu ialah tentang keserakahan manusia.<br />
<br />
<i>Boom and</i> <i>Bust</i> adalah karateristik yang selalu muncul di dalam siklus ekonomi kapitalis seperti sekarang ini, keduanya adalah hasil proses ekspansi (perkembangan) dan kontraksi (gejolak) yang datang berulang kali akibat dua hal: <u><b>Ekspektasi masyarakat</b></u> dan <u><b>Realita</b></u> yang disadari kemudian.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7PFxITHh3hlCfi3xmOGiHJhEbrFU89dXPEUFKC_yvemowqoVA_GQb0I1xgNkQirG6otVAwgpludhCSgMeqInNod3kemBohU-cbpXPabTCF3vDZ3S8p3yXczc8n_1ph0eLnoYYM1pooN4/s1600/download.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="285" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7PFxITHh3hlCfi3xmOGiHJhEbrFU89dXPEUFKC_yvemowqoVA_GQb0I1xgNkQirG6otVAwgpludhCSgMeqInNod3kemBohU-cbpXPabTCF3vDZ3S8p3yXczc8n_1ph0eLnoYYM1pooN4/s400/download.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
Di bawah ini beberapa legenda tentang <i>Boom and Bust</i> yang melanda dunia.<br />
<h4>
1. Gelembung Bunga Tulip (1623 - 1637)</h4>
Bisa dikatakan, fenomena bunga tulip merupakan fenomena <i>Boom and Bust</i> pertama di era ekonomi modern, dipicu oleh meningkatnya perekonomian Belanda yang tumbuh pesat diikuti oleh meningkatnya jumlah kelas atas dan juga tentunya meningkatnya selera akan komoditas. Tulip yang sejatinya berasal dari Turki saat itu menjadi primadona karena keindahannya dan serta-merta menjadi rebutan para kelas elit saat itu. Bahkan beberapa dari mereka rela untuk membayar mahal bahkan seharga rumah untuk satu set (40 tangkai) bunga Tulip yang bernama <i>Semper Augustus.</i><br />
<i><br /></i>
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLcAeqIamVgRT-vW1KJH3dhSJvZ3NTyahyphenhyphenBOPYUHCefzyycuBeiiwiqhrVVHhWolm2-8zsJ8cVm4oEVzU_C9ka7haLC1LYvmBwhyphenhyphenjwjx2Rx_yCVC4XjBeNOuNloznABORhHKdpeYj4OLo/s1600/Tulipmania.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="290" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLcAeqIamVgRT-vW1KJH3dhSJvZ3NTyahyphenhyphenBOPYUHCefzyycuBeiiwiqhrVVHhWolm2-8zsJ8cVm4oEVzU_C9ka7haLC1LYvmBwhyphenhyphenjwjx2Rx_yCVC4XjBeNOuNloznABORhHKdpeYj4OLo/s640/Tulipmania.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: inherit; font-size: small;"><em style="background-color: white; color: grey; line-height: 23px;">Satire on Tulip Mania. </em><em style="background-color: white; color: grey; line-height: 23px;">Jan Breughel the Younger, ca 1640, Frans Hals Museum, The Netherlands</em></span></td></tr>
</tbody></table>
<i><br /></i>
<br />
<i>Semper Augustus</i> dijual seharga 1000 gulden pada 1623, 1200 gulden pada 1624, 1500 gulden pada 1625 dan mencapai puncaknya pada harga 6700 gulden pada 1937. Harga itu pada waktu itu setara dengan sebuah rumah di Amsterdam. Bandingkan dengan penghasilan masyarakat Belanda yang saat itu rata-rata setahun 'hanya' 150 gulden.<br />
<br />
Kenaikan harga Tulip ini menimbulkan efek yang disebut efek megalomania yang segera menjalar dari kaum elit (kaum yang pertama memulai efek) hingga kaum pedesaan. Ada ungkapan saat itu bahwa tidaklah menjadi warga Belanda jika tidak berinvestasi pada tulip. Banyak diantara mereka yang rela menjual tanah, rumah dan warisannya demi tulip.<br />
<br />
Charles Mckay dalam bukunya <span style="font-family: inherit;"><span style="background-color: white; line-height: 22.2749996185303px; text-align: justify; text-indent: 24px;">“</span><i style="background-color: white; line-height: 22.2749996185303px; text-align: justify; text-indent: 24px;">Memoirs of Extraordinary Popular Delusions</i><span style="background-color: white; line-height: 22.2749996185303px; text-align: justify; text-indent: 24px;">”</span></span> 1841 mengilustrasikan kondisi saat itu melalui percakapan dua warga Belanda;<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20.7900009155273px; margin-left: 63pt; text-align: left; text-indent: -63pt;">
<div style="text-align: left;">
<i><span style="font-family: inherit;">Gaergoedt: “kamu dengan susah payah mendapatkan keuntungan 10% dengan uang yang kamu investasikan pada pekerjaanmu (seorang penenun), tetapi dengan berdagang bunga tulip, kamu dapat membuat keuntungan 10%, 100%, ya, sampai 1000%”.</span></i></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20.7900009155273px; margin-left: 63pt; text-align: left; text-indent: -63pt;">
<div style="text-align: left;">
<i><span style="font-family: inherit;">Waermondt: “Tetapi saya takut, jika saya memulai dari sekarang, itu terlambat, karena sekarang harga bunga tulip sangat mahal, dan saya takut bahwa saya akan sukses dengan air liur sebelum merasakan daging panggang”.</span></i></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20.7900009155273px; margin-left: 63pt; text-align: left; text-indent: -63pt;">
<div style="text-align: left;">
<i><span style="font-family: inherit;">Gaergoedt: “Tidak ada kata terlambat untuk membuat keuntungan, kamu menciptakan uang sambil tidur. Saya bepergian dari rumah untuk empat atau lima hari, dan saya pulang kerumah pada malam hari, tetapi sekarang saya tahu bahwa bunga tulip yang saya miliki nilainya telah naik tiga atau empat ratus golden; dimana kamu bisa mendapatkan keuntungan seperti ini dari barang lainnya?”</span></i></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20.7900009155273px; margin-left: 63pt; text-align: left; text-indent: -63pt;">
<div style="text-align: left;">
<span lang="DE"><i><span style="font-family: inherit;">Waermondt: "Saya bingung saat mendengar kamu bercerita seperti itu. Saya tidak tahu apa yang dilakukan; apakah banyak orang menjadi kaya dengan perdagangan seperti ini?”</span></i></span></div>
</div>
<div style="text-align: left;">
<div style="text-align: left;">
<i><span style="font-family: inherit;"><span lang="FR" style="color: #333333; line-height: 20.7900009155273px; text-align: justify; text-indent: -63pt;">Gaergoedt: “Pertanyaan macam apa ini? Lihat pada semua tukang kebun yang mengenakan pakai kumal, dan sekarang mereka mengenakan pakaian baru. </span><span lang="DE" style="color: #333333; line-height: 20.7900009155273px; text-align: justify; text-indent: -63pt;">Banyak penenun memakai pakaian bekas. Ya, banyak dari mereka yang berdagang bunga tulip mengendari seekor kuda” </span></span></i></div>
</div>
<div style="text-align: left;">
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-family: inherit;"><span lang="DE" style="color: #333333; line-height: 20.7900009155273px; text-align: justify; text-indent: -63pt;"><br /></span></span></i></div>
</div>
Percakapan diatas sangat mewakili kondisi masyarakat Belanda saat itu dimana angin surga mulai ditiupkan, angin tersebut menciptakan kondisi yang disebut <i>Boom, </i>dan memicu terjadinya gelembung (bubble). Ditambah lagi dengan tindakan pemerintah Belanda yang menciptakan<i> Futures Market</i>, atau kontrak berjangka. Disini kontrak tulip diperjualbelikan layaknya komoditas yang lain.<br />
<br />
Meskipun di dalam kontrak ini para trader tidak melalui bursa dan tidak memerlukan <i>initial margin</i> melainkan langsung antar individu, tetap saja tidak ada bunga tulip secara fisik yang diperjualbelikan, melainkan murni spekulasi. Perdagangan ini dikenal dengan "wind-trade" atau dagang angin. Kebijakan uang yang longgar dan suku bunga yang rendah sama-sama mendukung timbulnya peningkatan permintaan akan tulip dan membuat harganya semakin melambung.<br />
<br />
Akibatnya terciptalah apa yang disebut <i>over-trading. </i>Tentu saja akan terjadi <i>over-trading</i> karena semua orang saat itu berjualan tulip! harga melambung sangat tinggi dan...Pada 1637, ketika para spekulan yang sudah mengira bahwa harga sudah <i>over-priced</i> mulai menjual kontrak-kontrak tulip di harga yang lebih tinggi untuk mendapat untung besar. Dengan segera terjadilah yang dinamakan <i>over-supply </i>yang memicu penurunan harga secara drastis. Dari situ masyarakat baru sadar bahwa harga tulip tidaklah semahal itu. Harga tulip segera turun dari rata-rata 200 gulden menjadi 10 gulden (harga awal). Bayangkan depresi yang menjalar Belanda pada masa itu.<br />
<br />
<h4>
2. South Sea Bubble (1719 - 1722)</h4>
Pada abad 17, Eropa memasuki masa keemasan dalam ranah Revolusi Industri. Dengan kalimat simbolisnya Gold, Gospel, Glory, Eropa khususnya Inggris dan Belanda dengan pasti mulai melakukan perluasan koloni dimana Inggris saat itu diberi kebebasan untuk melakukan monopoli perdagangan melalui hak dagang monopoli <i>Treaty of Ultrech's </i>kepada perusahaan dagang Inggris, South Sea Company (SSC). SSC diberi kebebasan untuk melakukan perdagangan budak di Karibia, Amerika Utara. Sedangkan East India Company atau VOC Belanda diberi hak monopoli di Hindia Belanda (Indonesia).<br />
<br />
Dengan latar belakang sebagai penjamin emisi hutang negara Inggris Raya akibat biaya perang yang membengkak dengan Perancis, SSC butuh dana besar dengan cara menerbitkan saham untuk menarik minat Investor pada tahun 1719. Namun baru pada tahun 1720 saham SSC mulai bergerak aktif akibat pihak SSC yang selalu mengeluarkan informasi publik akan besarnya nilai kontrak di Karibia, adanya dana tambahan untuk melakukan ekspansi usaha ditambah kemenangan Inggris Raya atas Prancis. Ini memicu terjadinya spekulasi besar-besaran terhadap sahamnya.<br />
<br />
<span style="font-family: inherit;">Saham SSC naik dari <span style="background-color: white; line-height: 24px;">£100 pada bulan Januari 1720 menjadi </span><span style="background-color: white; line-height: 24px;">£550 pada Mei 1720. Saham tersebut terus naik menjadi </span></span><span style="background-color: white; line-height: 24px;">£1000 pada Juli 1720 akibat adanya permainan para politikus yang memiliki saham SSC. Namun belakangan diketahui bahwa ternyata SSC tidak bisa menampilkan performa yang bagus untuk memenuhi target penjualan dan laba di dalam laporan keuangannya. Dengan adanya kontradiksi ini para investor mulai menyadari bahwa nilai wajar SSC sangat jauh dibawah harganya ditambah pula dengan mulai terkuaknya adanya permainan politikus dan juga fakta bahwa SSC menanggung hutang yang banyak. Hal ini dengan segera menyeret saham SSC kembali ke harga </span><span style="background-color: white; line-height: 24px;">£100.</span><br />
<span style="background-color: white; line-height: 24px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; line-height: 24px;">Cukup banyak korban pada peristiwa ini, terutama bagi para investor yang sudah menjaminkan asetnya dan menggunakan dana kredit usaha untuk membeli saham SSC di harga </span><span style="background-color: white; line-height: 24px;">£1000</span><span style="background-color: white; line-height: 24px;">.</span><br />
<span style="background-color: white; line-height: 24px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; line-height: 24px;">Apakah tindakan ini rasional? </span><span style="background-color: white; font-family: inherit; line-height: 24px;"> </span><br />
<span style="background-color: white; font-family: inherit; line-height: 24px;"><br /></span>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtG9VzAByLb3Ggcw674Feh2z3bZw4VddbKNoh5HZzeeP_ACtQQpf_fCAu9alX97Ec6I781il6T97IjnAL7MXUbdcZ_Q0m0xMzPhJTvYwMmCwRBP4tboeuxRZvbFjhRmp9ryQ_BO_aq0S8/s1600/LL0265-011-00.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtG9VzAByLb3Ggcw674Feh2z3bZw4VddbKNoh5HZzeeP_ACtQQpf_fCAu9alX97Ec6I781il6T97IjnAL7MXUbdcZ_Q0m0xMzPhJTvYwMmCwRBP4tboeuxRZvbFjhRmp9ryQ_BO_aq0S8/s400/LL0265-011-00.jpg" width="305" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>How the News Broke: South Sea Bubble. Angus McBride</i></td></tr>
</tbody></table>
<br />
<h4>
3. Depresi Besar 1929</h4>
<i>Great depression</i> atau depresi besar pada tahun 1929 yang melanda bursa saham wall street bukan saja 'mematikan' bursa saham New York, namun lebih jauh dari itu, <i>great depression</i> telah membunuh optimisme yang sedang dialami oleh masyarakat Amerika pada saat itu dan baru terobati hingga 30 tahun kemudian.<br />
<br />
<i>Great depression</i> muncul ditengah-tengah gelombang optimisme setelah perang dunia pertama, revolusi industri menyebabkan Amerika mulai mengembangkan industri manufaktur dan ini membuka begitu banyak lapangan pekerjaan. Pekerjaan ada dimana saja dan masa depan terlihat sangat cerah. Meningkatnya taraf hidup menyebabkan meningkatnya pula kesadaran akan berinvestasi di bursa saham. Wall Street mengalami kondisi <i>bullish</i>, bahkan <i>super bullish</i> dan New York menjadi kota metropolis dan pusat bisnis dunia.<br />
<br />
Kondisi <i>bullish </i>ini menyebabkan masyarakat kala itu berpikir bahwa saham merupakan jaminan hidup, ini didukung oleh banyak pialang saham yang secara rutin memberikan dana secara kredit kepada masyarakat untuk masuk ke bursa saham bahkan hingga 2/3 dari nilai investasi mereka (margin). Nilainya hampir lebih dari 8.5 milar USD yang disalurkan, bahkan angka ini melebihi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Ini memicu terjadinya <i>boom</i> spekulatif dari jutaan masyarakat ke bursa saham dalam waktu singkat, akibatnya Dow Jones Industrial Exchange (DJIA) naik tajam hingga di harga 381.17 dengan Price Earning Ratio indeks S&P sebesar 32x. Angka ratio yang sudah sangat mahal.<br />
<br />
Kondisi demikian selalu menuntun pasar menuju titik gelembung, entah siapa pihak pertama yang melakukan <i>big selling</i> (beberapa mengatakan <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Jesse_Lauriston_Livermore">Jesse Livermore</a> lah orang pertama yang melakukan <i>selling</i>), yang pasti pada 3 September 1929, nilai saham turun hingga 17% dan turun terus hingga tersisa 41.22 pada 1932. Efek tersebut menjadi luas dampaknya disebabkan sedikit sekali <i>cash money</i> yang mengalir saat itu, uang para nasabah sejatinya adalah hutang berupa jaminan rumah, tanah, kendaraan, toko dan juga uang pensiun. Akibatnya banyak orang kehilangan rumah mereka, ratusan pengusaha menutup pabriknya untuk mendapatkan uang sehingga terjadi PHK massal terhadap ribuan orang.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUsQuwLj4xbcnBu4WSPCjm1E7TP-uokSTNqOtXrGrHgP1zDw0irq9U5WPW6sVJpONC3eKWKTrGROZSaDu0nQRb1cL7VPEOE3C_tzuPLwi958EIe0tEmvtkh_Gjb80wvpT8Rgm257mX8wk/s1600/2950340_orig.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUsQuwLj4xbcnBu4WSPCjm1E7TP-uokSTNqOtXrGrHgP1zDw0irq9U5WPW6sVJpONC3eKWKTrGROZSaDu0nQRb1cL7VPEOE3C_tzuPLwi958EIe0tEmvtkh_Gjb80wvpT8Rgm257mX8wk/s320/2950340_orig.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Masa pelik ini sedemikian parahnya sehingga Amerika kehilangan banyak tenaga kerja produktif akibat bunuh diri, ibu rumah tangga ikut bekerja dan tak ketinggalan anak-anak yang bisa membantu ekonomi keluarga. Amerika baru bisa keluar dari masa sulit ini setelah Amerika turut serta dalam perang dunia II pada 1941. Dengan adanya perang maka dibangunlah banyak pabrik-pabrik senjata, peralatan militer dan supply pertanian yang menyerap banyak tenaga kerja.<br />
<br />
<h3>
Irrasional dan Rasional</h3>
Ketiga hal diatas menjadi contoh yang bagus bagi dua kubu ekonom untuk berdebat apakah pasar sebetulnya digerakkan oleh fundamentalnya atau ada hal lain. Apakah <i>boom and bust </i>yang terjadi disebabkan oleh tindakan <i>irrasional</i> manusia yang merubah <b>pasar bentuk efisien</b> menjadi <b>pasar tidak efisien</b> dalam <i>behavioral finance? </i>Ataukah sebaliknya?<br />
<br />
Aliran ekonomi ilmiah, dalam hal ini diwakili oleh Peter M. Garber (1990) menyatakan bahwa tidak ada yang namanya 'gelembung' karena manusia selalu bertindak rasional berdasarkan fundamentalnya. Fundamental dalam hal ini adalah informasi.<br />
<br />
Sedangkan aliran filosofi ekonomi, Charles P. Kindleberger (2000) <span style="background-color: white; font-family: inherit; line-height: 22.2749996185303px; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">dalam tinjauan buku </span><i style="font-family: inherit; line-height: 22.2749996185303px; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">Famous First Bubbles: The Fundamental of Early Manias</i><span style="background-color: white; font-family: inherit; line-height: 22.2749996185303px; text-align: justify; text-indent: 0.25in;"> </span><span style="background-color: white; font-family: inherit; line-height: 22.2749996185303px; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">menyatakan:</span><br />
<span style="font-family: inherit;"><span style="background-color: white; line-height: 22.2749996185303px; text-align: justify; text-indent: 0.25in;"><br /></span></span>
<i><span style="background-color: white; color: #3d85c6; font-family: inherit; line-height: 20.7900009155273px; text-align: justify;">“Apakah investor yang membeli saham South Sea pada harga £1.000 adalah berperilaku rasional? Jawabannya adalah tidak. Pertama, terdapat informasi publik yang mencukupi yang menyatakan bahwa harga saham telah mengalami</span><span style="background-color: white; color: #3d85c6; font-family: inherit; line-height: 20.7900009155273px; text-align: justify;"> </span><span style="color: #3d85c6; font-family: inherit; line-height: 20.7900009155273px; text-align: justify;">overvalue</span><span style="background-color: white; color: #3d85c6; font-family: inherit; line-height: 20.7900009155273px; text-align: justify;"> </span><span style="background-color: white; color: #3d85c6; font-family: inherit; line-height: 20.7900009155273px; text-align: justify;">yang serius. Kedua, memasuki periode gelembung yang sudah akut, investor dihadapkan pada resiko yang lebih besar daripada imbal hasil: mereka memburu potensi keuntungan yang kecil dan berresiko untuk menderita kerugian akan lebih besar. Ketiga, ‘fundamental’ (prospek jangka panjang perusahaan) tidak mengalami perubahan dalam tahun tersebut” (diterjemahkan dari Kindleberger, 2000, hal.3)</span></i><br />
<br />
Dengan kata lain Kindleberger menyatakan bahwa penyebab terjadinya <i>boom and bust</i> tak lain bermula dari tindakan <i><b>irrational</b></i> investor yang tak terbendung,<br />
<br />
Contohnya adalah kasus <i>great depression</i> 1929. Saat itu terdapat publikasi bahwa angka PER indeks S&P sudah menyentuh angka 32x yang artinya termahal sepanjang sejarah ditambah fakta bahwa hutang investor lebih besar dari uang yang beredar saat itu. Namun lagi-lagi psikologis pasar selalu berlaku <i>over-reacting </i>yang menyebabkan pasar sudah jadi tidak sempurna dan peringatan itu jadi tidak ada gunanya.<br />
<br />
Lalu apa pendekatan yang menggabungkan kedua ide tadi?. Akan dibahas pada artikel selanjutnya di<br />
<span style="background-color: white; line-height: 24px;"><b><a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2015/07/teori-reflexivity-george-soros.html">Boom and Bust Theory Bagian 2: Soros dan Reflexivity</a></b></span><br />
<span style="background-color: white; line-height: 24px;"><b><br /></b></span>
<span style="background-color: white; line-height: 24px;">Salam Investasi</span>Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-27368762614416228442015-07-04T13:35:00.000+07:002015-07-09T08:24:48.860+07:00Why I Am Buying Unilever?Ketika beberapa orang beranggapan bahwa bursa saham bukanlah investasi namun tak lebih dari sarana bermain saham atau dengan sebutan trader sehingga muncul istilah bahwa sejatinya hanya ada dua kategori "pemain" di bursa saham yaitu momentum dan positioning trader, alih-alih investor. Namun saya justru mendapatkan cukup banyak email pertanyaan soal hasil investasi Srimaya yang saya posting pada bulan Mei lalu di <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/p/blog-page.html">SINI</a>, dimana imbal hasil yang didapat cukup lumayan untuk hasil orang biasa seperti saya (bukan instansi).<br />
<br />
Pertanyaan rekan-rekan cukup beragam, diantaranya:<br />
<ul>
<li><i>Very genius</i>, Apa rahasianya pak? (kayak iklan jamu obat kuat)</li>
<li>Apa kriteria untuk bisa memilih saham seperti itu? Apa cukup dengan value investing?</li>
<li>Bagaimana anda cukup sabar menunggu selama itu (7 tahun) untuk satu saham saja?</li>
<li>Pasti bapak sudah dapat bocoran Outlook 2009 ya?</li>
<li>Dapat informan dari siapa pak? Tim bapak insider semua ya? Boleh saya gabung di tim insidernya? </li>
<li>Kapan bapak buka pelatihan? Naah lho...Dan banyak lagi..</li>
</ul>
<h3>
One Shoot One Kill</h3>
<div>
Cukup sulit ditahun 2008 untuk bergerak kembali masuk ke dunia saham setelah tiga bulan sebelumnya uang saya nyaris habis di bursa saham setelah IHSG anjlok besar, hanya satu orang yang memberikan saya pencerahan di waktu itu, ayah saya yang justru balik bertanya;<br />
<br />
"Di kantor kamu sudah banyak pemecatan? apa ada kerusuhan sampai bakar-bakaran? Pasar emang udah enggak jual ayam?"<br />
<br />
Apa jawabannya?<br />
<br />
Semua jawaban itu bermuara ke satu jawaban: <b>Tidak</b>, dan selama kata "tidak" menjadi jawaban maka saya yakin bahwa ekonomi kita baik-baik saja, dan saya semakin yakin bahwa IHSG akan bangkit setelah melihat bapak Presiden kita yang gagah waktu itu masih wira-wiri di televisi tanpa menyinggung sama sekali kondisi ekonomi.<br />
<br />
Toh diantara itu saya sempat berkelit dengan mengatakan dampak hutang Yunani, tapi apa yg terjadi? Tanpa ekspresi beliau hanya berkata;<br />
<br />
"Yunani? emang kamu ngutang sama dia?". Crap!<br />
<br />
Disitu saya yakin, kondisi kita masih aman dan di tahun itu pula akhirnya saya memutuskan untuk fokus pada mikro yang artinya fokus di dalam mencari saham. Saham yang di cari adalah saham yang BAGUS, betul betul bagus karena saham ini akan saya jadikan pondasi investasi saya nantinya.<br />
<br />
Jika ada yang bilang di atas bahwa saya jenius, anda salah besar. Karena jargon, <i>everybody genius when crisis, and be more genius when bullish </i>adalah benar (anda coba buktikan berapa buku saham yang terbit di gramedia setelah drop 2008?).<br />
<br />
Begitu banyak saham yang bernilai murah pada saat itu dan yang membuat bingung lagi adalah kondisi keuangan yang minim, sehingga target saya hanyalah mencari satu saham. Jika di dunia <i>sniper</i> ada ungkapan <i>one shoot one kill</i>, maka saatnya saya uji ungkapan itu.<br />
<br />
<h3>
Mengapa Unilever?</h3>
<div>
Jawaban saya, pertama adalah Unilever (UNVR) memiliki <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2014/08/perusahaan-bernilai-lebih-apa-itu.html">nilai lebih</a>, lebih dari angka atau apapun, produk Unilever sudah menjangkau kita semua dan cukup sulit dilepaskan, mulai dari peralatan mandi, kecantikan, alat bayi, hingga es krim. Beberapa dari kita mungkin berpikir bahwa keberhasilan Unilever adalah karena dua hal:<br />
<ol>
<li>Karena iklan yang terus menerus di tayangkan sehingga sangat menancap di otak rakyat Indonesia.</li>
<li>Menciptakan mass produk yang dapat ditemukan dari pasar becek hingga top supermarket. </li>
</ol>
Memang benar, dengan dua hal di atas, Unilever secara kontinu menciptakan apa yang dinamakan <b>Moat (Arti <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2014/10/cara-sederhana-menilai-moat-di-dalam.html">MOAT klik disini</a>). S</b>ebaiknya anda mencermati baik-baik juga apa arti dari <b>Moat</b> ini. Karena untuk sebuah kata <b>Moat</b>, Unilever terus menerus beriklan dan berproduksi tanpa bosan sejak era 1970an hingga saat ini. </div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidNOEnBJlvEaFrv8UbLGNt76PMeYklBWHSXdweoLQZPXTc29sk1IEIsr3jBKgnvMIkx4pTOWWm7VQHy9rxMeKDAZXBGcCsJ5hkqnpR_FeWlk_HLhnoOFaCNn6c9U5ns-R9SVwg1trUWLs/s1600/unvr3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidNOEnBJlvEaFrv8UbLGNt76PMeYklBWHSXdweoLQZPXTc29sk1IEIsr3jBKgnvMIkx4pTOWWm7VQHy9rxMeKDAZXBGcCsJ5hkqnpR_FeWlk_HLhnoOFaCNn6c9U5ns-R9SVwg1trUWLs/s1600/unvr3.jpg" /></a></div>
<h3>
Konsistensi dan ROE</h3>
<div>
Pada saat itu, kerjaan saya sepulang kantor adalah merunut satu per satu laporan keuangan emiten yang cukup sulit di dapat di tahun itu dan menyusunnya dalam satu tabel excel. Selama dua bulan dan hampir setiap malam saya membandingkan satu perusahaan dengan perusahaan lain, antara ASII dengan INDF, BBRI dengan UNVR, TLKM dengan KLBF dan seterusnya hingga saya menemukan satu kata: <b>Konsistensi.</b><br />
<b><br /></b>
Apa kaitan konsistensi dengan investasi?<br />
<br />
Konsistensi pada laju pertumbuhan perusahaan mempermudah kita di dalam menilai manajemen perusahaan. Kenyataannya, <b>manajemen yang baik selalu menekankan pada kinerja usahanya bukan kepada aksi korporasinya,</b> sehingga para manajer dan direktur lebih sering duduk bersama untuk membahas strategi pemasaran, grafik penjualan, dan launching produk dibanding membahas kapan right issue atau kapan menerbitkan surat hutang.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Berikutnya adalah ROE atau <i>Return on Equity</i> (Cara menghitungnya klik <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/p/rasio-dalam-menghitung.html"><b>disini</b></a>). ROE bukan dilihat dari kemajuannya tapi dari besar dan konsistensinya. ROE adalah rasio yang digunakan untuk melihat bagaimana efektifnya modal yang disetor dalam menghasilkan laba.<br />
<br />
Mengapa ROE?<br />
<br />
Karena kita sebagai investor adalah pihak yang ikut menyetor dana ke perusahaan yang kita pilih dan sewajarnya jika kita menuntut hasil yang maksimal dari perusahaan itu. Semakin tinggi nilai ROE maka semakin efektif bisnis perusahaan, semakin stabil nilai ROE maka semakin bagus pondasi perusahaan.<br />
<br /></div>
<div>
Perhatikan tabel di bawah:<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEifcW_LsJovYPlW84Hp888A_5uA-ftKKzY_YHcayf-golshX1KmCSL5v0ewuGzI55OptqOqNm7iBuBVJQVTMM71SMoi3NhxLWXrVV0XZ1x6jZNmbf8bN20YfeFpp7DtMI5J0Q1F52dMrPE/s1600/unvr1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEifcW_LsJovYPlW84Hp888A_5uA-ftKKzY_YHcayf-golshX1KmCSL5v0ewuGzI55OptqOqNm7iBuBVJQVTMM71SMoi3NhxLWXrVV0XZ1x6jZNmbf8bN20YfeFpp7DtMI5J0Q1F52dMrPE/s1600/unvr1.jpg" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Unilever tercatat sebagai salah satu emiten yang hampir tidak pernah mengalami penurunan kinerja, baik laba bersih, laba operasi maupun pendapatan. Selama 17 tahun hanya pada tahun 2005 dimana laba operasi turun -0.3%, hanya -0.3% dibanding CAGR yang dimiliki sebesar 48.18%.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Begitu pula kinerja ROE yang tercatat memiliki rata-rata 84.5% selama '99-2015. Dan selama '99-2008, ROE rata-rata sebesar 63.16%. Angka ini jelas jauh melebihi ekspektasi para ahli dimana nilai ROE berkategori sangat baik dipatok berkisar antara 17%-25%. </div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Apa artinya nilai ROE sebesar itu? </div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Ini artinya jika anda meletakkan uang 100 rupiah di saham UNVR maka anda akan mendapat keuntungan bersih rata-rata 63 rupiah setiap tahun<b> tanpa bekerja</b>. </div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Jika anda punya 1 milyar rupiah dan anda letakkan di UNVR, maka hampir dipastikan anda telah mencapai kebebasan finansial tanpa perlu ikut seminar.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<h3 style="clear: both; text-align: left;">
Owner Earning dan Dividend</h3>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Jangan pernah bicara tentang investasi jika anda tidak bisa memastikan berapa uang nyata yang bisa perusahaan tunjukkan kepada anda, berapa uang kas bebas dan berapa laba sebenarnya untuk para pemegang saham. Ini adalah kunci pokok ketika kita ingin ber-investasi.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Contoh kecil, saya ingin meng-investasikan uang saya dalam bisnis tahu goreng yang dijalankan oleh teman, dalam 1-2 tahun jualan tahu goreng tersebut berubah menjadi restoran tahu goreng yang terkenal dengan keuntungan 10x lipat dari awal. </div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Apa yang anda lakukan sebagai pemegang saham?</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Anda pasti bertanya mana keuntungan buat saya? betul? Yap, jika pada tahun pertama atau pada beberapa tahun kedepan si teman mengatakan bahwa mereka belum bisa membagi keuntungan kerena akan ekspansi tahu goreng ke Jepang, oke bisa dimaklumi karena mereka masih butuh CAPEX yang besar untuk berkembang. Tapi jika lebih banyak tahun dimana anda tidak mendapat apa-apa. Hei jangan-jangan anda sedang ditipu!</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Ada dua hal yang bisa anda lihat apakah perusahaan diurus oleh pihak yang benar dan bertanggung jawab atau tidak. Pertama ialah laba pemilik atau <i>Owner Earning</i> (Selengkapnya silahkan baca <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2015/03/laba-pemilik-adalah.html"><b>disini</b></a>) dan kedua ialah Dividend.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Silahkan simak tabel dibawah ini</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiHKLDSmnD7zZI2rbWK3nMwMHLGl40PyDLPeos0fqTqC5XWCXc9JFfp1OnjeS6VylKIxCfvZFav_tQHJxUuo6zDk-_NFVCUtdJSESLewRnJlr_rRnig1ZqtyuoU4HVTUugu7_kOtX_2ny4/s1600/unvr2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiHKLDSmnD7zZI2rbWK3nMwMHLGl40PyDLPeos0fqTqC5XWCXc9JFfp1OnjeS6VylKIxCfvZFav_tQHJxUuo6zDk-_NFVCUtdJSESLewRnJlr_rRnig1ZqtyuoU4HVTUugu7_kOtX_2ny4/s1600/unvr2.jpg" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Dari tabel diatas secara konsisten UNVR terus membagi dividend kepada pemegang saham dengan angka payout ratio yang terbilang fantastis, jika melihat secara rata-rata maka Dividend Payout Ratio berkisar di angka 83%. Saat ini hanya Sidomuncul (SIDO) yang membagi dividend sebesar itu.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Bahkan pada tahun 2004, 2005 dan 2011, dividend UNVR melebihi laba bersihnya. Ini pertanda bahwa manajemen UNVR selalu berusaha menyediakan apa kebutuhan pemegang saham. Jika dividend dirasa kurang atas permintaan pemegang saham maka pihak manajemen UNVR tidak segan-segan mengeluarkan tabungannya dari simpanan tahun-tahun sebelumnya. Ini menunjukkan sikap moral dan etos yang luar biasa dari para manajemen.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Selanjutnya tentang laba pemilik / <i>owner earning</i> yang terus tumbuh, ini mengindikasikan secara jelas bahwa manajemen UNVR bukanlah tipe manajemen yang asal ekspansi, asal akuisisi, asal menghambur-hamburkan uang dengan menggunakan Capex sebagai modal. Tetapi dengan perhitungan matang bahwa setiap jengkal ekspansi dan akusisi haruslah menciptakan laba pada tahun selanjutnya dan itu terbukti. Pembuktian inilah yang menimbulkan apa yang dinamakan TRUST oleh para pemegang saham.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Apa artinya?</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Artinya anda sebagai pemilik saham dihormati layaknya Raja Brittania Raya.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Bagaimana dengan uang kas?</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Uang kas operasi yang selalu terjaga di angka positif menunjukkan UNVR tidak pernah menemui kendala berarti dalam pembayaran ke pemasok dan tentunya dana dari pelanggan, karena kebijakan <i>cash payment</i> membuat UNVR sedikit memiliki piutang dan hutang.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<h3 style="clear: both;">
Anomali dan Keberuntungan</h3>
<div class="separator" style="clear: both;">
Oke, kita hanya membahas tahun dimana saya memutuskan membeli saham UNVR, yaitu tahun 2008. saham UNVR yang pada saat itu seharga 6500 rupiah per saham termasuk salah satu saham yang tetap stabil pada saat anjloknya IHSG. Sebelum dan sesudah kejatuhan IHSG, CAGR saham UNVR tercatat hanya naik <b>15%</b> sejak akhir 2006 hingga akhir 2008, lalu berapa CAGR laba operasi UNVR di periode yang sama? laba operasi naik <b>39.78%</b> atau lebih dari 2 kali lipat harga sahamnya. </div>
<div class="separator" style="clear: both;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both;">
Mengapa demikian? </div>
<div class="separator" style="clear: both;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both;">
Anda perhatikan lagi, kenaikan laba operasi jauh diatas kenaikan harga sahamnya sendiri, padahal kita tahu bahwa pasar modal kita adalah pasar efisien bentuk lemah (<i>weak-form</i>) atau bahkan <i>in-efficient</i> sehingga harga saham selalu bergerak mengikuti rumor dan pelaku pasar yang cenderung <i>over-reaction</i> terhadap saham-saham berfundamental bagus. </div>
<div class="separator" style="clear: both;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both;">
Inilah mengapa yang membuat saham-saham yang berfundamental bagus harganya naik melebihi kenaikan laba operasinya, dan ini dialami oleh saham-saham seperti TLKM dkk di bulan-bulan sebelum IHSG drop,</div>
<div class="separator" style="clear: both;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both;">
Tapi yang terjadi pada UNVR saat itu adalah sebuah <b><a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Anomali">anomali</a></b>, entah mengapa saham UNVR diperdagangkan biasa-biasa saja, PER saat itu senilai 20.5x dengan PEG ratio 0.52x. Untuk seorang Value-Growth Investor, ratio ini sudah cukup menarik. Dan bagi saya, anomali ini adalah keberuntungan, <i>yes! lucky is not everyday</i>. Ini salah satu rahasia jika anda ingin nilai investasi anda <i>outperform. </i>Temukan anomali.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<h3 style="clear: both; text-align: left;">
Kesabaran</h3>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Dari pertanyaan rekan-rekan diatas, ada yang menanyakan tentang kesabaran saya dalam memegang saham UNVR. Terus terang bahwa kesabaran bukanlah keistimewaan. Analogi yang menarik seperti ini:</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Jika anda memiliki istri yang cantik jelita, kaya, sholeh, pintar masak, ramah, darinya anda punya anak dua yang lucu dan pintar, dan selama hidup dengan anda dia hanya melakukan sedikit sekali kesalahan. Apakah jika suatu saat istri anda melakukan kesalahan yang sama anda langsung menceraikannya?</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Sebaiknya anda renungkan.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<h3 style="clear: both; text-align: left;">
Valuasi saat ini</h3>
<div>
Untuk valuasi saat ini, sayangnya saham UNVR bukanlah merupakan tipe perusahaan yang cocok untuk <i>Value Growth Investing</i>, tapi tergolong perusahaan <i>long life & everlasting</i> karena valuasi sahamnya sudah terlalu mahal, PER sudah 40x keatas dan dengan <i>margin of safety</i> yang sangat kecil<i>.</i> </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Jika saat ini anda ingin masuk ke saham UNVR, tiga hal yang perlu anda lakukan: <b><u>Jangan melakukan valuasi, beli dan tidurlah.</u></b></div>
<div>
<b><br /></b></div>
<div>
Kalaupun ingin bersabar, saya tidak tahu kapan Indonesia akan crash, karena saya pribadi tidak ingin seperti itu.</div>
<div>
<b><br /></b></div>
<h3>
Lantas, apa perusahaan yang cocok saat ini, atau minimal yang setara dengan UNVR?</h3>
<div>
Memilih saham UNVR pada tahun 2008 lalu adalah puncak dari seluruh aktifitas valuasi saham. Hampir semua jenis kategori valuasi dari tingkat awam (kinerja dan neraca keuangan) hingga tingkat lanjut (DCF, likuiditas, IRR, Intrinsik Value <a href="http://financial-alchemist.blogspot.com/2007/11/book-reviewgetting-started-in-value.html">Charles Mizrahi</a> & Benjamin Graham, <a href="http://www.kajianpustaka.com/2013/03/metode-altman-z-score.html">Altman-Z Score</a> dll) dilakukan untuk studi kelayakan investasi. Dan hasilnya menakjubkan, UNVR lolos dari semua kategori diatas.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dengan kondisi nyaris sempurna seperti itu, maka hampir tidak ada perusahaan saat ini yang selayak saham UNVR pada 2008, jika mendekati mungkin anda bisa lebih berselancar di blog ini untuk menemukan perusahaan yang sekiranya cocok dengan style anda seperti <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2014/12/saham-asgr-sekarang.html">Astra Graphia (ASGR)</a> atau<a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2014/12/10-saham-murah-indonesia-dan-layak-beli.html"> BBNI dan UNTR</a>. Beberapa sudah ada yang saya bahas jadi tinggal tugas anda menemukan 'kunci rahasia' untuk berinvestasi.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Jika anda beruntung dan jeli, maka anda bisa menemukan <b>anomali</b> yang saya sebutkan di atas, dan beberapa investor kawakan seperti <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Peter_Lynch">Peter Lynch</a>, dia banyak menemukan anomali pada pergerakan harga saham berbanding kinerja riilnya, dan itulah yang dia katakan sebagai calon <i>ten-bagger</i>.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Salam Investasi</div>
</div>
</div>
Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com24tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-36524139500691416692015-06-25T12:15:00.001+07:002015-06-27T09:06:27.938+07:00Screening saham dengan Value Growth InvestingWarren Buffet dan Charlie Munger adalah dua investor luar biasa yang selalu menjadi panutan setiap investor, khususnya yang memperdalam analisa fundamental dalam screening sahamnya. Disebut luar biasa selain karena hasil yang mereka dapat di atas rata-rata mereka juga adalah investor yang berani ber-evolusi, khususnya Warren Buffet yang sebelumnya hanya mengandalkan <b>Value Investing </b>menjadi berbeda dengan penerapan <b>Growth Investing </b>atas saran Munger<b>. </b>Buffet mengartikan sendiri konsep tersebut sebagai cara membeli perusahaan bagus dengan harga yang pantas, artinya disini Buffet juga menekankan pada pertumbuhan laba namun tetap pada rasio harga yang wajar.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgjAxP8Ap9zSj8n0TIhAV8NzmkalrTyfNOhXQ6mlsgDdjfO7Bl9uFtrcvlMVEUkmLzdo5x-S9qTRBSPxivRkP70S-iMrxuSYpIOENuvltvZydL06U_0bCBKu7EdWKe1E0yBiYDse-RuSU4/s1600/gestion-valor-crecimiento.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="175" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgjAxP8Ap9zSj8n0TIhAV8NzmkalrTyfNOhXQ6mlsgDdjfO7Bl9uFtrcvlMVEUkmLzdo5x-S9qTRBSPxivRkP70S-iMrxuSYpIOENuvltvZydL06U_0bCBKu7EdWKe1E0yBiYDse-RuSU4/s200/gestion-valor-crecimiento.gif" width="200" /></a></div>
Demikian juga dengan <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Peter_Lynch" target="_blank">Peter Lynch</a> yang terkenal dengan perhitungan mengandalkan rasio <i>PEG (Price Earning to Growth)</i>. Dari sini saya akan menggabungkan antara metode Buffet-Munger dengan Peter Lynch yang dikenal dengan nama <b>Value Growth Investing</b>. Tentunya dengan beberapa modifikasi untuk disesuaikan dengan kondisi market Indonesia.<br />
<br />
<h4>
1. Menentukan <i>High Predictability Rank </i>(Apa itu? bisa anda baca <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2015/02/buffet-munger-screener.html" target="_blank">disini</a> dan <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2015/06/panduan-memilih-saham-dengan-high-predictability-rank.html" target="_blank">disini</a>). </h4>
Disini saya menggunakan teknik ranking pada semua perusahaan yang ada di BEI dengan rumus sebagai berikut: => <b>Rank (<a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2015/04/cara-menghitung-operating-margin.html" target="_blank"><i>Operating Margin</i></a>) + Rank (</b><b><i>3 years a</i></b><b><i>verage Operating Income</i>).</b><br />
<b><br />
</b> Data saya ambil 3 tahun terakhir, kerena:<br />
<ul>
<li>Market Indonesia terlalu cepat berfluktuatif terhadap rumor, sehingga data 3 tahun terakhir saya anggap lebih mewakili ekspektasi pasar.</li>
<li>Banyak emiten yang datanya <i>out of range</i> jika di ambil 5 tahun kebelakang sehingga menjadi tidak valid, range 3 tahun saya rasa cukup untuk pasar Indonesia meskipun idealnya 5 tahun.</li>
</ul>
<div>
Setelah mendapatkan hasil, emiten di urutkan dari jumlah rank terkecil hingga terbesar. Ranking digolongkan sebagai berikut:</div>
<div>
<ul>
<li>1-20 = 5-stars</li>
<li>21-100 = 4-stars</li>
<li>101 - 200 = 3-stars</li>
<li>201-300 = 2-stars</li>
<li>> 300 = 1-star</li>
</ul>
<div>
<br /></div>
<h4>
2. Menentukan kriteria Value Growth Investing</h4>
</div>
<div>
Kriteria umum:</div>
<div>
<ul>
<li>Perusahaan memiliki MOAT atau daya saing yang baik. Biasanya ini ditandai dengan </li>
<ul>
<li><span style="color: #073763;">ROE ≥ 20% - <b>Best</b></span></li>
<li>10% < ROE < 20% - <b>Pass</b></li>
<li>5% < ROE < 10% - <b>Warning</b></li>
<li><span style="color: red;">ROE < 5% - <b>Fail</b></span></li>
</ul>
<li>DER < 1, angka ini berkategori mutlak, sebab yang kita ingin beli sahamnya adalah perusahaan yang sehat secara rasio keuangan terhadap hutang. Rasio ini dikecualikan terhadap emiten bank dan keuangan lainnya.</li>
<li>Rasio PER < 17x, PBV < 3.5x dan PEG < 1. Mengapa PER dibawah 17x? bukan 15x atau 12x seperti analisa konservatif?. Disini saya memodifikasi berdasarkan kondisi market Indonesia yang sangat <i><a href="http://www.investopedia.com/terms/i/inefficientmarket.asp" target="_blank"><b>in-efficient</b></a>, </i>dimana ekspektasi pasar sangat tinggi terhadap saham-saham bagus sehingga hampir semua saham yang tergolong bagus memiliki rasio harga yang cukup mahal jika kita memakai asumsi PER 12x. </li>
</ul>
<div>
<i>NB: Asumsi PER < 12x hanya akan dipakai pada saat kondisi market crash.</i></div>
<div>
<i><br />
</i></div>
<div>
Kriteria khusus:</div>
</div>
<div>
<ul>
<li>Market Cap diatas 2 trilyun</li>
<li>Revenue atas 330 milyar (baca: <b><a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/p/value-investing-ii-cara-screening-saham.html" target="_blank"><span id="goog_1631488958"></span>disini</a><span id="goog_1631488959"></span></b>)</li>
<li>Current Ratio di atas 1, angka ini mutlak karena kita menginginkan perusahaan yang memiliki aset lancar lebih tinggi dari kewajiban lancarnya. Rasio ini dikecualikan terhadap emiten bank dan keuangan lainnya.</li>
<li>Pertumbuhan rata-rata <i>Net Income</i> 3 tahun terakhir (<i>3 years Average Net Income</i>) ≥ 10%</li>
<li>Pertumbuhan rata-rata <i>Income before Tax (Ebit)</i> 3 tahun terakhir <i>(3 years average Ebit) </i>≥ 10%</li>
<li><i>Operating Margin (Operating profit / Revenue) </i>(baca: <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2015/04/cara-menghitung-operating-margin.html" target="_blank"><b>disini</b></a>)<i> </i>≥ 10%</li>
<li><i>Earning Yield </i>diatas 5%. Yield obligasi 10 tahun pemerintah Indonesia = 8.3%, sehingga:</li>
<ul>
<li>5% <span style="background-color: white; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-size: 15.3999996185303px; line-height: 21.5599994659424px; text-align: center;">≤</span> Earning Yield <span style="background-color: white; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-size: 15.3999996185303px; line-height: 21.5599994659424px; text-align: center;">≤ </span>8.3% - <b>Best</b></li>
</ul>
</ul>
</div>
<div>
Hasil lengkap screening saham dengan Value Growth Investing adalah sebagai berikut:<br />
<style type="text/css">
table.tableizer-table {
border: 1px solid #CCC; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;
font-size: 9.8px;
}
.tableizer-table td {
padding: 4px;
margin: 3px;
border: 1px solid #ccc;
}
.tableizer-table th {
background-color: #104E8B;
color: #FFF;
font-weight: bold;
}
</style><br />
<table class="tableizer-table"><tbody>
<tr class="tableizer-firstrow"><th>Symbol</th><th>Market Capital (B)</th><th>Current Ratio (Quarter)</th><th>EBIT (Avg: 3 Year)</th><th>Net Income (Avg: 3 Year)</th><th>Operating Profit/Revenue</th><th>PE Ratio (TTM)</th><th> PBV</th><th> PEG</th><th>Earning Yield (ttm)</th><th>ROE (TTM)</th><th>DER (Quarter)</th><th>Rank Predictable</th><th>Value Growth Screening</th></tr>
<tr><td>BSDE</td><td>33,874</td><td>2.49</td><td>54.39%</td><td>65.63%</td><td>49.53%</td><td>8.21</td><td>1.90</td><td>0.15</td><td>7.86%</td><td>23.20%</td><td>0.25</td><td>5-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>LPCK</td><td>6,473</td><td>2.78</td><td>46.19%</td><td>48.52%</td><td>52.43%</td><td>7.26</td><td>2.20</td><td>0.16</td><td>13.21%</td><td>30.34%</td><td>0.02</td><td>5-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>PWON</td><td>20,901</td><td>1.41</td><td>82.57%</td><td>93.56%</td><td>49.32%</td><td>8.51</td><td>3.22</td><td>0.10</td><td>8.08%</td><td>37.77%</td><td>0.77</td><td>5-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>BBNI</td><td>102,927</td><td>0</td><td>21.93%</td><td>22.78%</td><td>40.13%</td><td>9.18</td><td>1.72</td><td>0.42</td><td>11.56%</td><td>18.71%</td><td>0</td><td>4-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>CTRS</td><td>5,284</td><td>1.29</td><td>41.27%</td><td>46.88%</td><td>34.34%</td><td>10.26</td><td>1.91</td><td>0.25</td><td>11.05%</td><td>18.65%</td><td>0.14</td><td>4-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>BBRI</td><td>263,763</td><td>0</td><td>18.05%</td><td>17.14%</td><td>36.63%</td><td>10.79</td><td>2.75</td><td>0.60</td><td>10.63%</td><td>25.49%</td><td>0</td><td>4-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>BMRI</td><td>232,155</td><td>0</td><td>16.35%</td><td>17.51%</td><td>34.85%</td><td>11.56</td><td>2.25</td><td>0.71</td><td>11.22%</td><td>19.46%</td><td>0</td><td>4-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>PGAS</td><td>104,238</td><td>2.72</td><td>16.74%</td><td>14.87%</td><td>27.54%</td><td>12.40</td><td>2.67</td><td>0.74</td><td>9.80%</td><td>21.54%</td><td>0.72</td><td>4-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>ASGR</td><td>2,623</td><td>1.99</td><td>23.24%</td><td>23.11%</td><td>13.18%</td><td>9.54</td><td>2.76</td><td>0.41</td><td>11.98%</td><td>28.90%</td><td>0.04</td><td>3-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>MNCN</td><td>27,481</td><td>9.59</td><td>18.97%</td><td>18.08%</td><td>39.06%</td><td>16.58</td><td>2.96</td><td>0.87</td><td>8.09%</td><td>17.87%</td><td>0.37</td><td>4-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>SSIA</td><td>4,799</td><td>1.82</td><td>20.36%</td><td>17.26%</td><td>16.51%</td><td>7.91</td><td>1.65</td><td>0.39</td><td>13.05%</td><td>20.90%</td><td>0.49</td><td>3-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>BFIN</td><td>4,071</td><td>0</td><td>12.20%</td><td>11.97%</td><td>42.23%</td><td>6.63</td><td>1.09</td><td>0.54</td><td>22.42%</td><td>16.40%</td><td>0</td><td>4-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>CTRA</td><td>20,398</td><td>1.67</td><td>51.40%</td><td>59.78%</td><td>34.28%</td><td>15.39</td><td>2.67</td><td>0.30</td><td>8.04%</td><td>17.35%</td><td>0.56</td><td>5-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>LPKR</td><td>25,155</td><td>4.98</td><td>55.39%</td><td>53.21%</td><td>32.29%</td><td>9.58</td><td>1.45</td><td>0.17</td><td>9.84%</td><td>15.12%</td><td>0.63</td><td>4-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>PANS</td><td>3,636</td><td>0</td><td>21.40%</td><td>21.14%</td><td>62.56%</td><td>11.92</td><td>2.66</td><td>0.56</td><td>10.11%</td><td>22.33%</td><td>0</td><td>4-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>MTLA</td><td>3,100</td><td>2.59</td><td>26.23%</td><td>19.61%</td><td>40.20%</td><td>11.31</td><td>1.56</td><td>0.43</td><td>11.93%</td><td>13.80%</td><td>0.36</td><td>4-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>DART</td><td>2,419</td><td>2.02</td><td>70.68%</td><td>85.62%</td><td>42.87%</td><td>5.72</td><td>0.73</td><td>0.08</td><td>14.77%</td><td>12.68%</td><td>0.43</td><td>5-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>BEST</td><td>3,917</td><td>3.87</td><td>44.82%</td><td>48.42%</td><td>57.49%</td><td>10.42</td><td>1.34</td><td>0.23</td><td>9.58%</td><td>12.87%</td><td>0.52</td><td>5-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>PNIN</td><td>3,051</td><td>0</td><td>15.26%</td><td>11.19%</td><td>13.43%</td><td>3.18</td><td>0.37</td><td>0.21</td><td>9.80%</td><td>11.71%</td><td>0</td><td>3-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>AMFG</td><td>3,125</td><td>6.15</td><td>10.20%</td><td>10.82%</td><td>15.54%</td><td>6.58</td><td>0.99</td><td>0.64</td><td>28.25%</td><td>15.04%</td><td>0</td><td>3-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>CTRP</td><td>3,598</td><td>1.76</td><td>35.54%</td><td>35.42%</td><td>39.23%</td><td>9.11</td><td>0.83</td><td>0.26</td><td>10.03%</td><td>9.08%</td><td>0.74</td><td>4-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>DILD</td><td>6,064</td><td>1.29</td><td>38.58%</td><td>45.27%</td><td>29.59%</td><td>14.17</td><td>1.35</td><td>0.37</td><td>7.50%</td><td>9.50%</td><td>0.42</td><td>4-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>MDLN</td><td>6,517</td><td>1.33</td><td>93.94%</td><td>97.68%</td><td>36.22%</td><td>12.98</td><td>1.18</td><td>0.14</td><td>10.41%</td><td>9.11%</td><td>0.68</td><td>5-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>NISP</td><td>14,084</td><td>0</td><td>20.88%</td><td>20.96%</td><td>22.23%</td><td>10.33</td><td>0.92</td><td>0.49</td><td>12.87%</td><td>8.89%</td><td>0</td><td>4-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>MAYA</td><td>7,031</td><td>0</td><td>36.04%</td><td>36.50%</td><td>14.76%</td><td>16.31</td><td>2.03</td><td>0.45</td><td>8.94%</td><td>12.47%</td><td>0</td><td>4-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>BTPN</td><td>21,162</td><td>0</td><td>12.50%</td><td>9.79%</td><td>20.62%</td><td>11.42</td><td>1.79</td><td>0.91</td><td>11.72%</td><td>15.69%</td><td>0</td><td>3-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>ELSA</td><td>3,722</td><td>1.56</td><td>104.67%</td><td>119.38%</td><td>10.17%</td><td>8.80</td><td>1.42</td><td>0.08</td><td>12.05%</td><td>16.18%</td><td>0.19</td><td>4-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>NRCA</td><td>2,284</td><td>1.92</td><td>21.01%</td><td>51.28%</td><td>6.47%</td><td>8.10</td><td>2.15</td><td>0.39</td><td>9.96%</td><td>26.60%</td><td>0.02</td><td>3-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>JRPT</td><td>13,131</td><td>1.21</td><td>27.43%</td><td>27.79%</td><td>42.39%</td><td>16.99</td><td>3.22</td><td>0.62</td><td>5.82%</td><td>22.02%</td><td>0</td><td>4-Stars</td><td>OK</td></tr>
<tr><td>INTP</td><td>77,398</td><td>7</td><td>12.98%</td><td>13.58%</td><td>30.44%</td><td>14.64</td><td>3.01</td><td>1.13</td><td>8.56%</td><td>20.58%</td><td>0</td><td>4-Stars</td><td>NO</td></tr>
<tr><td>SMGR</td><td>72,661</td><td>2.19</td><td>11.68%</td><td>12.34%</td><td>25.75%</td><td>13.32</td><td>2.86</td><td>1.14</td><td>8.79%</td><td>21.48%</td><td>0.16</td><td>4-Stars</td><td>NO</td></tr>
<tr><td>PJAA</td><td>3,824</td><td>0.77</td><td>13.43%</td><td>13.25%</td><td>26.37%</td><td>17.07</td><td>2.50</td><td>1.27</td><td>7.67%</td><td>14.66%</td><td>0.33</td><td>4-Stars</td><td>NO</td></tr>
<tr><td>TOTO</td><td>3,765</td><td>2.33</td><td>9.23%</td><td>10.44%</td><td>18.66%</td><td>12.51</td><td>3.18</td><td>1.36</td><td>10.24%</td><td>25.43%</td><td>0.12</td><td>3-Stars</td><td>NO</td></tr>
</tbody></table>
</div>
<br />
Bisa kita lihat di atas hanya ada 29 saham yang lolos screening dengan Value Growth Investing, ini menandakan bahwa dari 430 saham di BEI, bahkan tidak ada setengahnya yang memiliki prospek pertumbuhan cepat dengan harga yang wajar. Apakah ini menandakan market Indonesia sudah <i>over-valued</i>? atau ekonomi yang melambat dari 3 tahun lalu? <br />
<br />
<i>*Bahkan perusahaan sekelas APPLE pun sahamnya dijual dengan PER 15.71x, masih dibawah rata-rata industrinya itu sendiri, kebayang kan bagaimana in-efficientnya market Indonesia?</i><br />
<br />
Perlu di cermati bahwa saham-saham yang tidak lolos screening <b>value growth investing</b> memiliki kekurangan pada PEG, diantaranya INTP, meskipun sekilas terlihat bagus, namun memiliki PEG di atas 1, artinya rasio harga terhadap laba (PER) di atas nilai pertumbuhannya, yang berindikasi pasar sudah <i>overestimated. </i>Jika kedepannya kenaikan harga sahamnya tidak bisa diimbangi oleh pertumbuhannya akan sangat rentan terkena dampak kejatuhan. Begitu pula untuk SMGR, PJAA dan TOTO.<br />
<br />
Mumpung IHSG sedang bergelora sehingga sangat sedikit ide investasi yang bisa di bahas, silahkan anda gabungkan dengan analisa internal anda sendiri sebelum memutuskan untuk membeli saham. Untuk detail lebih lengkap perhitungan rasio-rasio keuangan saham, silahkan klik <b><a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/p/rasio-dalam-menghitung.html" target="_blank">disini</a></b><br />
<br />
Untuk menghitung harga wajar saham dan nilai intrinsik klik <b><a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2014/08/analisa-saham-fundamental-value-investing-menghitung-harga-wajar.html" target="_blank">disini</a></b><br />
<br />
Salam Investasi<br />
<br />
<i><u>Disclaimer on: Keputusan untuk membeli saham merupakan keputusan anda sendiri tanpa ada paksaan pihak manapun. Kami tidak memiliki hak, wewenang dan tanggung jawab apapun atas setiap keputusan investasi yang anda ambil</u></i>Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com21tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-7505175853515246042015-06-23T01:46:00.001+07:002015-06-23T09:37:56.655+07:00Investasi dengan Siasat Tiga Kerajaan (Sam Kok)Di malam itu di tepi sungai Yang Tze penasehat militer legendaris dari kerajaan Shu, Zhuge Liang sedang berdiskusi dengan panglima perang kerjaan Wu, Jenderal Zhou Yu tentang siasat mengalahkan kerajaan Wei. Saat itu Jenderal Zhou Yu membutuhkan anak panah berjumlah seratus ribu yang harus dipenuhi oleh Zhuge Liang secepatnya dan Zhuge Liang menyetujui.<br />
<br />
Hari pertama, yang dikerjakan Zhuge Liang adalah mengamati angin sungai Yang Tze dan kemudian menyiapkan 20 kapal dan 30 awak yang sudah diselimuti jerami dan kain hitam, tidak ada panah yang dibuat pada hari pertama. Hari kedua, juga tidak ada kegiatan dari Zhuge Liang untuk membuat anak panah begitupun hari ketiga, meskipun sudah terjadi kepanikan dari orang-orang disekitarnya karena belum satupun anak panah yang jadi dan cuaca tidak mendukung, toh Zhuge Liang tetap dalam pendiriannya.<br />
<br />
Ternyata di malam hari ketiga, kabut turun sangat tebal dan semakin tebal, tiba-tiba di tengah kondisi cuaca seperti itu Zhuge Liang memerintahkan 20 kapal tersebut mulai berlayar menuju camp musuh untuk menyerang. Ketika tiba di dekat area musuh, alih-alih menyerang, kedua puluh kapal tersebut diperintahkan untuk berputar horizontal sambil menabuh genderang perang. Pasukan Cao Cao yang mendengar suara genderang tersebut langsung bersiaga untuk menyerang, namun karena kabut sangat tebal maka tidak ada penyerangan yang paling efektif kecuali panah dan itulah yang dilakukan pasukan Cao Cao.<br />
<br />
Pasukan Cao Cao melepas beribu-ribu anak panah ke arah kapal Zhuge Liang dimana anak panah tersbut bukan melukai namun tersangkut di jerami dan kain yang disiapkan, di saat itu Zhuge Liang memerintahkan para awak kapal untuk memutar kapal tersebut 180 derajat sehingga arah sebaliknya pun penuh dengan anak panah. Setelah dirasa cukup, Zhuge Liang memerintahkan para awak kapal untuk kembali ke markas dan menghitung hasil pengumpulan anak panah yang jumlahnya lebih dari seratus ribu anak panah. Sungguh luar biasa kemahiran seorang Zhuge Liang.<br />
<br />
Lantas apa hubungan cerita di atas dengan investasi saham? Hubungannya ada pada penanaman diri kita dalam berinvestasi. Ada beberapa point penting yang bisa dipetik:<br />
<br />
<h4>
1. Memperhatikan dan Mengamati</h4>
Terlalu banyak dari kita yang dengan cepat menyimpulkan apakah suatu saham sudah layak beli atau tidak, sehingga bukan hasil optimal yang didapat tetapi rengekan setelah saham yang dibeli turun nilainya. Zhuge Liang menghabiskan waktunya untuk mengamati sebelum memulai kalkukasi strateginya.<br />
<br />
<h4>
2. Kalkulasi dan Valuasi</h4>
Zhuge Liang tidak sembarangan ketika menyanggupi menyediakan seratus ribu anak panah dalam waktu singkat, dia melakukan valuasi terhadap kinerja kapal, awak dan tentunya cuaca. Memang tahapan ini memerlukan tingkat jam terbang yang lumayan, namun bagi pemula, bertanya adalah jalan terbaik.<br />
<br />
<h4>
3. Memilih Waktu dan Hilangkan Keraguan</h4>
<div>
Ini tingkatan yang lebih sulit setelah nomor 2 diatas, memilih waktu dan hilangkan keraguan. Zhuge Liang tidak menunda-nunda waktu penyerangan ketika dirasa sudah menemukan timing yang tepat meskipun sebelumnya banyak sekali suara orang-orang di sekelilingnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Begitupula saham, timing yang tepat bukan muncul dari bisikan dan rumor sekeliling anda, jika anda terbiasa melakukan valuasi dan kalkukasi berulang-ulang terhadap saham, maka anda akan mengetahui kapan saat yang tepat untuk mulai membeli saham tertentu. Kuncinya adalah terlatih, terlatih hasil dari latihan, dan latihan hasil dari kemauan.</div>
<div>
<br /></div>
<h4>
4. Saat Emosi, jangan menuruti Emosi karena itulah titik awal kehancuran</h4>
<div>
Ini kunci dari Investasi, karena sesungguhnya puncak investasi adalah pengendalian diri yang baik. Apa yang dilakukan Zhuge Liang ketika hari ketiga belum juga tampak tanda-tanda cuaca yang menguntungkan? Kalau kita, pastilah kita panik dan buru-buru mencari kayu untuk dipotong menjadi anak panah yang jumlahnya tidak mungkin mencapai seratus ribu. Tapi Zhuge Liang tetap tak bergeming dan yakin akan valuasinya yang sudah direncanakan. Percayalah bahwa keberuntungan hanya mengambil peran 1% dari semuanya dan sisanya adalah kerja keras.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sehingga jika anda yakin bahwa valuasi dan pandangan anda terhadap suatu saham adalah benar, yang perlu anda lakukan adalah sabar. Hal ini berlaku pula saya rasa terhadap trader, hanya pada trader unsur spekulatifnya lebih tinggi. Jelas Zhuge Liang tidak spekulatif ketika memutuskan strategi "Mencuri anak panah" melainkan berdasarkan pengamatan, valuasi dan kesabaran.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Begitulah sekilas siasat investasi dari siasat klasik Tiongkok yang sangat terkenal di dunia, siasat Tiga Kerajaan (Sam Kok), semoga dapat mengisi hari anda di tengah IHSG yang sedang bergelora.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Salam Investasi<br />
<br />
<i>Kisah di atas mengambil cerita dari roman legenda Tiongkok:</i><br />
<i><a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Kisah_Tiga_Negara" target="_blank"><span style="background-color: white; color: #545454; font-family: arial, sans-serif; line-height: 18.2000007629395px;">Kisah Tiga Negara (Hanzi: 三國演義, hanyu pinyin: sānguó yǎnyì, Bahasa Inggris</span><wbr style="background-color: white; color: #545454; font-family: arial, sans-serif; line-height: 18.2000007629395px;"></wbr><span style="background-color: white; color: #545454; font-family: arial, sans-serif; line-height: 18.2000007629395px;">: Romance of the Three Kingdoms)</span></a></i><br />
<i><br /></i>
<i>Bagi anda yang ingin membaca kisah roman tersebut bisa download gratis e-booknya <a href="http://www.4shared.com/rar/hARwOsyvba/SamKok-Kisah3Kerajaan.html" target="_blank">DISINI</a></i><br />
<i><br /></i>
<i>Download aplikasi membaca e-book (.plc) gratis <a href="http://www.4shared.com/file/VIhPF5mdba/mobireadersetup.html" target="_blank">DISINI</a></i></div>
Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-40931390582528158402015-06-16T15:57:00.000+07:002015-06-18T13:36:28.030+07:00Memilih Saham dengan High Predictability RankLanjutan dari artikel sebelumnya tentang <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2015/02/buffet-munger-screener.html" target="_blank">kriteria Warren Buffet dan Charlie Munger</a> untuk menemukan perusaaan bagus yang harga sahamnya dijual dalam nilai wajar, salah satu kriteria tersebut adalah dengan melihat<i> High Predictability Rank</i>, atau Pemeringkatan perusahaan berdasarkan konsistensi pertumbuhan pendapatan dan laba. Atau bisa disebut prediksi bisnis.<br />
<br />
Mengapa memakai model <i>Predictability Rank</i>? Ketika kita ingin berinvestasi kedalam instrument saham, yang akan kita beli adalah <i>future</i>, atau masa depan dari perusahaan yang sahamnya akan kita beli, bukan <i>past </i>atau masa lampau dari perusahaan itu. Saya akui memang sangat sulit membaca <i>future </i>dari sebuah perusahaan. Sehingga yang bisa kita lakukan adalah dengan melakukan prediksi.<br />
<br />
So, bagaimana bentuk prediksinya? Syarat utama tentunya yang paling realistis dan paling masuk akal, apa itu? Yaitu dengan melihat konsistensi kinerja dan bisnis perusahaan tersebut, walaupun konsepnya sama dengan analisa teknikal yang juga membaca data historikal saham, namun melihat kinerja perusahaan lebih masuk akal bagi saya karena kinerja perusahaan adalah hal nyata, kinerja manajemen yang mengurus adalah nyata, SDM-nya nyata (bukan makhluk jadi-jadian), penjualan, arus kas dan aksi korporasi baik atau buruk hasilnya adalah nyata, bebas dari rumor, tebak-tebakan, stimulus atau apapun itu.<br />
<br />
Buffet dan Munger membagi <i>Predictability Rank</i> perusahaan kedalam 5 kategori berdasarkan laba bersih dan pendapatan. Namun di Indonesia, terdapat banyak komponen yang membuat pendapatan terus meningkat namun laba bersih kadangkala turun akibat pengaruh sisi keuangan non teknis seperti selisih kurs. Dan ini yang seringkali membuat investor terlalu cepat bertindak yang berlebihan sehingga saham perusahaan tersebut langsung anjlok melebihi turunnya laba itu sendiri, tentunya ini kurang cocok diterapkan di Indonesia karena mayoritas konsumen saham adalah trader, sehingga saya mengajukan modifikasi terhadap nilai acuan.<br />
<br />
Disini saya memakai <i>operating margin</i> sebagai penghubung antara pendapatan (<i>revenue</i>) dengan laba operasi (<i>operating margin</i>), dan laba sebelum pajak (EBIT). Perhitungan memakai <i>Consistency Ratio </i>(CR)<i> </i>dan dihitung<i> </i>menggunakan software<i> </i>sebagai dasar pengambilan keputusan.<br />
<br />
Adapun kriteria dari <i>Consistency Ratio </i>(CR)<i> </i>sbb:<br />
CR < = 10%, Konsistensi diterima<br />
CR > 10%, Konsistensi ditolak<br />
<br />
% Konsistensi = 100% - (CR/10%)<br />
<br />
Periode sample diambil data 2010 - 2015 (ttm)<br />
<br />
✪✪✪✪✪ <b>- 5 Stars </b><br />
Kategori bintang lima memiliki grafik pertumbuhan <i>operating margin</i> dan EBIT seperti dibawah. Cukup jarang perusahaan di Indonesia yang memiliki konsistensi pertumbuhan tanpa ragu seperti ini, mungkin hanya 1-5 perusahaan yang punya, termasuk UNVR dan JRPT.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFXhA1WzalzTMcSlFEw2ohPzSzmlgiJL8RwP4lwpgYlTVLlmihDsuPwlx5PiK9xN9pmSNQRzub5neWuvTA5L0EjuAXTbKnPBKF2yK_-Kn_Dr8AZywPKdXWDySZreHSwtdW4QQUuw713hk/s1600/5str.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="191" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFXhA1WzalzTMcSlFEw2ohPzSzmlgiJL8RwP4lwpgYlTVLlmihDsuPwlx5PiK9xN9pmSNQRzub5neWuvTA5L0EjuAXTbKnPBKF2yK_-Kn_Dr8AZywPKdXWDySZreHSwtdW4QQUuw713hk/s400/5str.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">5-Stars Class A. Lippo Cikarang (LPCK)<br />
Growth 52.43%. CR: 1.47%, % Consistency: 85.30%</td></tr>
</tbody></table>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbUGgs5aHNGKxtiWr93CX6Mq7EjMAR8_ZjS4QOo9RWaYMrhi0Jzu4D_C6aLfnPRFqEkLueqDcmW0-8DL4iOe6unRIZ1l3okT2WFOPYGEB0pNfvhC6SIsKOZsjkZ96y-JO6Dqu38pCndso/s1600/4.5+str.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="193" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbUGgs5aHNGKxtiWr93CX6Mq7EjMAR8_ZjS4QOo9RWaYMrhi0Jzu4D_C6aLfnPRFqEkLueqDcmW0-8DL4iOe6unRIZ1l3okT2WFOPYGEB0pNfvhC6SIsKOZsjkZ96y-JO6Dqu38pCndso/s400/4.5+str.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">5-Stars Class B. Astra Graphia (ASGR)<br />
Growth 13.18%. CR 1.64%. % Consistency 83.60% <i> </i></td></tr>
</tbody></table>
✪✪✪✪ - <b>4 Stars</b><br />
Kategori bintang empat memiliki konsistensi yang sangat baik, namun terjadi sedikit perubahan laju <i>operating margin</i> (biasanya ada laju bisnis yang agak melambat disuatu periode, atau sebaliknya) yang berakibat membesarnya <i>inconsistency. </i>Contoh grafiknya seperti dibawah ini.<br />
<i><br /></i>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_Ts0ip44gOjcnd3953TTAXk8zOoi41q7xo27_skdt_52iIJ5QnyvkwFwdBmyvBu0mGPqJovXJIP6HeUSmhzwWokDuPGIdoKlZZHiNIEnqGZLkQuDzpHdqQlyW9IBJ4-74wRBc-DblgX8/s1600/4+str.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="192" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_Ts0ip44gOjcnd3953TTAXk8zOoi41q7xo27_skdt_52iIJ5QnyvkwFwdBmyvBu0mGPqJovXJIP6HeUSmhzwWokDuPGIdoKlZZHiNIEnqGZLkQuDzpHdqQlyW9IBJ4-74wRBc-DblgX8/s400/4+str.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">4-Stars Class A. Pakuwon Jati (PWON)<br />
Growth 49.32%. CR. 2.45%. % Consistency 75.54%</td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWzdu7BdW2hDvVUqyieeyoZ9J3Nl94-76eYRWIeg_pLUNfrO9J8UZgaoS22mpYYQ3vxPvC0SMspBtXk8bkH_MmN1glcA0syYkbLIygRDpDjQ2iSGxker1IAD_3Csr492JDJySUqMNdIEM/s1600/3.5+str.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="191" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWzdu7BdW2hDvVUqyieeyoZ9J3Nl94-76eYRWIeg_pLUNfrO9J8UZgaoS22mpYYQ3vxPvC0SMspBtXk8bkH_MmN1glcA0syYkbLIygRDpDjQ2iSGxker1IAD_3Csr492JDJySUqMNdIEM/s400/3.5+str.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">4-Stars Class B. Selamat Sempurna (SMSM)<br />
Growth 21.10%. CR 2.68%. % Consistency 73.21%</td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
✪✪✪ - <b>3 Stars</b><br />
Kategori bintang tiga ini merupakan kategori mayoritas saham di BEI yang banyak dihuni oleh saham LQ45. Karena kebanyakan adalah perusahaan yang cukup mapan sehingga memiliki konsistensi yang baik namun grafik pertumbuhan yang biasa saja. Contoh: ICBP, TLKM, KAEF dsb.<br />
<b><br /></b>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjO8SdFTf7lYGQhQh5KwME2CkjK0tN_8Ef-cu9LQBJfoRBXC_DOt3D0WOmirhAsvL5lMu3I-X07_TttVyIKjw9YJFk5iNG699US_i5cBdJnBZo9wnlCuI0JtOl6l4LehPMOlsISczRxHJk/s1600/3+str.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="193" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjO8SdFTf7lYGQhQh5KwME2CkjK0tN_8Ef-cu9LQBJfoRBXC_DOt3D0WOmirhAsvL5lMu3I-X07_TttVyIKjw9YJFk5iNG699US_i5cBdJnBZo9wnlCuI0JtOl6l4LehPMOlsISczRxHJk/s400/3+str.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">3-Stars Class A. Kimia Farma (KAEF)<br />
Growth 8.03%. CR 1.32%. % Consistency 86.77% </td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg58W4AMb0x4TULnqzDz65cFrqivnq5DMfl05B1gtqrf1WQNe2jkUt4WJRFWaXBvgXis3kGawglftNx0oLV2Fceoojab2TJ5wWM2VUhf3w-zuPfeBSbwV7TIB1-tkyjkKnthEdFpEDBFWM/s1600/2.5+str.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="191" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg58W4AMb0x4TULnqzDz65cFrqivnq5DMfl05B1gtqrf1WQNe2jkUt4WJRFWaXBvgXis3kGawglftNx0oLV2Fceoojab2TJ5wWM2VUhf3w-zuPfeBSbwV7TIB1-tkyjkKnthEdFpEDBFWM/s400/2.5+str.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">3-Stars Class B. Indofood CBP (ICBP)<br />
Growth 10.63% CR 3.45%. % Consistency 65.48%</td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
✪✪ - <b>2 Stars</b><br />
Kategori ini memiliki kecenderungan fluktuatif tinggi atau sedang mengalami perubahan laju pertumbuhan laba, yang tadinya naik lalu menjadi turun ataupun sebaliknya sehingga <i>Consistency Ratio</i> membesar. Saham-saham dengan tipe seperti ini biasanya cocok untuk trading jangka pendek. Contoh grafiknya seperti dibawah ini.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNS8veWaskPazHeYVMkqfWOCRivf26LmFTYPJ7si3fmH5BGzS9BqUNsDzJV3t10UMw8PxIiSS42HRdHC6AR8wN596B4DV81bdlzuw-1-lX-SPBLJU3AHAAbQNcYtweDd2UQc8evEHqOs4/s1600/2+str.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="190" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNS8veWaskPazHeYVMkqfWOCRivf26LmFTYPJ7si3fmH5BGzS9BqUNsDzJV3t10UMw8PxIiSS42HRdHC6AR8wN596B4DV81bdlzuw-1-lX-SPBLJU3AHAAbQNcYtweDd2UQc8evEHqOs4/s400/2+str.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">2-Stars Class A. Global Mediacom (BMTR)<br />
Growth 24.58%. CR. 6.42%. % Consistency 35.84%</td></tr>
</tbody></table>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgR5ypuqIp5SYrkXE7SLuHhAQbruU_MChoyP-MlF8GSbv0JWgtwigB-Svu_s2QavsBW_F1WKsY53N2lWHMJu49ODIzg2HLMBiUQSERPbZwiCj94hsKovOE8jzJSljkyPCQ3gHqg4PF2EQ0/s1600/1.5+str.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="190" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgR5ypuqIp5SYrkXE7SLuHhAQbruU_MChoyP-MlF8GSbv0JWgtwigB-Svu_s2QavsBW_F1WKsY53N2lWHMJu49ODIzg2HLMBiUQSERPbZwiCj94hsKovOE8jzJSljkyPCQ3gHqg4PF2EQ0/s400/1.5+str.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">2-Stars Class B. Wintermaar Offshore Marine (WINS)<br />
Growth 20.78%. CR 7.43%. % Consistency 25.67%</td></tr>
</tbody></table>
<b>✪ - 1 Stars</b><br />
Ini adalah kategori yang sebaiknya anda hindari terlebih dahulu, karena grafik pertumbuhan mengarah ke negatif. Kecuali memang anda seorang kontantrian sejati, saham-saham seperti ini justru ditunggu datangnya.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZ257IcUPTvULfOe78g6_r-Bzf7-B2OCnUxckiWLV9fvkMdosBQ5D-hrGzcISC6uhPzp5g-kxM-u55BRS0zeNw-cULPBtGfEKHXjdO2zja-_WEuNFsg9MtN6uOTGaNU8ixlgBQDnOdcoQ/s1600/1+str.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="188" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZ257IcUPTvULfOe78g6_r-Bzf7-B2OCnUxckiWLV9fvkMdosBQ5D-hrGzcISC6uhPzp5g-kxM-u55BRS0zeNw-cULPBtGfEKHXjdO2zja-_WEuNFsg9MtN6uOTGaNU8ixlgBQDnOdcoQ/s400/1+str.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">1-Star. Krakatau Steel (KRAS)<br />
Growth -5.13%. CR 2.94%. % Consistency 70.56% (negatif)</td></tr>
</tbody></table>
Mengapa tidak ada satupun saham komoditas di dalam penilaian di atas? Karena saham komoditas tidak lolos dalam kategori <i>Consistency Ratio</i>, hampir semua saham komditas memiliki nilai CR di atas 10% alias berfluktuatif tinggi.<br />
<br />
Dengan adanya penilaian diatas, diharap para investor semakin teliti sebelum membeli saham, bukan hanya melakukan valuasi terhadap nilai saham, namun juga melihat pertumbuhan dari emiten yang akan dibeli sahamnya atau dengan kata lain menjadi <i><b>Value-Growth Investor.</b></i><br />
<br />
Salam Investasi<br />
<i><br /></i>
<i><span style="font-size: x-small;">*sumber data: <a href="http://stockbit.com/">stockbit.com</a></span></i>Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com19tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-79409072230747692152015-06-12T07:49:00.000+07:002015-06-12T19:02:48.227+07:00AISA (Tiga Pilar Sejahtera Food) - Blood to be Good<b>Saham AISA atau Tiga Pilar Sejahtera Food </b>belakangan ini cukup ramai diperbincangkan para kawan investor di sekeliling saya, tentu saja karena saham AISA sudah turun cukup dalam sejak bulan Mei 2014 dari titik tertingginya 2620 rupiah per saham hingga hari ini di 1950 rupiah per saham. Dan itu terjadi setelah naiknya saham AISA secara fenomenal sejak 2010. Terus terang saya termasuk penggemar saham AISA semenjak 2010, namun saya enggan untuk melakukan valuasi sahamnya untuk jangka waktu panjang, kenapa? nanti akan saya jelaskan di bawah.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYL9s7vmvESFQBEbpY4F40DoZgb0AkuTeqynLdfMau9Ouj1W0innaQFg8Y2AFK9ZorgDDvUWjLyeSdytpjNxDKphl3uwyJs8YUsHwagwHQWVdSdd0rceRBpmKCz34VGma3v7_woMgqdX4/s1600/aisa8.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="104" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYL9s7vmvESFQBEbpY4F40DoZgb0AkuTeqynLdfMau9Ouj1W0innaQFg8Y2AFK9ZorgDDvUWjLyeSdytpjNxDKphl3uwyJs8YUsHwagwHQWVdSdd0rceRBpmKCz34VGma3v7_woMgqdX4/s200/aisa8.png" width="200" /></a></div>
<br />
<br />
Sebetulnya valuasi saham AISA sudah pernah dimulai pada kuartal II tahun 2014 lalu dan, seperti yang diduga AISA memiliki cash flow negatif, pertumbuhan laba yang 'hanya' 20% yoy, PBV 2.98x dan PER 18.61x. Secara valuasi saham AISA pada saat itu masih terlalu mahal. Itupun masih demikian hingga laporan akhir tahun 2014.<br />
<br />
Tapi melihat laporan Kuartal 1 2015 (Q115), AISA mampu menembus kenaikan laba 25% dibanding Q114 dan pendapatan yang juga naik, kondisi ini berbanding terbalik dengan kondisi sahamnya yang menurun. Dan seperti kebiasaan kami ketika melihat saham tertentu turun, inilah saatnya dilakukan valuasi.<br />
<br />
<h3>
Tiga Pilar Sejahtera Food</h3>
<b>Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA) </b>adalah perusahaan <i>consumer goods</i> yang sudah cukup lama berkecimpung dalam industri pangan, semenjak 1959 hingga saat ini masih tetap dengan produk unggulannya: Mie Telor. Saat ini AISA memfokuskan bisnisnya pada tiga lini utama: Makanan, Beras dan Minyak Sawit.<br />
<br />
Anda pasti hapal dengan merek<i> </i>dibawah ini (setidaknya anak anda):<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinviwh1bolzKDHSmFupbc4BVE4XNgv-GhaLd2qSqxXeaJ_M0qmCUR1JW9MZRZ52sSkejlwhiq2mfH5oX22seoVGFZ3wbKnaPGisu4SDXANVDIjylALaHfMJeyI7n_8UwDSxiXlAdPO_e0/s1600/aisa1.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="228" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinviwh1bolzKDHSmFupbc4BVE4XNgv-GhaLd2qSqxXeaJ_M0qmCUR1JW9MZRZ52sSkejlwhiq2mfH5oX22seoVGFZ3wbKnaPGisu4SDXANVDIjylALaHfMJeyI7n_8UwDSxiXlAdPO_e0/s640/aisa1.png" width="640" /></a></div>
<br />
Sebagian dari merek diatas merupakan panganan yang bisa dipastikan selalu ada di minimarket hingga supermarket dari desa hingga kota, bahkan mie telor cap ayam dua telor sudah menjadi <i>brand image </i>dalam setiap hidangan mie dari pinggir jalan hingga restoran besar.<br />
<br />
Mie telor yaaa.. cap ayam dua telor, permen asem...yaaa Gulas, sedangkan merek Taro sendiri merupakan top brand 2014 untuk kategori makanan ringan. Dengan begitu produk AISA sudah memiliki apa yang disebut dengan <b><i>moat</i></b> atau kekuatan daya saing merek.<br />
<br />
<h3>
Kinerja</h3>
<div>
Kinerja AISA pada kuartal 1 2015 tergolong meningkat pesat dengan peningkatan pendapatan 38%, laba sebelum pajak meningkat sebesar 26.6% dan laba bersih meningkat 25% secara yoy yang secara mayoritas di dukung oleh pendapatan dari sektor beras dan tentunya makanan ringan.</div>
<div>
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgojd3hk2rTHQ_j4DoK8CW90r00JWqATBllpxYNZECjXK2h9KRk-8kIIWd3VCVXeNJxnU6Or_6agU6iT6p71Jm_CBcCXA7Jgturj4gptniU4ibIkXDRzcX0nKWSGNJib50-7mnKlleevak/s1600/aisa2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="215" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgojd3hk2rTHQ_j4DoK8CW90r00JWqATBllpxYNZECjXK2h9KRk-8kIIWd3VCVXeNJxnU6Or_6agU6iT6p71Jm_CBcCXA7Jgturj4gptniU4ibIkXDRzcX0nKWSGNJib50-7mnKlleevak/s400/aisa2.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber: Laporan Keuangan AISA</td></tr>
</tbody></table>
<div>
Jika kita memperhatikan sekilas, maka kita akan mendapati grafik laba bersih AISA yang meyakinkan seperti di bawah ini:</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSjPIoD5w3pqRO6DMG5MxIcTy4sv2RdWweOmKZuu3kIAqE9aLzRATBAjprFt-zgwwhBtA251bLWIGH6Gf-hEfnQlAJ2ZrjG4ieS754ADKOXm3GHrgwchPWCBy0_oZ9c34GHXcE61QC99A/s1600/aisa4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSjPIoD5w3pqRO6DMG5MxIcTy4sv2RdWweOmKZuu3kIAqE9aLzRATBAjprFt-zgwwhBtA251bLWIGH6Gf-hEfnQlAJ2ZrjG4ieS754ADKOXm3GHrgwchPWCBy0_oZ9c34GHXcE61QC99A/s1600/aisa4.jpg" /></a></div>
<div>
Tetapi sebagai investor kita diharuskan untuk lebih jeli masuk kedalam perusahaan tersebut, dan kami menemukan bahwa<b><a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2015/04/cara-menghitung-operating-margin.html" target="_blank"> laju operating margin</a></b> (<i>operating income / revenue</i>) dari AISA tidaklah sehebat laporan laba bersihnya. Tetapi sejauh ini laju operating margin AISA sedang mengalami posisi konsolidasi untuk persiapan lonjakan seperti yang tergambar dalam grafik laju operasi di bawah ini. </div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxiq3yRRA0KFbygexHYZy3BQyWXepPNwi1PIHrbRmfJAVpJS82JtVfpRdxdbItFtYT_t9pA7zDAkbbxEqJ28VqpOc6p3iuYqQl6OmddZmU4xA47zQJ48azGRRjAN6cYMY7hMTyxpfkJOA/s1600/aisa3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxiq3yRRA0KFbygexHYZy3BQyWXepPNwi1PIHrbRmfJAVpJS82JtVfpRdxdbItFtYT_t9pA7zDAkbbxEqJ28VqpOc6p3iuYqQl6OmddZmU4xA47zQJ48azGRRjAN6cYMY7hMTyxpfkJOA/s1600/aisa3.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Tabel Laju Operating Margin</td></tr>
</tbody></table>
<br /></div>
<div>
Dapat terlihat meskipun laba AISA naik meyakinkan, namun tidak diimbangi oleh laju operating marginnya. Penyebab utama ialah terus meningkatnya <b>COGS atau <i>Cost of Goods Sold </i>yang bisa diartikan sebagai Harga Pokok Penjualan (HPP) melebihi kenaikan pendapatan</b>. Sehingga <b>besarnya persentase kenaikan pendapatan tidak bisa diimbangi oleh persentase kenaikan laba.</b><br />
<br />
Sebagai contoh pada data terbaru Q115, pendapatan AISA meningkat signifikan 38.9% yoy terhadap Q114. Namun disaat yang sama HPP meningkat 44.3% yoy. Akibatnya laba operasi hanya meningkat 11.6%. Sangat kecil dibanding kenaikan pendapatanya. Dan ini mayoritas terjadi dalam setiap laporan keuangannya semenjak 2-3 tahun yang lalu. Perhatikan diagram berikut.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhI79xUTlAJJn8zb6F3u0T21OF3KkiIClrFlwCoPRULGN0GIMx2G_9wUkYCAhHhkQPiQDbX6aLHKpj7AojGpE7KXvI6lT5JyGvJoKJ5klt9t4p08uJQBmGq2IxAFFv032VuYZ9YqYLy68I/s1600/aisa5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhI79xUTlAJJn8zb6F3u0T21OF3KkiIClrFlwCoPRULGN0GIMx2G_9wUkYCAhHhkQPiQDbX6aLHKpj7AojGpE7KXvI6lT5JyGvJoKJ5klt9t4p08uJQBmGq2IxAFFv032VuYZ9YqYLy68I/s1600/aisa5.jpg" /></a></div>
<br />
Dari data 2015, 2014 dan sebelumnya terlihat bahwa divisi beras memegang peranan terpenting dalam kontribusi kinerja AISA, pada tahun ini AISA cukup berhasil melakukan fokus kinerja kepada divisi beras yang memiliki kontribusi 65% terhadap kinerja keseluruhan dengan bertambahnya pendapatan hampir 60%. Disisi lain, divisi makanan malah terjadi penurunan baik pendapatan maupun laba operasinya. Terlihat ada beberapa penambahan fokus kerja kepada divisi beras, namun ini harus dibuktikan lagi pada laporan keuangan kuartal dua nanti<br />
<br />
Meskipun pendapatan dari beras naik signifikan, sayangnya juga terjadi peningkatan HPP sebesar 62% atau 2% lebih besar dari pendapatannya, jika kita ambil secara pareto maka bisa diambil kesimpulan bahwa divisi beras lah yang secara signifikan mempengaruhi kenapa operating margin AISA tersendat. Mengapa demikian? Ada empat hal yang perlu dicermati:<br />
<br />
<ol>
<li>AISA belum bisa menekan harga pokok produksi beras akibat defisiensi produksi.</li>
<li><b>Kenaikan harga BBM</b> mengakibatkan naiknya operasional meskipun harga gabah petani menjadi turun.</li>
<li>AISA tidak bisa lagi menaikkan harga jual beras karena terbentur regulasi pemerintah tentang pembatasan batas maksimal harga jual beras ke masyarakat. Apalagi ditambah sikap pemerintah sekarang ini yang melakukan kontrol langsung terhadap pasar yang berdampak bukan hanya kepada beras curah tapi juga beras kemasan.</li>
<li><b>Kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga pembelian pemerintah terhadap gabah kering dari petani</b>. Meskipun kebijakan ini dapat meningkatkan taraf hidup petani, namun bagi AISA ini hal buruk, karena harga beli pemerintah akan menjadi acuan harga jual petani ke instansi swasta meskipun dilakukan kontrak payung. Bagai buah simalakama.</li>
</ol>
<div>
Untuk point nomor 1, pada Maret 2014 AISA telah meresmikan pabrik baru yang memiliki kapasitas 240 ribu ton atau yang terbesar di Indonesia, pabrik tersebut dinamakan SAKTI (PT Sukses Abadi Karya Inti). Pabrik ini membutuhkan 450 ribu ton gabah kering dari petani atau memiliki efisiensi pabrik sebesar 53%, yang mana angka ini sudah relatif baik di dalam industri pengolahan beras. So, dengan efisiensi di angka itu, AISA kemungkinan besar tidak akan bisa menekan HPP beras lebih rendah lagi. Langkah untuk antisipasi turunnya <i>operating margin</i> adalah:</div>
<div>
<ol>
<li><b>Memperbanyak produksi dan meningkatkan penjualan, untuk menjamin laba terus meningkat.</b></li>
<li>Memaksimalkan kinerja dari SAKTI. Terlihat dari tabel laju <i>operating margin</i> pada tahun 2014, <i>Operating Margin</i> sudah mulai meningkat dan ini merupakan indikasi yang positif terhadap prediksi kinerja AISA kedepannya.</li>
<li>Berharap pada panen raya, dimana harga gabah kering akan turun. </li>
</ol>
<h3>
Valuasi Saham</h3>
</div>
<div>
AISA merupakan emiten yang berhasil membuktikan jargon<i> 'ten-bagger' </i>Peter Lynch ketika sahamnya naik lebih dari 200% sejak 2010 hingga 2014. Dan yang menariknya lagi, pada tanggal 1 Juli 2012, PER AISA 'hanya' bernilai 9.46x dengan rata-rata pertumbuhan laba bersih 56.16%, sebelum akhirnya harga sahamnya terbang hingga menyentuh nilai PER tertinggi 22.11x pada 5 Juni 2014. Perhatikan grafik dibawah.</div>
<div>
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1xAC-aGTD2OaCTC7kT6_2FKMaIJY_7M_w77_USqljWcv17cgGno0h8OUL-vAbYAVYdhCH8rxkIdFLBi362lHWtDYRqOloQlMN5f07EzFtTVXO3qJB1bLbERsb-supvSJ5ocDxLnvnc3Q/s1600/aisa6.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="305" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1xAC-aGTD2OaCTC7kT6_2FKMaIJY_7M_w77_USqljWcv17cgGno0h8OUL-vAbYAVYdhCH8rxkIdFLBi362lHWtDYRqOloQlMN5f07EzFtTVXO3qJB1bLbERsb-supvSJ5ocDxLnvnc3Q/s640/aisa6.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">PER vs Price Historical<br />
Sumber: Stockbit.com</td></tr>
</tbody></table>
<div>
Saat ini, saham AISA terus mengalami penurunan dari titik tertinggi Rp. 2,590 per saham menjadi Rp 1,760 per saham atau turun 47.6%, sehingga <b>PER AISA (<i>annual</i>) menjadi hanya 10.38x</b>. Dan dengan melihat rata-rata pertumbuhan laba bersih dari 2008 hingga 2015 (ttm) sebesar 44.46%, laba bersih yang naik pada Q115, dividen payout ratio sebesar 5.01% dengan risk premium sebesar 12.88%, maka hasilnya AISA memiliki <i>Price Earning Growth Ratio</i> (PEG) sebesar 23.25% dengan <b>nilai intrinsik saham AISA sebesar Rp 4,252 per saham sehingga AISA memiliki <i>Margin of Safety</i> sebesar 69.18%. Dengan semua data tersebut, harga AISA saat ini sudah berkategori murah.</b> </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Jika pada Q215 laba bersih AISA kembali lebih tinggi dari Q214, maka tak lama lagi kita akan melihat dimana sejarah akan terulang.</div>
<div>
<br /></div>
<h3>
Kondisi Keuangan</h3>
<div>
Seperti dijelaskan di atas, salah satu alasan mengapa saya belum melakukan valuasi saham AISA adalah <i>cash flow </i>yang negatif dimana belanja modal / <i>Capex</i> lebih besar dari Arus kas operasi. Ini sebetulnya wajar-wajar saja dikarenakan AISA termasuk perusahaan agresif yang sedang memperkuat aset produksi mereka. Beberapa akuisisi salah satunya terhadap merek Taro yang dibeli dari Unilever, akuisisi dan pembangunan pabrik beras yang terus menerus sepanjang 2008-2014, membuat <i>cash flow</i> AISA hampir selalu negatif.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tapi untungnya kondisi keuangan yang 'berdarah-darah' demikian bisa menghasilkan pada tahun 2014. Tercatat <b>AISA sudah mencatat <i>free cash flow</i> positif </b>sejak Q214 hingga saat ini.</div>
<div>
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBPW4Xbj-imEHIqMX60YyM9s6o3bAXkOsUFStngAaNXqqAuNLIfPMIq3HqIaN6-Ab-Z0SbjhxLIAPAN7JmEo8YBUkPcXaxofbZz5xxP8DV8ih1dvHB0TGI4NZqRuCiQ_mjEZ-6Hi8LSKM/s1600/aisa7.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBPW4Xbj-imEHIqMX60YyM9s6o3bAXkOsUFStngAaNXqqAuNLIfPMIq3HqIaN6-Ab-Z0SbjhxLIAPAN7JmEo8YBUkPcXaxofbZz5xxP8DV8ih1dvHB0TGI4NZqRuCiQ_mjEZ-6Hi8LSKM/s1600/aisa7.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber: Stockbit.com</td></tr>
</tbody></table>
<div>
Salah satu yang mengganjal ialah DER yang bernilai 1.01x, untungnya semua hutang yang dimiliki oleh AISA merupakan hutang produktif yang langsung digunakan sebagai <i>development cost </i>untuk menciptakan aset, baik aset lancar maupun aset tidak lancar. Ini terlihat dari <i>current ratio </i>yang sebesar 2.51, jauh diatas rasio aman minimal yaitu 1. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Aset lancar mayoritas didapat dari persediaan yang mencapai 1.6 trilyun dan piutang usaha sebesar 1.2 trilyun, dengan angka persediaan sebesar itu apakah cukup aman bagi AISA? <i>Inventory Turnover</i> (ITO) AISA tercatat sebesar 0.79x, angka ini masih jauh dibawah ITO ROTI yang sebesar 6.35x atau dibawah ICBP sebesar 2.03x. Secara kasar ini menandakan bahwa AISA belum cukup efektif dalam mengelola persediaan. Namun bisa dimaklumi jika mayoritas persediaan ini adalah gabah kering yang menunggu di produksi menjadi beras putih.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dan dengan DER yang masih di atas 1, manajemen AISA memiliki tugas segera mencicil hutang tersebut untuk menciptakan gerak yang lebih luwes dan stabil kedepan.</div>
<h3>
<br />Tantangan Kedepan</h3>
<div>
Tantangan kedepan bagi AISA pertama tentunya adalah perlambatan ekonomi Indonesia dimana nilai GDP Indonesia berada di angka 4.7 terendah sejak 2009 dan juga tergerusnya rupiah terhadap dollar (pembelian alat-alat pabrik menggunakan dolar). Sebetulnya apakah betul ini perlambatan? ataukah hanya penundaan kemajuan ekonomi dikarenakan banyak hal yang baru dimulai termasuk reformasi birokrasi dan pengembangan infrastruktur? Sayangnya kami bukanlah seorang penebak yang handal. Fokus kami ialah menemukan saham perusahaan bagus dengan harga yang wajar.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kedua adalah ancaman datangnya <b>badai El-Nino</b> yang akan menyebabkan musim kemarau panjang, bahkan di prediksi hingga 2016. Jika tidak diantisipasi maka akan membahayakan supply gabah kering dari petani, dan biasanya di lanjutkan dengan naiknya harga gabah kering akibat berkurangnya hasil panen. Meskipun harga beras kepada konsumen juga akan naik, tetapi tidak akan berpengaruh signifikan karena adanya pembatasan 'alami', yaitu daya beli masyarakat yang harus dipikirkan matang oleh manajemen AISA.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Satu hal, kami tetap optimis tentang Indonesia, dan kami akan tetap optimis selama jumlah penduduk bertambah, maka kebutuhan akan beras tidak pernah surut.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<i>Sebelum datangnya Tsunami, selalu ada surutnya air laut.</i></div>
<div>
<i><br /></i></div>
<div>
Salam Investasi</div>
</div>
Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-91081952888521622452015-05-31T11:38:00.001+07:002015-06-12T08:03:42.564+07:00Magic Formula untuk memilih Saham Ramadhan (bagian 2)Setelah membahas <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2015/05/magic-formula-untuk-memilih-saham.html" target="_blank">Magic Formula untuk memilih saham Ramadhan bagian satu disini</a>, dimana pada artikel sebelumnya kita hanya membahas pemilihan saham untuk sektor retail. Untuk itu disini kita akan bahas penggunaan Magic Formula untuk pemilihan saham sektor makanan dan minuman.<br />
<br />
Tidak banyak emiten sektor makanan yang listing di bursa, sehingga kita tidak bisa membatasi seleksi pada nilai minimal kapitalisasi pasar, namun di batasi pada penjualan produk produk halal. Untuk itu cukup fair jika mengeluarkan emiten bir MLBI (Multi Bintang) dan DLTA (Delta Djakarta) dari list.<br />
<br />
Hasilnya adalah sebagai berikut:<br />
<br />
<style type="text/css">
table.tableizer-table {
border: 1px solid #CCC; font-family: Tahoma, Geneva, sans-serif;
font-size: 12px;
}
.tableizer-table td {
padding: 4px;
margin: 3px;
border: 1px solid #ccc;
}
.tableizer-table th {
background-color: #14912F;
color: #FFF;
font-weight: bold;
}
</style><br />
<table class="tableizer-table"><tbody>
<tr class="tableizer-firstrow"><th>Symbol</th><th>EBIT (TTM) (B)</th><th>Enterprise Value (TTM) (B)</th><th>Earning Yield (TTM)</th><th>Return on Capital (TTM)</th><th>EY Rank</th><th>ROC Rank</th><th>EY+ROC</th><th>Magic Formula Rank </th></tr>
<tr><td>CEKA</td><td>108 </td><td>406 </td><td>26.53%</td><td>19.09%</td><td>1</td><td>2</td><td>3</td><td>1</td></tr>
<tr><td>STTP</td><td>244 </td><td>4,638 </td><td>5.25%</td><td>20.61%</td><td>7</td><td>1</td><td>8</td><td>2</td></tr>
<tr><td>SIDO</td><td>457 </td><td>7,497 </td><td>6.10%</td><td>16.95%</td><td>5</td><td>4</td><td>9</td><td>3</td></tr>
<tr><td>SKLT</td><td>28 </td><td>319 </td><td>8.64%</td><td>14.30%</td><td>2</td><td>7</td><td>9</td><td>3</td></tr>
<tr><td>ICBP</td><td>3,257 </td><td>79,180 </td><td>4.11%</td><td>16.98%</td><td>8</td><td>3</td><td>11</td><td>5</td></tr>
<tr><td>ROTI</td><td>322 </td><td>6,099 </td><td>5.28%</td><td>15.24%</td><td>6</td><td>6</td><td>12</td><td>6</td></tr>
<tr><td>AISA</td><td>674 </td><td>8,743 </td><td>7.70%</td><td>11.28%</td><td>3</td><td>9</td><td>12</td><td>6</td></tr>
<tr><td>ULTJ</td><td>418 </td><td>10,622 </td><td>3.94%</td><td>16.79%</td><td>9</td><td>5</td><td>14</td><td>8</td></tr>
<tr><td>INDF</td><td>6,998 </td><td>94,402 </td><td>7.41%</td><td>10.91%</td><td>4</td><td>10</td><td>14</td><td>8</td></tr>
<tr><td>MYOR</td><td>928 </td><td>26,986 </td><td>3.44%</td><td>12.75%</td><td>10</td><td>8</td><td>18</td><td>10</td></tr>
<tr><td>ALTO</td><td>33 </td><td>1,229 </td><td>2.69%</td><td>3.40%</td><td>11</td><td>11</td><td>22</td><td>11</td></tr>
</tbody></table>
<br />
Ada beberapa komentar kawan investor tentang likuiditas saham yang dihitung dengan magic formula terkadang tidak likuid dan susah untuk masuk. Mungkin saya sedikit mengulang bahwa metode-metode yang digunakan oleh para Guru (sebutan para investor jago di US) dari mulai Benjamin Graham, Peter Lynch, Warren Buffet hingga Joel Greenblatt adalah sarana untuk menilai apakah perusahaan layak untuk di investasi, bukan untuk di tradingkan.<br />
<br />
Jika anda berpikir bahwa anda bisa trading menggunakan metode para guru, maka anda salah. Untuk trading anda tidak perlu repot-repot menganalisa bagaimana efektifitas perusahaan dalam mengelola aset, ekuitas dan hutang dalam menjadi laba. Anda cukup melihat likuiditas dan chart.<br />
<br />
Joel Greenblatt sendiripun tidak mencapai hasil luar biasa dengan Magic Formula dengan satu-dua hari, tapi berbulan, tahun bahkan belasan tahun. Sebagai contoh, jika anda lihat saham STTP saat ini mungkin anda berpikir tidak akan masuk karena sahamnya tidak likuid, tapi jika anda lebih jeli melakukan tracking sahamnya sejak 2012, maka saham STTP sudah naik 350%.<br />
<br />
Andikan anda menggunakan Magic Formula sejak 2012 lalu, hmmm..berapa kekayaan anda sekarang?Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-82527901043013934872015-05-27T11:10:00.001+07:002015-05-27T12:14:13.296+07:00Magic Formula untuk Memilih Saham RamadhanMemasuki bulan puasa atau Ramadhan yang kurang dari satu bulan lagi di Indonesia selalu terjadi yang namanya euforia. Ada dua euforia yang membuat sendi perekonomian Indonesia bergerak berkali-kali lipat: Pertama; <b>euforia pulang kampung</b> menjelang lebaran yang mungkin tidak perlu lagi dijelaskan penyebab dan efeknya. Kedua; <b>euforia konsumsi</b>, dibanding pulang kampung, ternyata euforia ini 6x lebih besar efeknya dikarenakan;<br />
<ol>
<li>Terjadi satu bulan penuh mengikuti jadwal puasa hingga lebaran.</li>
<li>Adanya pembagian Tunjangan Hari Raya yang bukan hanya diperuntukan bagi umat muslim, tetapi juga bagi non-muslim. Sehingga terjadi peningkatan konsumsi secara masive untuk semua kalangan. Sekedar catatan, pendapatan orang Indonesia jika di rata-rata meningkat 2.5 kali lipat hanya dalam waktu satu bulan, sedangkan konsumsi orang Indonesia, termasuk bbm dan elpiji meningkat rata-rata 52% juga dalam satu bulan. </li>
</ol>
Bisa dibayangkan betapa besar aliran uang yang berputar di meja perdagangan negeri ini, dari mulai makanan enak, pakaian baru, hp baru, mobil baru, motor baru, dsb. Dari data 2014 yang paling besar persentase kenaikannya adalah penjualan pakaian, makanan dan hp (smartphone).<br />
<br />
Dari atas bisa disimpulkan bahwa <b>saham sektor retail</b> adalah saham paling potensial pada saat menjelang dan selama bulan puasa. So, sangat menarik untuk di ikuti saham retail apa saja yang terkait bulan ramadhan ini agar kita sebagai investor bisa berinvestasi dengan momerntum yang tepat pada perusahaan yang potensial. Untuk itu saya memakai pendekatan magic formula untuk mendeteksi mana perusahaan yang memiliki kinerja yang layak.<br />
<br />
<h3>
Sekilas Magic Formula </h3>
<div>
Magic Formula adalah formula seleksi saham yang dikenalkan oleh Joel Greenblatt dengan pendekatan <i>Return on Capital</i> dan <i>Earning Yield</i>. <i>Return on Capital </i>adalah rasio yang cukup <i>powerfull</i> dalam melihat efektifitas perusahaan dalam mengelola aset dan modal kerjanya hingga menjadi laba (dalam hal ini digunakan EBIT - laba sebelum pajak). Sedangkan <i>Earning Yield </i>adalah tolak ukur seberapa hebat perusahaan dalam mengelola ekuitas dan hutangnya (disebut juga <i>enterprise value</i>) hingga menjadi laba (EBIT). </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Untuk referensi pendetailan tentang Magic Formula bisa anda lihat <a href="http://www.gurufocus.com/MagicFormula.php" target="_blank">disini </a></div>
<div>
<br /></div>
<h3>
Mengapa Magic Formula?</h3>
Ada beberapa alasan mengapa menggunakan magic formula:<br />
<ol>
<li>Magic Formula cocok digunakan untuk membandingkan perusahaan dengan sektor sejenis dengan tipe yang sama karena memakai sistem ranking.</li>
<li>Menggunakan ROC dan <i>Earning Yield</i> yang cocok untuk perusahaan jenis retail, karena perusahaan retail cenderung menggunakan modal kerja dan hutangnya secara cepat untuk perputaran bisnisnya yang <i>continues</i>.</li>
<li>Fluktuatif rendah, sehingga cenderung lebih mudah diprediksi.</li>
</ol>
<div>
Seleksi awal dilakukan dengan menyaring perusahaan retail yang memiliki kapitalisasi pasar di atas 1 trilyun rupiah, dan berikut hasilnya:</div>
<br />
<style type="text/css">
table.tableizer-table {
border: 1px solid #CCC; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;
font-size: 12px;
}
.tableizer-table td {
padding: 4px;
margin: 3px;
border: 1px solid #ccc;
}
.tableizer-table th {
background-color: #104E8B;
color: #FFF;
font-weight: bold;
}
</style><br />
<table class="tableizer-table"><tbody>
<tr class="tableizer-firstrow"><th>Symbol</th><th>EBIT (TTM) (B)</th><th>Enterprise Value (TTM) (B)</th><th>Earning Yield (TTM)</th><th>Return on Capital (TTM)</th><th>EY Rank</th><th>ROC Rank</th><th>EY+ROC Rank</th><th>Magic Formula Rank </th></tr>
<tr><td>MIDI</td><td>279.66</td><td>3,163 </td><td>8.84%</td><td>24.15%</td><td>3</td><td>4</td><td>7</td><td>1</td></tr>
<tr><td>GLOB</td><td>142.35</td><td>1,721 </td><td>8.27%</td><td>24.62%</td><td>5</td><td>3</td><td>8</td><td>2</td></tr>
<tr><td>CSAP</td><td>233.72</td><td>2,426 </td><td>9.63%</td><td>21.89%</td><td>2</td><td>7</td><td>9</td><td>3</td></tr>
<tr><td>ACES</td><td>701.89</td><td>11,490 </td><td>6.11%</td><td>27.11%</td><td>8</td><td>2</td><td>10</td><td>4</td></tr>
<tr><td>ERAA</td><td>474.13</td><td>3,812 </td><td>12.44%</td><td>14.61%</td><td>1</td><td>10</td><td>11</td><td>5</td></tr>
<tr><td>LPPF</td><td>2095.84</td><td>50,824 </td><td>4.12%</td><td>211.17%</td><td>11</td><td>1</td><td>12</td><td>6</td></tr>
<tr><td>TELE</td><td>594.37</td><td>8,755 </td><td>6.79%</td><td>22.77%</td><td>7</td><td>6</td><td>13</td><td>7</td></tr>
<tr><td>TRIO</td><td>1023.70</td><td>14,731 </td><td>6.95%</td><td>17.62%</td><td>6</td><td>9</td><td>15</td><td>8</td></tr>
<tr><td>ECII</td><td>87.92</td><td>1,019 </td><td>8.63%</td><td>4.76%</td><td>4</td><td>13</td><td>17</td><td>9</td></tr>
<tr><td>MPPA</td><td>740.94</td><td>20,250 </td><td>3.66%</td><td>23.73%</td><td>13</td><td>5</td><td>18</td><td>10</td></tr>
<tr><td>AMRT</td><td>1169.53</td><td>28,630 </td><td>4.08%</td><td>21.54%</td><td>12</td><td>8</td><td>20</td><td>11</td></tr>
<tr><td>RALS</td><td>252.17</td><td>4,993 </td><td>5.05%</td><td>7.02%</td><td>9</td><td>12</td><td>21</td><td>12</td></tr>
<tr><td>MAPI</td><td>519.98</td><td>12,464 </td><td>4.17%</td><td>10.77%</td><td>10</td><td>11</td><td>21</td><td>12</td></tr>
<tr><td>Data source: www.stockbit.com</td><td></td><td></td><td></td><td></td><td></td><td></td><td></td><td></td></tr>
</tbody></table>
<br />
<div>
Sebagai penjelasan mari kita ambil contoh ekstrim. Pertama, adalah ERAA (Erajaya) diperingkat 5, walaupun muncul dari sektor retail telekomunikasi, ERAA tampaknya sangat baik dalam pengelolaan ekuitas dan hutang sehingga DER dibawah 1 dan <i>earning yield</i> diatas 10%, namun kalah jauh dalam hal pengelolaan aset dan modal kerja. Berbeda dengan LPPF (Matahari) diperingkat 6 yang lebih banyak menggunakan hutang sebagai modal kerja sehingga <i>earning yield</i> hanya 4.12% (DER lebih dari 1) namun sangat sukses memaksimalkan penggunaan aset.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sedangkan juara dan runner-up adalah MIDI (Alfamidi) dan GLOB (Global Teleshop), karena kedua perusahaan itu memiliki kemampuan yang lebih seimbang antara pengelolaan aset, modal kerja dan juga hutangnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Bagaimana dengan ACES? meskipun DER dibawah 1, namun karena laba yang dihasilkan termasuk tidak maksimal (menurun) sehingga <i>earning yield-</i>nya pun kurang maksimal dan hanya mendapat peringkat 8 dari 13 perusahaan. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Untuk memaksimalkan metode magic formula ini, anda harus gabungkan dengan melihat laju operating margin perusahaan, sehingga anda bisa lebih akurat memprediksi arah dan perkembangan bisnis.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Salam Investasi </div>
Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-22329312366358828262015-05-21T13:19:00.001+07:002015-06-12T08:04:04.400+07:00PGAS - The Falling Giant<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
Di sore itu, duduk kami berlima di sebuah kafe di dalam TIS square, saya, seorang dari Deutsche Bank, seorang investor relation, seorang waras yang tidak ingin disebut, dan bung Clif-Art yang duduk persis di samping saya. Topik kami jelas, yaitu apakah kami akan mengambil keputusan untuk menaruh uang kami di saham PGAS. Terkesan berat, bagai ingin mengakuisisi perusahaan BUMN. Tapi yah, meskipun masih jauh bahkan dari 0.0001% pemegang saham PGAS, namun kami tidak mau gegabah ataupun asal jual-beli bagai penjudi, yang dengan mudah berbicara tentang "kalah" dan "menang".</div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlYeFazvTYB3vw8vXfda-ctPUy9nr0sZyGxiTxeeRTp-NKUZbuCsQBfojlaQ7etDfD4eIjhMOjapMz4Nl_W1QyKV2p9Hq5ItluNYVFoh0HwkXJivJ9cF-0ku99Q_SLkkalPCqvzPuBF-A/s1600/075763300_1412844273-Ilustrasi-PGN-20141009-Johan.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="177" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlYeFazvTYB3vw8vXfda-ctPUy9nr0sZyGxiTxeeRTp-NKUZbuCsQBfojlaQ7etDfD4eIjhMOjapMz4Nl_W1QyKV2p9Hq5ItluNYVFoh0HwkXJivJ9cF-0ku99Q_SLkkalPCqvzPuBF-A/s320/075763300_1412844273-Ilustrasi-PGN-20141009-Johan.jpg" width="320" /></a></div>
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
Saham PGAS, yang turun cukup dalam lebih dari 50% sejak Maret lalu telah membuka hati saya terhadap saham BUMN. Terus terang selama ini hanya BRI yang menarik minat saya terhadap BUMN, tentunya karena pola kerja BUMN dan mental profesional para manajemen yang saya alami selama bekerja di dalamnya sangat jauh berbeda dengan swasta. Namun dengan adanya penurunan ini, seperti para <i>value investor</i> kebanyakan, kami melihat adanya peluang sehat untuk masuk.</div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<h3 style="text-align: left;">
Mengapa Saham PGAS turun?</h3>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
Itulah pertanyaan perdana saya kepada investor relation dan dijawab bahwa saham sedang banyak dilepas oleh asing. Merasa mendapat jawaban<i> e-paper </i>seperti para pengamat saham di media, saya sontak menjawab 'ya memang saham kalau gak ada yang lepas ya gak bakal turun', saya ingin INSIGHT penurunan ini bagaimana, bukan klise.</div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
PGAS sebetulnya sedang mengalami masa-masa downtrend dalam 5 tahun terakhir, bukan dari sisi pendapatan, bukan pula dari sisi laba operasi ataupun Ebitda, namun dari sisi<b> laju bisnis operasi</b>, atau yang pernah kita bahas sebagai<b> Operating Margin (Untuk lebih jelas, klik <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2015/04/operating-margin-cara-melihat-laju.html" target="_blank">disini</a>).</b> </div>
<div style="text-align: left;">
<b><br /></b></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhB8lPmGhUESNmT8Diy1N1MZarfNKd_qyiJrQ0OhnzNMJbcI0ieRzlF3BjcCoq22uVeszxg00VbAf4hJxLl0tg7mVAekteUGjXrrsFEds6yR-JwNPW2w82mS1IS8BUoc1QDbMxXEUbP_TM/s1600/PGAS1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="353" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhB8lPmGhUESNmT8Diy1N1MZarfNKd_qyiJrQ0OhnzNMJbcI0ieRzlF3BjcCoq22uVeszxg00VbAf4hJxLl0tg7mVAekteUGjXrrsFEds6yR-JwNPW2w82mS1IS8BUoc1QDbMxXEUbP_TM/s640/PGAS1.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: left;">Sumber: Laporan Keuangan PGAS (diolah)</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
Terlihat dari grafik bahwa laju trend PGAS sedang mengalami masa-masa <i>fed-up </i>atau jenuh<i>, </i>tergores sedikit saja karena penurunan pendapatan maka seketika akan anjlok nilainya. Dan saat ini terbukti, dan saat ini pula yang banyak dinanti oleh para Investor. Mari kita lihat latar belakangnya.</div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<h3 style="text-align: left;">
Latar Belakang Pondasi PGAS Indonesia</h3>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
PGAS tidak bisa dipungkiri adalah salah satu perusahaan di Indonesia yang memiliki jangka waktu sangat lama dalam beroperasi, yaitu sudah 50 tahun semenjak 1965, bahkan sudah 156 tahun jika kita menghitung semenjak PGN masih bernama Firma <b>I.J.N. Eindhoven & Co</b> yang didirikan tahun 1859 sebagai monopoli penyuplai gas kota menggunakan sumber batubara. Dan hingga tahun 2013 PGAS beroperasi atas dasar monopoli distribusi gas yang diberikan pemerintah semenjak mulai beroperasi tahun 1965. </div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
Konsumsi gas bukan hanya untuk gas elpiji untuk rumah tangga, namun yang utama ialah listrik (Power) yang dioperasikan oleh PLN. Sebagai monopoli distribusi energi yang tidak akan habis dimakan waktu, maka sudah semestinya PGAS menjadi yang terbesar di bidang ini, namun ternyata bisnis distribusi gas ke PLN dan publik terganggu dengan masuknya swasta semenjak 2010, yaitu Rukun Raharja, Sugih Energy dan lain lain akibat adanya kebijakan <b><i>Open Access</i></b> dari BPH Migas. Dimana kebijakan ini melepaskan PGAS dari monopoli distribusi, karena semua produsen gas tidak diwajibkan lagi menyalurkan gas via PGAS namun diperbolehkan langsung ke konsumen dan <b>hanya membayar <i>fee</i> </b>kepada PGAS sebagai penyedia pipa distribusi. Meskipun <i>open access</i> diberlakukan mulai 2013, namun kenyataannya efek tersebut sudah terasa sejak 2010. <br />
<br />
<h3>
Mulainya Penurunan</h3>
kebijakan <i>Open Access</i> menyebabkan PGAS yang sudah terlalu enak dimanja oleh pemerintah dengan segunung kontrak monopoli saat itu harus berpikir ulang bagaimana melakukan renewal kontrak dan mendapatkan kontrak baru. Bukan hanya dari sisi hilir distribusi, PGAS juga mendapat tantangan dari hulu, dimana harus dihadapkan pada kenyataan bahwa PGAS <b>bukan lagi prioritas.</b> Ini yang menyebabkan PGAS harus mencari sumur / ladang sumber gas sendiri.</div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
Bisa anda lihat dari grafik <b><i>Capital Expenditure</i> PGAS </b>dan <b>Oil & Gas Asset</b> dibawah yang menjelaskan tentang ekspansi PGAS dalam mencari sumber gas sendiri. Kegiatan hulu gas dimulai pada tahun 2013, setelah PGAS menyadari sepenuhnya bahwa alur pasokan gas stagnan setelah 2010. <br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSZYmkRMc8IPEbuj6_uc6iDG6y8cw3Wph44BvdOWufFGrxz1Yi37B7PwlaSwWtSrj08sxDrNH49nf3SPIJfh2DzT5CSC0RIgqU-qW766OoQAA-EcXF9tuUUaWI226g0kbyuXsz7g1SOy0/s1600/Compare+table.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="305" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSZYmkRMc8IPEbuj6_uc6iDG6y8cw3Wph44BvdOWufFGrxz1Yi37B7PwlaSwWtSrj08sxDrNH49nf3SPIJfh2DzT5CSC0RIgqU-qW766OoQAA-EcXF9tuUUaWI226g0kbyuXsz7g1SOy0/s640/Compare+table.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: left;">Sumber: Stockbit.com<br />
<b><i>Cara membaca Capital Expenditure: Semakin besar nilai minus, maka semakin besar Capex yang dikeluarkan, grafik semakin kebawah. </i></b></td></tr>
</tbody></table>
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<i>Capital Expenditure</i> yang dikeluarkan PGAS cukup signifikan pada 2013 - 2014. Diantaranya yang terbesar:<br />
<ol>
<li>Pembangunan FSRU (<i>Floating Storage Receiving Unit</i>). FSRU adalah unit penyimpanan dan pengolahan LNG (gas alam cair) menjadi Gas yang dibangun di atas kapal untuk di distribusikan langsung ke pembeli.</li>
<li>Akuisisi blok-blok migas, yang terbesar adalah akuisisi 75% saham blok Ujung Pangkah dari Hess. Corp. melalui anak usaha PT Saka Energi, sebelumnya PGAS sudah memiliki 25% saham di blok ini.</li>
<li>Eksplorasi langsung: cth: Blok Sesulu Selatan.</li>
</ol>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwdvHkKuKCkZMumLeUhiqGt67qHVzAYWWDncSIdZDKCyqoR1j6cIvDIh_peq4J1yb9vwTmMTWBv3wx-ljiMITfqnOZhtTtVDupXczyBR1iqVxm3JA13ZeEHlH2NeMAKz8RIB-PkfbM_8E/s1600/PGAS2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="174" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwdvHkKuKCkZMumLeUhiqGt67qHVzAYWWDncSIdZDKCyqoR1j6cIvDIh_peq4J1yb9vwTmMTWBv3wx-ljiMITfqnOZhtTtVDupXczyBR1iqVxm3JA13ZeEHlH2NeMAKz8RIB-PkfbM_8E/s640/PGAS2.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: left;"><i><span style="font-size: x-small;"> Cadangan gas di SES masih dalam perdebatan, sehingga tidak kami tampilkan</span></i></td></tr>
</tbody></table>
<div>
<br /></div>
<h3>
<b>Apakah Investasi Layak?</b></h3>
<div>
Dengan sistem <i>production sharing contract (PSC)</i> digabungkan antara data cost dan tentunya prediksi harga gas dunia, maka bisa digambarkan dengan grafik <i>forecasting</i> terhadap laju rencana produksi vs cash flow ratio yang akan di hadapi PGAS.</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkymnz5V53c8WISLKnIxsjwFMLKRuCU_DxCsm4kYxbhSoLiDwuTzyzXJwpnk8hTN2xcXPCwYBbQ2jq2FJuFQkj6ofEn_TxL09u9c8F5oxHkulOf13qFhDowv17VDM9oMi015CUfqESz3E/s1600/pgas3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="284" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkymnz5V53c8WISLKnIxsjwFMLKRuCU_DxCsm4kYxbhSoLiDwuTzyzXJwpnk8hTN2xcXPCwYBbQ2jq2FJuFQkj6ofEn_TxL09u9c8F5oxHkulOf13qFhDowv17VDM9oMi015CUfqESz3E/s640/pgas3.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pertanyaan terpenting selanjutnya, apakah investasi PGAS diatas tersebut layak? dari data sejak 2008 hingga 2015 (ttm), PGAS telah menghabiskan Capex sebesar 23,4 trilyun, dan kami lakukan perhitungan <i>Cash flow </i>yang <i>flow</i>-nya disesuaikan dengan grafik diatas, termasuk didalamnya:<br />
<br />
<ul>
<li>REC (recoverable cost)</li>
<li>GT (bagian pemerintah+tax) sebesar 0.7 untuk gas <i>(angka 0.7 berdasarkan makalah Prof. Widjajono Partowidagdo - mantan wakil menteri ESDM).</i></li>
<li><i>Revenue</i> dan <i>cost production.</i> </li>
<li>MARR: Minimum Attractive Rate of Return (biaya modal+profit margin+risk premium)</li>
</ul>
<br />
Nilai NPV PGAS ada di kisaran 1.552 trilyun dan memiliki <i>initial rate of return (IRR)</i> sebesar 33.7%, jauh lebih besar dari <i>required return </i>sektor migas yang rata-rata ada di kisaran 23%. Artinya, investasi yang dilakukan PGAS sudah memenuhi syarat kelayakan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kita lihat kembali dari grafik bahwa aset migas yang di miliki PGAS sejak 2013-2014 tidak serta merta menunjukkan hasil dalam setahun atau tiga tahun, namun selalu di atas 3 tahun dan di prediksi akan mulai stabil pada tahun 2020. Prediksi kami, walaupun tidak signifikan PGAS tetap akan meningkatkan distribusi gasnya pada akhir 2015 dan akan meningkat lagi sejalan dengan hasil yang didapat dari penambahan sumber gas. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Satu hal menarik, penurunan pendapatan PGAS tidak dipengaruhi dari penurunan konsumen, karena </div>
<div>
sesuai hukum ekonomi energi bahwa <b>konsumen energi terus bertambah secara eksponensial dari masa ke masa</b>. Hanya karena stok sumber gas terbatas dan dua pemasok gas terbesar (Conoco dan Santos) mengurangi produksinya, hal terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan membatasi penyaluran.</div>
<div>
<br /></div>
<h3>
Valuasi saham PGAS dan "3700"</h3>
<div>
Lantas bagaimana valuasi saham PGAS? Saham PGAS yang terjun 53% dari titik tertinggi 6075 rupiah hingga 3900 rupiah per saham adalah bukan satu-satunya, saham PGAS pernah turun hingga 198% pada 2008, turun 88% pada 2011 dan turun 44% pada 2013. Saat tulisan ini dibuat, saham PGAS berada pada harga 4200 rupiah dengan PER sebesar 13.84x (ttm) - <i>saham PGAS sebaiknya dihitung dengan ttm dan bukan </i><i>annualized</i><i> karena PGAS termasuk bersiklus - </i>PER ini masih diatas PER (ttm) pada Q1 2014. So, dengan melihat grafik <i>production rate</i> diatas dan ditambah penurunan pendapatan dan laba operasi yang terjadi, saham PGAS yang saat ini memiliki <i>margin of safety</i> sebesar 63% <b>belum begitu menarik</b>. Lho?</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Perhitungan <i>margin of safety</i> diatas masih memasukkan pertumbuhan laba bersih dari tahun 2008 ke 2009 yang sebesar 882%, secara ilmu statistik data pertumbuhan di tahun itu disebut <i>outliers data</i> sehingga harus di keluarkan dari perhitungan.<br />
<br />
Jika angka ini kita keluarkan, maka rata-rata pertumbuhan laba bersih PGAS selama 6 tahun terakhir hanya 8.40% dengan <i>margin of safety</i> sebesar 8.59%. Untuk mencapai margin aman perusahaan kelas mapan, <i>margin of safety</i> sebaiknya diatas 20% dan harga yang menarik untuk mencapai itu adalah 3700 rupiah per saham. Diharga itu saham PGAS dijual dengan PER sebesar 11.7x (ttm) dan <i>margin of safety</i> 23.26%. Cukup menarik kan?<br />
<br />
Silahkan download file perhitungan <i>intrinsik value</i> dan <i>margin of safety </i>PGAS <a href="http://www.4shared.com/file/SKwpnwLpba/PGAS.html" target="_blank">disini</a><br />
<br />
Untuk cara perhitungan Harga Wajar Saham dan Intrinsik Value silahkan anda <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/p/menghitung-harga-wajar-saham-dan-nilai.html" target="_blank">klik disini</a><br />
<br />
<h3>
Apa yang harus dilakukan?</h3>
</div>
<div>
Kembali ke paragraf pertama, dimana setelah penjelasan dan perdebatan kusir akhirnya kami menyimpulkan:</div>
<div>
<ol>
<li>Prospek bisnis PGAS saat ini sedang tidak moncer alias melambat.</li>
<li>PGAS terlalu besar untuk di merger dengan Pertamina, so, gosip ini biasanya akan gugur dengan sendirinya. </li>
<li>Jangan termakan gosip, termasuk isu harga gas. Harga rata-rata pejualan Natural Gas adalah US$ 9.24/MMBtu, termurah bahkan dari LPG 12 kg yang seharga US$ 20.30/MMBtu.</li>
<li>Direksi PGAS saat ini banyak diisi oleh orang karir PGN, bukan tunjukan dari pemerintah sehingga sangat paham hulu-hilir bisnis gas.</li>
<li>Prospek bisnis dan saham PGAS akan bisa dilihat dalam jangka menengah (>1 tahun), kecuali anda memang trader.</li>
<li>Dalam perjalanan, saham PGAS selalu terjadi penurunan dan kemudian naik lagi secara jangka panjang.</li>
<li>Masuk saham PGAS ada dua cara: Versi saya, tunggu di harga 3700 rupiah per saham dan masuk secara Lumpsum. Versi Clif-Art, masuk di harga sekarang dan lakukan secara VCA ketika saham kembali turun. Untuk lebih jelas apa itu strategi Lumpsum dan VCA, silahkan baca artikel sebelumnya: <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2015/05/mengenal-strategi-dca-vca-dan-lumpsum.html" target="_blank">Mengenal Strategi Investasi</a></li>
</ol>
<div>
Salam Investasi</div>
</div>
</div>
</div>
Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-41277214897192331482015-05-17T07:07:00.001+07:002015-06-12T08:09:35.888+07:00Mengenal strategi DCA, VCA dan Lumpsum - BacktestDari anda pasti sudah ada yang mengenal strategi investasi dengan DCA, VCA ataupun Lumpsum. Dimana strategi investasi ini sangat populer dan powerfull dala jangka panjang dan karena toh sebetulnya sudah banyak di website, seminar ataupun website yang menjelaskan. Tetapi karena cukup lumayan banyak kawan yang bertanya tentang model nyata dari strategi ini, maka bolehkah saya bahas lebih detail di blog.<br />
<br />
<b>DCA atau </b><i><b>Dollar Cost Averaging</b> </i>adalah metode investasi dengan cara mencicil setiap bulan kedalam instrument investasi dengan jumlah uang yang sama. Ini sebetulnya sama dengan anda membeli asuransi karena jumlah uang yang keluarkan sama setiap bulannya (kecuali anda punya dana lebih) apapun kondisi pasar yang terjadi. Keunggulannya:<br />
<ol>
<li>Strategi ini sangat cocok buat anda yang bekerja sebagai karyawan dan enggak punya waktu untuk memantau portfolio.</li>
<li>Lebih aman dari resiko volatilitas market</li>
</ol>
Sedangkan kekurangannya:<br />
<ol>
<li>Strategi ini sebetulnya sia-sia jika anda lakukan sendiri (cari dan beli saham dari broker), lebih baik anda letakkan di reksadana dan top up setiap bulannya. Daripada anda pusing-pusing mencari dan memilih saham.</li>
<li>Gain yang dihasilkan berkategori 'aman-aman' saja.</li>
<li>Dividen kecil</li>
</ol>
Saham yang cocok untuk strategi ini ialah:<br />
Saham kualitas Beringin: UNVR, BBRI, ICBP, TLKM, ASII, BMRI<br />
<br />
<b>VCA atau </b><i><b>Value Cost Averaging</b> </i>sebetulnya hampir sama dengan DCA, tapi anda melakukan penambahan jumlah uang ketika pasar sedang jatuh / downtrend atau sama juga dengan sistem <i>averaging down</i>. Jumlah uang yang anda tambah biasanya bervariasi, namun dari beberapa kawan yang memakai strategi ini, mereka rata-rata menambah 3-10 kali porsi awal.<br />
<ul>
<li>Contoh: Investasi perbulan anda 2 juta rupiah. Jika saham xxxx turun 2% pada bulan ke-1, maka bulan ke-2 anda menambah dana 2 juta + (3x2%x10x 2 juta) = 3.2 juta, bulan berikutnya saham xxxx turun lagi 3% (kumulatif 5%), maka dana yang anda setor pada bulan ke-2 2 juta + (3x5%x10x 2 juta) = 5 juta. </li>
</ul>
Anda bisa mengganti angka 3 dengan berapapun sesuai kemampuan anda (angka 10 hanya sebagai pengali), tapi pastikan bahwa semakin turun saham, anda menyetor dengan lebih banyak dana.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div>
Keunggulan strategi ini:<br />
<ol>
<li>Potensi gain anda lebih besar dalam jangka panjang</li>
<li>Cocok untuk karyawan yang punya minat dalam investasi saham</li>
<li>Dividen lebih besar</li>
</ol>
Kekurangannya:<br />
<ol>
<li>Total dana yang anda masukkan lebih besar dari pada DCA</li>
<li>Resiko volatilitas market</li>
<li>Harus teliti perusahaan : valuasi dan strategi fundamental sebelum membeli sahamnya</li>
</ol>
<div>
Saham yang cocok: saham LQ45, saham Kompas100 atau saham Srimaya Investa</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<b>Lumpsum </b>adalah strategi dimana investor menaruh dana sekali dalam jumlah besar ketika pasar sedang jatuh dan (biasanya) sudah menyentuh titik bottom. Strategi ini disebut <i>real investor strategy</i>, yang memang menaruh dananya untuk diakumulasi dalam jangka panjang. Strategi ini disebut juga kontantrian.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Jumlah dana? biasanya tak terhitung, Banyak pemakai strategi ini yang kemudian menjadi pemegang saham pengendali, cth: Warren Buffet, Sandiaga Uno. Atau berpengaruh dalam politik seperti Gita Wirjawan ataupun menjadi milyuner seperti Lo Kheng Hong</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Apakah investor retail bisa? tentu saja bisa, yang anda butuhkan hanya dua: Timing dan perusahaan yang bagus. Dana yang dibutuhkan tidak perlu milyaran atau trilyunan, anda bisa mulai dari 50-100 juta (kalau dibawah itu lebih baik anda memakai VCA), lakukan valuasi saham terbaik dan masuk ketika kondisi market sedang downtrend (jargon <i>sell in may</i> berbalik menjadi <i>buy in may</i>). Dan tunggulah dalam jangka waktu 2-5 tahun.</div>
<div>
Keunggulan strategi ini:</div>
<div>
<ol>
<li>Potensi gain tak terbatas</li>
<li>Dividen besar</li>
</ol>
</div>
<div>
Kekurangannya:</div>
<div>
<ol>
<li>Valuasi saham sangat ketat</li>
<li>Dibutuhkan keyakinan dan informasi yang kuat</li>
<li>Dana yang dibutuhkan besar</li>
<li>Resiko tinggi</li>
</ol>
</div>
<div>
Saya coba melakukan back-testing terhadap ketiga strategi ini mengacu kepada pola IHSG dengan dividen yang di-investasikan kembali, interest rate 5.25% dan biaya admin 0.25% buy, biaya investasi perbulan 2.5 juta rupiah, kecuali Lumpsum dengan jumlah 2.5 juta x 120 bulan = 300 juta rupiah di awal. Investasi pertama dilakukan pada 2 May 2005 hingga 2 May 2015 (10 tahun).</div>
<div>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8jTYd_5Qk5VYs1UUi_Pdsj1QsYrhLRiKEWxGCNiqXFlvDNWaZaPQXull453Wfz86hyMNUutonWgHRfBz2S35fBjrYlf5QSvqXpkFhcwipS1PykbbXnBYGZrOGkD5g-L6SRn0qTbSZyC8/s1600/backtesting.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="419" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8jTYd_5Qk5VYs1UUi_Pdsj1QsYrhLRiKEWxGCNiqXFlvDNWaZaPQXull453Wfz86hyMNUutonWgHRfBz2S35fBjrYlf5QSvqXpkFhcwipS1PykbbXnBYGZrOGkD5g-L6SRn0qTbSZyC8/s640/backtesting.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: justify;"><i><span style="font-size: x-small;"><span style="text-align: start;">Gain</span><span style="text-align: start;"> dihitung bukan dari perubahan harga saham, namun dari total dana yang sudah anda investasikan berbanding hasil investasi kumulatif selama 10 tahun</span></span></i></td></tr>
</tbody></table>
</div>
Kesimpulan dari grafik diatas:<br />
<ol>
<li>Lumpsum strategi memiliki tingkat gain yang tertinggi, namun membutuhkan kesabaran. Investor akan aktif ketika memilih saham, dan pasif setelah membeli.</li>
<li>VCA sebagai jembatan antara Lumpsum yang berduit dengan DCA sebagai investor retail, sehingga investor diminta sebagai investor aktif untuk memantau. Seringkali strategi ini merubah investor jangka panjang menjadi semi-trader.</li>
<li>Tingkat kestabilan tertinggi dimiliki oleh DCA, sangat cocok untuk investor pasif dengan pemasukan perbulan dan penambahan dana sesuka hati.</li>
</ol>
<div>
Untuk memprediksi berapa dana anda di tahun ke-10 dengan 3 metode diatas, anda bisa memasukkan dana investasi yang anda rencanakan, harga saham yang akan dibeli dan metode yang dipilih dengan worksheet yang tersedia. Silahkan download file excelnya <a href="http://www.4shared.com/file/rU6lFHmece/metodeDCAVCA_srimayainvesta.html" target="_blank"><b>disini</b></a>. </div>
<br />
Salam Investasi</div>
Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-69947103277534979052015-04-29T11:00:00.001+07:002015-06-12T08:10:01.379+07:00What the differences between Day Trader and Trend Trader / Investor<div style="text-align: justify;">
Dear kawan investor,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin kita sudah pada kenyang di bekali perbedaan antara <i>day trader</i> atau yang identik ataupun lebih kurangnya disebut dengan spekulan dengan <i>trend trader</i> yang juga lebih kurang disebut investor (walaupun disebut '<i>trader</i>' juga, tapi <i>trend trader</i> lebih mengutamakan pada kondisi pasar dan fundamental perusahaan ; trend bisnisnya lagi bagus, akan berkembang atau justru lagi turun)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kita visualkan dengan gambar saja supaya lebih mendekati riil :)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgggJLs30Ng4bcNFbqXMnyUioguKDQwOWMgzmY9NdW7dKUEFyoc9QOynSpeQmbAQByMRL4L4e-JdH5jjV704CWtCMbiLflANPf1IkDI21juWwTVOfaAIzbSUEfWuiqgwK5L_dZJTZksOxQ/s1600/IMG_0704.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgggJLs30Ng4bcNFbqXMnyUioguKDQwOWMgzmY9NdW7dKUEFyoc9QOynSpeQmbAQByMRL4L4e-JdH5jjV704CWtCMbiLflANPf1IkDI21juWwTVOfaAIzbSUEfWuiqgwK5L_dZJTZksOxQ/s1600/IMG_0704.JPG" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Hohoho, anda termasuk yang mana?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Salam investasi</div>
Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-1915021559856357962015-04-27T20:43:00.000+07:002015-06-12T08:05:09.303+07:00Arwana Citra Mulia (ARNA), Hidden opportunity?<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
Pada awal Oktober 2014 lalu saya dihubungi seorang teman yang tinggal di kawasan Batam, melalui email beliau mengatakan bahwa saham keramik akan turun dalam beberapa ke depan akibat kondisi pasanya yang lagi lesu. Setengah tidak percaya karena sesuai kebiasaan, saya tidak akan langsung membuka program broker dan meng-klik 'buy' atau 'sell' sebelum betul-betul melihat dengan pasti kondisi perusahaannya.</div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
Hebatnya, omongannya benar adanya. Anda para kawan investor pasti sudah mengetahui bahwa minggu-minggu ini saham-saham emiten keramik mengalami <i>downtrend</i> dan banyak dihindari oleh kawan investor. <i>Meanwhile</i>, di pasar riil saya masih melihat proyek high-risk building (apartemen, perhotelan, kantor) dan tentunya cluster perumahan terus bermunculan baik itu di media maupun melihat langsung launching dan pamerannya yang ada di hampir <b>SETIAP</b> mall. Beberapa developer justru mencetak jumlah proyek di atas rata-ratanya. Masa iya mereka enggak pakai keramik? </div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
ARNA, salah satu saham di emiten keramik di BEI yang paling favorit, dan mungkin hanya satu-satunya di BEI yang kondisi sahamnya paling aktif, bila kita bandingkan dengan TOTO, AMFG, MLIA dsb. So, kita akan coba melihat bagaimana valuasi ARNA di tengah kejatuhan sahamnya apakah ini menjadi kesempatan atau tidak.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixFxD4KKKJNEiS8y2C58p21hKa-pze94Db0hvGUwoZt7W4ozhE_fxDx6rdy0J6YzQhEtLQP0JzNK6ZrCjUntcynr8ZYWl-SyMiFzwqZTstAMKEWEFQ7XHppFUXFdYw4a_ALrOCFyilpxc/s1600/Logo-ARNA-Arwana-Citra-Mulia-Tbk-web.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixFxD4KKKJNEiS8y2C58p21hKa-pze94Db0hvGUwoZt7W4ozhE_fxDx6rdy0J6YzQhEtLQP0JzNK6ZrCjUntcynr8ZYWl-SyMiFzwqZTstAMKEWEFQ7XHppFUXFdYw4a_ALrOCFyilpxc/s1600/Logo-ARNA-Arwana-Citra-Mulia-Tbk-web.png" /></a></div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
ARNA sebetulnya pemain lama di bisnis keramik lantai, sejak 1995 ARNA tidak punya bisnis lain selain keramik, jika TOTO punya bisnis kloset dan MLIA punya Mulia hotel dan Mulia property, maka ARNA hanya <b>fokus di satu bisnis: keramik lantai</b>. Sayangnya tidak semua dari kita mengenal produknya dengan baik, jika anda suka keliling di panglima polim, pasar rumput atau klender di Jakarta maka anda akan lebih sering mengenal merek Roman, Asia Tile, Mulia, Platinum atau Milan. Jarang sekali merek Arwana hadir di etalase terdepan toko keramik. Ini disebabkan, pasar keramik Arwana lebih mengarah ke luar Jakarta, tepatnya di pulau Jawa dan Sumatera. Arwana banyak ditemukan di pasar Umbul Harjo Jogjakarta, Surabaya, Gresik, Palembang dsb dengan sasaran kelas menengah kebawah atau lebih populer dengan <i>mid-low</i>.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Mungkin inilah yang menyebabkan pendapatan ARNA di tahun ini yang sebesar 1,4 trilyun hanya seperlimanya dari pendapatan MLIA dan hanya sepertiga lebih dari pendapatan AMFG alias terkecil diantara para emiten keramik lantai. Area kelas <i>mid-low</i> seperti ini terkenal dengan nama area <i>killing field</i> dimana apabila terjadi goncangan sedikit saja pada kinerjanya atau ada pergeseran pada laju bisnisnya, maka akan mengganggu kestabilan seluruh sendi perusahaan dan tentunya bisa membinasakan.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Yup, karena di dalam kelas <i>mid-low,</i> perusahaan<b> </b>biasanya<b> tidak</b> memiliki margin yang cukup untuk setidaknya disimpan menjadi <i>cash</i>, kecuali memperbesar volume penjualan dan produksi. Strategi ini membutuhkan keterampilan luar biasa dan yang terpenting adalah disiplin dari para direksi dan management untuk selalu melakukan <b><i>saving</i></b> dan <b><i>cost management</i></b> dalam kategori <i>excellent</i>.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Contoh terbaik bagi pemain <i>mid-low</i> adalah Avon, pemain kosmetik kelas <i>mid-low</i> era 90's, dimana dengan kualitas yang bagus kosmetik Avon dijual dengan harga yang murah padahal penjualan dilakukan melalui <i>direct selling</i> dimana harga bisa menjadi lebih tinggi, dan karena margin yang tipis, lama-kelamaan merek Avon pun lenyap dari pasaran.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<h3 style="text-align: left;">
Disiplin Keuangan</h3>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: left;">
Untungnya kedisiplinan ini betul-betul dilakukan oleh top management ARNA, tercatat mereka selalu memiliki <i>free cash flow</i> positif dalam 5 tahun terakhir, bahkan ketika mereka sedang membangun pabrik baru dimana seringkali Capex menjadi lebih besar dari kas operasi. Bukan hanya <i>free cash flow</i> dan <i>current ratio </i>yang selalu dijaga, ARNA selalu menjaga <i><b>Net Working Capital</b> </i>bahkan <b><a href="http://deepvalueinvestor.com/net-net-working-capital/" target="_blank"><i>Net Net Working Capital (NNWC)</i></a> </b>di angka positif, ini karena keberhasilan management ARNA dalam mengelola piutang dan hutangnya. ARNA hanya tercatat memiliki pinjaman ke bank sebagai utang usaha dan ke pihak ketiga dalam hal pembelian mesin dan komponen, artinya utang ini adalah <b>utang produktif</b> dengan jumlah total 367 milyar. Sebaliknya piutang secara besar diberlakukan kepada distributor PT Catur Sentosa Adiprana yang terkenal dengan toko retailnya <b>Mitra 10</b> dengan total piutang 402 milyar.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Masih belum cukup sampai disitu, ARNA tercatat memiliki laba ditahan <i>(retained earning)</i> sebesar 846 milyar yang menjadi tambahan ekuitas. Laba ini sebenarnya adalah tabungan <i>(saving)</i> para direksi ARNA, karena jika diteliti lagi angka ini selalu bertambah setiap tahunnya. sebagai perbandingan periode kuartal 1 2014 lalu, laba ditahan ARNA tercatat 807 milyar. Kesimpulannya, dengan konsep extra-disiplin inilah ARNA bisa memiliki angka <b>Altman Z-Score sebesar 6.58</b>, alias <b>sangat aman</b> dengan rating <b>AAA.</b></div>
<br />
<div style="text-align: left;">
<span style="font-weight: bold;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
Namun, besarnya laba ditahan ini bisa diindikasikan bahwa perusahaan cukup <i>strictly</i> dalam perputaran usahanya. ROI tercatat sebesar 1,74x dimana setiap 100 rupiah uang yang di investasikan menghasilkan keuntungan 174 rupiah, ini adalah angka yang sangat besar. Sejatinya ARNA sangat mampu untuk memperbesar usahanya dan tentunya menuju jenjang market yang lebih tinggi. Ini lebih kepada usaha untuk mengamankan diri dari <i>killing field</i> itu tadi, meskipun ARNA memiliki produk premium bernama UNO, tetap saja di kota besar kita belum melihat produk ARNA di etalase depan.</div>
<br />
<h3 style="text-align: left;">
Valuasi Saham</h3>
<div style="text-align: left;">
Dengan ekuitas 952 milyar dan jumlah saham beredar sebesar 7,34 milyar, ARNA memiliki nilai buku sebesar 129,70 rupiah per saham atau diperdagangkan dengan PBV 4.13x dengan harga sahamnya saat ini di kisaran 536 rupiah per saham. Angka ini jelas mahal karena anda sebagai investor diharuskan membayar 4.13 kali nilai bukunya. Dengan laba bersih sebesar 39 miliar di kuartal 1 2015, laba bersih ARNA anjlok 48% dari periode yang sama di 2014 sehingga price earning ratio (PER) menjadi 99x. Dengan asumsi laju laba bersih tetap sama per kuartal, maka prediksi PER ARNA di akhir 2015 ini menjadi 24.84x dari EPSnya. Wow, angka ini masih kemahalan.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Mengapa harga saham ARNA mahal (bahkan ketika harga sahamnya anjlok) hingga saat ini belum bisa saya pahami, karena sejujurnya meskipun keuangan ARNA berkategori <i>excellent </i>namun ini lebih dikarenakan kemampuan manajemen yang hebat dalam mengelola keuangan, bukan karena produk ARNA yang mendunia ataupun menjadi merek ikon lantai keramik.<br />
<br /></div>
<h3 style="text-align: left;">
Turunnya Saham</h3>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
Turunnya saham ARNA jelas dikarenakan laporan keuangan yang dirilis mencerminkan turunnya pendapatan dan tentunya laba bersih. Pendapatan turun 12%, laba operasi turun 48% sedangkan beban penjualan naik 40%.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Dari sisi pendapatan, pertama, seperti yang saya tulis di atas bahwa dengan segmen konsumsi kelas <i>mid-low</i> tanpa memperkuat kelas premium akan mempersempit ruang gerak bisnis, dan konsumen kelas <i>mid-low</i> adalah konsumen yang teramat <i>fragile</i> terhadap setiap perubahan kebijakan pemerintah. <b>Kenaikan harga bahan pokok </b>akibat naiknya bbm pada waktu lalu adalah inti pokok mengapa masyarakat kelas <i>mid-low</i> akan langsung menunda konsumsi property. Konsumsi property bukan hanya beli atau bangun rumah baru tapi juga renovasi, yang semuanya berhubungan dengan keramik.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Kedua, masih berhubungan dengan daya beli masyarakat dimana melonjaknya pembangunan property (rumah dan apartemen) oleh developer sejak era 2000's ternyata sudah menyentuh level <i>fed-up</i> (jenuh) pada saat ini dikarenakan harga property sudah naik gila-gilaan selama satu dekade. Market pembeli property terbesar di Indonesia adalah kelas<i> mid-low</i>, sedangkan dengan harga property yang sekarang ini ditambah naiknya harga bahan pokok membuat kelas <i>mid-low</i> lebih mementingkan perut ketimbang beli rumah atau renovasi.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Untuk developer sekelas BSDE, APLN, PWON dsb penurunan daya beli <i>mid-low</i> tidak berpengaruh signifikan, sebab pasar mereka mayoritas kelas <i>mid-up</i> yang lebih berinvestasi ketimbang jadi rumah tinggal, lagipula emiten-emiten itu memiliki <i>recurring income</i> yang besar dari mall. Berbeda dengan produsen keramik, apalagi dengan margin tipis, merupakan pihak yang paling rentan terkena dampaknya. Margin besar sasaran <i>mid-up</i> seperti MLIA pun kembang-kempis hingga merugi.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Ketiga, produksi keramik nasional mencapai 550 juta m2 per tahun sedangkan kebutuhan keramik nasional 'hanya' 500 juta m2 per tahun, sehingga terjadi over-supply <i>(saya masih meragukan data ini, karena 550 juta bisa jadi adalah angka installed capacity, bukan produksi)</i>. Ini belum ditambah dengan masuknya produsen keramik Tiongkok akibat pasar property Tiongkok yang sedang lesu. Dari impor saja, angkanya mencapai 15% dari total kebutuhan, sehingga jalan yang paling masuk akal bagi ARNA ialah meningkatkan 'kelas'nya untuk mulai ekspansi / ekspor ke negara lain.<br />
<br /></div>
<h3 style="text-align: left;">
Operating Margin</h3>
<div>
<div style="text-align: left;">
Jika anda membaca artikel saya sebelumnya, maka anda akan paham bagaimana teman saya yang saya ceritakan di awal bisa memprediksi saham emiten keramik akan anjlok. Perhatikan grafik ini:</div>
</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6vPcLHVQ56ABbF-DoGCq_-bpgbqbTCpptZDXH7u6bk1-P5EaBped5unCxS6BV5mkMCjKu-T27vcS2B61a3EHE4rQILygABD3W-axCLh-a2RHyluDyIYcpHB4_9BVdbo7qpsqNt__Ncds/s1600/ARNA+Operating+margin.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6vPcLHVQ56ABbF-DoGCq_-bpgbqbTCpptZDXH7u6bk1-P5EaBped5unCxS6BV5mkMCjKu-T27vcS2B61a3EHE4rQILygABD3W-axCLh-a2RHyluDyIYcpHB4_9BVdbo7qpsqNt__Ncds/s1600/ARNA+Operating+margin.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber: Laporan Tahunan & Keuangan PT Arwana Citramulia, Tbk (diolah)</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: left;">
Dari tabel diatas, laju bisnis ARNA sudah bisa diprediksi tengah mengalami titik jenuh, dua lingkaran merah mengindikasikan hal itu. Entah karena daya beli masyarakat menurun ataukah <i>over-capacity</i>, tapi yang pasti ARNA memiliki titik rawan dalam sisi market. Dan cara yang paling cocok bagi ARNA ialah semakin meningkatkan kapasitas produksi dengan target ekspor. Jika memasuki kelas premium dengan iklan yang bagus pun, Arwana masih membutuhkan waktu untuk menggeser Roman dan Mulia, so ekspor merupakan langkah yang tepat. Dan saya rasa, melihat sisi keuangan, ARNA sepertinya mempersiapkan untuk hal itu.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Kesimpulan, saya masih menyarankan untuk <i>wait and see</i>. Lebih dikarenakan; Pertama, harga saham ARNA masih kemahalan, meskipun <i>margin of safety</i>-nya sebesar 45%, tapi cukup sayang untuk membeli dengan 4.1 kali nilai bukunya. Kedua, kita masih harus perhatikan action perusahaan seperti apa, dan ini bisa di jelaskan setelah laporan keuangan kuartal II atau kuartal III nanti. Jadi, sekarang lebih baik untuk bersabar, toh IHSG sedang turun saat ini sehingga banyak saham blue-chip di pasar yang menjadi lebih menarik.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Salam investasi</div>
<div style="text-align: left;">
Penulis</div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-62169582649411829082015-04-24T15:55:00.000+07:002015-06-12T08:05:50.008+07:00Operating Margin, melihat laju bisnis perusahaan secara nyata<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;">Membaca beberapa annual letter Warren Buffet yang dia tulis, terdapat beberapa cuplikan tulisan dimana Warren Buffet mengakui kesalahannya dalam berinvestasi <i>(walaupun toh kesalahan itu pada akhirnya tertutupi)</i>. Salah satunya adalah pembelian Berkshire Hathaway itu sendiri, sebuah perusahaan tekstil yang cukup kuat dan besar pada masanya, dan juga Waumbec Mills, juga perusahaan tekstil. Dengan tertatih-tatih, Buffet mencoba untuk mempertahankan Berkshire selama lebih dari 20 tahun dan pada akhirnya Berkshire harus menutup seluruh pabrik-pabrik tekstil yang dia miliki dan merubah total lini bisnis menjadi <i>investment holding company</i> sebagai kendaraan investasinya.</span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;">Mengapa Warren Buffet yang memiliki prinsip kuat dalam <i>value investing</i> ternyata salah dalam berinvestasi? Pertama, ketika pertama kali membeli Berkshire Hathaway dia belum bersama Charlie Munger. Kedua, Buffet tidaklah salah, saham yang dia beli adalah benar. Berkshire Hathaway dan Waumbec Mills adalah perusahaan yang pasti bagus, labanya tidak pernah minus, sedia uang kas, hutang kecil, termasuk leader market pada masa itu (1940's - 1960's) dan tentunya harganya di bawah <b>nilai intrinsik. </b>Berkshire Hathaway dibeli tahun 1962 pada harga US$ 7.5 per saham dari total nilai buku US$ 20.2 (PBV sebesar 0.37x).</span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;">Selain daripada yang ditulis Buffet bahwa kesalahannya adalah karena faktor emosi terhadap Stanton (CEO sebelumnya - <i>emosi terhadap seseorang membawa kerugian hingga menutup semua aset pabrik? terus terang saya meragukan hal ini</i>), kesalahan terbesarnya ialah Buffet tidak memperhitungkan masa depan industri tekstil di masa itu yang sedang bergerak ke wilayah selatan Amerika sedangkan Berkshire dan Waumbec Mills berada di wilayah utara Amerika. Buffet tidak (atau lupa?) membaca tren penurunan pada pendapatan bisnis, laba operasional dan yang penting ialah <b>tren </b>bisnis yang sedang dialami oleh perusahaan. Entah karena terlanjur tidak jadi menjual sahamnya ke Stanton akibat emosional (lama banget!) atukah memang Buffet berpikir bahwa industri textile di wilayah utara masih bisa terselamatkan, yang pasti Buffet justru menambah posisinya hingga menjadi pemegang saham pengendali, dan hingga saat ini</span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;">Beruntung di Indonesia, porsi bisnis secara natural sudah terbagi di dalam kotak wilayah, kecuali komoditas (perkebunan, pertambangan dan energi) semua proses bisnis bermuara di Pulau Jawa sehingga manuver bisnis tidak akan bergerak semaunya. Dengan demikian tantangan bagi kebanyakan bisnis di Indonesia adalah : Pertama, tantangan external, yaitu melemahnya rupiah, kebijakan pemerintah, menurunnya daya beli, persaingan bisnis dsb, yang sebetulnya lebih bisa diprediksi dan bisa di antisipasi oleh perusahaan. </span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;">Mengapa demikian? Indonesia ini adalah negara infotainment, bisnistainment, semua perusahaan yang bertitel Tbk adalah perusahaan yang memang betul-betul kelas kakap merah, bahkan kelas kakap di Indonesia pun tidak semua bertitel Tbk, artinya jaringan informasi yang dimiliki sangat sangat luas. Kalau calon Kapolri gagal bisa menjadi Wakapolri dengan prediksi di 'belakang', kenapa kebijakan pemerintah tidak?. <i>Mindfucker insider</i> selalu ada, dan pasti ada. </span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;">Tantangan kedua adalah tantangan dari internal (manajemen). Indonesia bukan negara persaingan murni seperti di Amerika, sehingga perusahaan lebih mudah mapan jika di dukung oleh manajemen yang mumpuni, track-record yang bagus dan selalu menjaga nama baik. Lebih sederhana lagi, perusahaan di Indonesia tidak perlu melakukan hal aneh-aneh dan ini-itu apalagi bersinggungan dengan politik (walaupun back-up politik dan faktor kedekatan tak bisa dipungkiri dimanapun pasti ada). Namun cukup kerja saja dan jaga performa. Bukti nyata? UNVR, BBRI, ICBP..bahkan 20 tahun lagi saya bisa membayangkan bahwa anak saya sedang menikmati indomie kuah rebus di sore hari, dan bershampo sunsilk..kurang apalagi?</span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;">So, dengan demikian, perusahaan di Indonesia cenderung lebih bisa di prediksi tren bisnisnya (kecuali komoditas tentunya), apakah perusahaan <i>start-up, growing, established, </i><i>established- growing, fed-up atau downfall. </i>Salah satu cara yang termudah untuk melihat itu semua adalah melihat <b><i>trailing growth.</i></b></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;">Trailing Growth adalah perhitungan laju pertumbuhan perusahaan. Bisa dihitung dari ekuitas, pendapatan, laba bersih, laba sebelum pajak, EPS ataupun arus kas, tergantung kebutuhannya. Lalu untuk para investor, apa yang paling dilihat? Jawabannya adalah <b>semuanya</b>. Tapi, walaupun semuanya memang harus kita lihat, namun yang paling mendekati riil bisnis adalah dengan melihat laju pertumbuhan operasional dan juga pendapatan, dan gabungan keduanya disebut <b>Operating Margin</b>.</span><br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<span style="font-family: inherit;">Sehingga <b>Operating Margin</b> adalah cara melihat laju pertumbuhan perusahaan secara lebih nyata melalui kegiatan operasional, baik pertumbuhan laba operasi maupun pendapatannya. </span></div>
<br />
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-family: inherit;">Rumus:</span></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><b style="font-family: inherit;">Operating Margin = Operating Income / Net Sales (i)</b></span></div>
<span style="font-family: inherit;">
</span>
<br />
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-family: inherit;">Untuk menghitung laju percepatan dari operating margin dari satu waktu ke waktu berikutnya, kita menggunakan asumsi dasar fisika dimana </span></span><span style="font-family: inherit;"><span style="font-family: inherit; font-size: 11pt; line-height: 16.8666667938232px;">Δ </span><span style="font-family: inherit;">a (laju) = </span></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKJ_Ba5YxYYj08N1OFK_ZZu5Vl8h-FHgbIRlDXklgajagQLPqkrVxJEKySvWxuq-qYcKSNUtJxhviahb__ZJ-B6zV2Om-3mdF6Uac6sVsAjEZ_MTE-O7I8yEaa0UHqPPumR-0D3ATouGI/s1600/2222.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em; text-align: right;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKJ_Ba5YxYYj08N1OFK_ZZu5Vl8h-FHgbIRlDXklgajagQLPqkrVxJEKySvWxuq-qYcKSNUtJxhviahb__ZJ-B6zV2Om-3mdF6Uac6sVsAjEZ_MTE-O7I8yEaa0UHqPPumR-0D3ATouGI/s1600/2222.jpg" /></a></div>
<span style="font-family: inherit;"></span><br />
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-family: inherit;">Subsitute rumus (i) ke (ii), sehingga di dapat:</span></span></div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><b style="font-family: inherit;"><span style="line-height: 115%;"> </span><span style="line-height: 115%;">Δ Operating Margin = <u>Operating Income [t+1] - </u></span><u><span style="line-height: 16.8666667938232px;">Operating Income [t]</span><span style="line-height: 115%;"> </span></u></b></span></div>
<span style="font-family: inherit;">
</span>
<br />
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 16.8666667938232px;"><b> Net sales [t+1] - Net sales [t]</b></span></div>
<br />
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><i style="font-family: inherit;">*Saya suka menggunakan ini karena esensi utama dari riil bisnis adalah bagaimana perusahaan bisa menjual barangnya dan mendapatkan laba dari hasil penjualan itu. So simple.</i></span></div>
<span style="font-family: inherit;">
</span>
<br />
<span style="font-family: inherit;"></span><br />
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-family: inherit;">Sesuai dengan cara kita dalam menghitung </span><b style="font-family: inherit;">nilai intrinsik (silahkan baca di : <span id="goog_555933822"></span><a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/p/menghitung-harga-wajar-saham-dan-nilai.html" target="_blank">cara menghitung harga wajar saham</a><span id="goog_555933823"></span>)</b><span style="font-family: inherit;">, dimana laba telah menjadi variable aktif terhadap nilai sebenarnya dari suatu saham, dalam hal ini EPS. Namun yang kita gunakan disini adalah laba operasi karena menggambarkan </span><b style="font-family: inherit;">laba sebenarnya </b><span style="font-family: inherit;">yang diperoleh perusahaan dari aktifitas operasional.</span></span></div>
<span style="font-family: inherit;"></span><br />
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-family: inherit;">Sebagai contoh kita akan gunakan data dari ACES, karena emiten retail cenderung memiliki data yang mudah dibaca arah lajunya dan jarang sekali terjadi fluktuatif dengan gap besar seperti komoditas.</span></span></div>
<span style="font-family: inherit;">
</span>
<br />
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><br />
</span></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWXbFvzC3X5kHR8BTzqzwYgg7c1FCZp4sgCbA4lcsoXXs35PNI9lZdsdZC0kEVHjQtPhS83sEgItV_wHP9uxe2ODNGXbhfFMp1ZaZtPzeXeoP8Cwg7KG8TxzRE7AkMP0bi_YsHQGNXUHA/s1600/ACES2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="font-family: inherit;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWXbFvzC3X5kHR8BTzqzwYgg7c1FCZp4sgCbA4lcsoXXs35PNI9lZdsdZC0kEVHjQtPhS83sEgItV_wHP9uxe2ODNGXbhfFMp1ZaZtPzeXeoP8Cwg7KG8TxzRE7AkMP0bi_YsHQGNXUHA/s1600/ACES2.jpg" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: inherit;">Sumber: laporan keuangan kuartal 4, 2014 Ace Hardware, Tbk (diolah) </span></td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;">Dari tabel di atas, secara sekilas kita melihat bahwa ACES selalu memiliki penjualan dan laba yang selalu meningkat, namun setelah kita lihat tren bisnisnya melalui <b>operating margin</b> bisa disimpulkan secara compounded bahwa operating margin ACES bernilai negatif.</span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-family: inherit;">Untuk melihat lebih jelas bagaimana trend tersebut terjadi, berikut grafiknya:</span></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><br />
</span></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjov0l2gTwdTFx4Ia5YPqttnPcl6RlmmsbrLqLy1lmlrPwJBcmmq0J3Uu9ORPXX4boB6uI4zLg0p0UA9nJZYy7Z2ckmo87IjyuCoG4DhL9QC3RyZMbRKK-SS4y-V5ZBExcdVSGt61AAeg8/s1600/ACES1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="font-family: inherit;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjov0l2gTwdTFx4Ia5YPqttnPcl6RlmmsbrLqLy1lmlrPwJBcmmq0J3Uu9ORPXX4boB6uI4zLg0p0UA9nJZYy7Z2ckmo87IjyuCoG4DhL9QC3RyZMbRKK-SS4y-V5ZBExcdVSGt61AAeg8/s1600/ACES1.jpg" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: inherit;">Sumber Srimaya Investment 2015</span></td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;">Secara <i>year on year</i>, ACES merupakan perusahaan yang stabil, kuat dalam sisi keuangan namun sedang mengalami tren menurun yang di sebabkan oleh:</span></div>
<ol>
<li style="text-align: left;"><span style="font-family: inherit;">Perusahaan tengah dalam fase <i>fed-up</i> atau jenuh, ini biasa dialami perusahaan yang sedang dalam fase <i>established </i>atau<i> </i>mapan.</span></li>
<li style="text-align: left;"><span style="font-family: inherit;">Berkurangnya inovasi produk dan kegiatan ekspansi untuk lebih memikat konsumen.</span></li>
<li style="text-align: left;"><span style="font-family: inherit;">Perusahaan tidak bisa mengendalikan biaya penjualan dan beban usaha yang meningkat melalui penyesuaian harga dan peningkatan konsumen.</span></li>
<li style="text-align: left;"><span style="font-family: inherit;">Adanya pesaing baru (dalam hal ini ACES harus berhadapan dengan IKEA) yang memiliki inovasi.</span></li>
</ol>
<div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;">Kami rasa, ACES melalui tahap <i>growing</i> pada 2000 - 2007 dan sudah mencapai titik tertingginya (<i>established</i>) pada 2008 - 2012 sehingga cukup riskan untuk saat ini bagi sahamnya jika laba bersihnya terpeleset sedikit saja. Saran kami, ACES harus segera membenahi diri dari sisi inovasi produk, membuat produk yang lebih menarik, berdaya-guna dan dengan harga yang lebih terjangkau (menuju tahap<i> establish - growing</i>) ketimbang mengadakan diskon besar-besaran dengan produk yang sama. Sekedar catatan, jika diperhatikan ACES lebih sering mengadakan diskon pada medio 2014 hingga saat ini, dan anda pun pasti bisa menebak alasannya.</span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;">So, ketika anda melihat laju pergerakan operating margin, langsung anda bisa melihat bagaimana sebenarnya trend bisnis sedang terjadi. Jika anda hanya melihat grafik penjualan, laba dan ekuitas maka anda akan berhadapan dengan angka-angka yang begitu cantik nan menawan, namun di balik itu ada sekam yang disembunyikan oleh sang pemilik </span>perusahaan <span style="font-family: inherit;">tentang posisi bisnisnya. </span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;">Menentukan laju bisnis perusahaan biasanya digunakan dalam tahap akhir setelah penentuan emiten dan valuasi saham sudah dilakukan. Semoga mencerahkan</span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;">Salam Investasi</span></div>
</div>
</div>
Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-17665904274262677872015-04-23T13:51:00.001+07:002015-05-17T23:32:03.743+07:00Download Prospektus Awal PT PP Property<div style="text-align: justify;">
Dear kawan investor,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti diketahui bahwa salah satu perusahaan BUMN bidang konstruksi yang sedang tenar, PTPP akan menggelar IPO anak usaha dalam waktu dekat ini. Yes, PT PP Property yang notabene anak perusahaan PTPP akan segera IPO. Bagi anda yang membutuhkan prospektus awalnya, silahkan download di link berikut ini:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://www.most.co.id/download/ipo/Buku%20Prospektus%20Awal%20PP%20Properti.pdf" target="_blank">Download Prospektus Awal PT PP Property</a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jadwal IPO sendiri akan dilakukan pada 19 Mei 2015 dengan sebelumnya melakukan penawaran umum pada 11 - 13 Mei 2015, so masih cukup waktu bagi kita untuk mem-valuasi sahamnya yang rencana akan di terbitkan pada kisaran harga Rp 185 - Rp 320 per saham. Tunggu postingan kami selanjutnya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Salam Investasi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-22743016588522945582015-04-18T08:14:00.002+07:002015-06-12T08:06:55.412+07:00Pakuwon Jati (PWON) - Semakin Menggeliat<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
Ketika laporan keuangan akhir tahun 2014 emiten dipublikasikan, hal yang menarik perhatian kami tentunya adalah <b>saham Pakuwon Jati</b> <b>(PWON)</b>, karena PWON adalah satu dari lima belas perusahaan di dalam portfolio kami yang memiliki kinerja dan keuangan yang solid.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Dan tentunya karena PWON sudah memberikan imbal hasil diatas kenaikan IHSG kepada kami, sehingga saat ini saatnya bagi kami untuk melakukan review apakah PWON masih layak untuk investasi jangka panjang, atau setidaknya jangka menengah hingga satu tahun kedepan.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFROlz7H34s72vRV16lqQGBzdAf2IZIoyOYszUtlo2n5_9S4A7x587DxbBG8fjuc0XwwtsfB4r08NTqOehi2b013v6CUltueSS5UvnhtRY2t2iN60X8XLPxfVm8tX2tp1O39DjLgDoeyI/s1600/pwon2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em; text-align: left;"><img border="0" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFROlz7H34s72vRV16lqQGBzdAf2IZIoyOYszUtlo2n5_9S4A7x587DxbBG8fjuc0XwwtsfB4r08NTqOehi2b013v6CUltueSS5UvnhtRY2t2iN60X8XLPxfVm8tX2tp1O39DjLgDoeyI/s1600/pwon2.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
PWON mencatat kenaikan pendapatan 27,8% dari pendapatan 2013 dan kenaikan laba yang sangat luar biasa sebesar 121,8% dari laba bersih tahun 2013 dengan komposisi pendapatan adalah sbb:</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWnlCYbJp8rx8dVs6NU-eg8R-WNn-PU_HZtqjl3mfJ4jILDk8ebciQQ75uWTXB-M3qd_yzh_D_mbYNLYPC6KRF56WBrrmWnF5laKIQ2kxM8XVS-e-DIClmI_V0rQtOja2tmw0ugqXJu34/s1600/pwon1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="192" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWnlCYbJp8rx8dVs6NU-eg8R-WNn-PU_HZtqjl3mfJ4jILDk8ebciQQ75uWTXB-M3qd_yzh_D_mbYNLYPC6KRF56WBrrmWnF5laKIQ2kxM8XVS-e-DIClmI_V0rQtOja2tmw0ugqXJu34/s640/pwon1.jpg" width="640" /></a></div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Real estate tetap menempati teratas dengan komposisi 57% terhadap keseluruhan, kemudian pusat perkantoran dan perbelanjaan dengan 39.22%. Dari kenaikan pendapatan sebenarnya tidak berbeda jauh dengan tahun lalu, dimana Kota Kasablanka, Gandaria City di Jakarta dan Superblok di Surabaya masih sebagai favorit dan icon dari Pakuwon. Dan tentunya karena kami, teman-teman dan keluarga (masih) paling sering membuat janjian ketemu ya di dua mall itu di Jakarta.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Lalu apa yang membuat laba PWON naik begitu drastis? tak lain ialah keuntungan yang di dapat PWON setelah mengakuisisi Pakuwon Permai (bekas anak perusahaan dan dibeli kembali) dengan total kepemilikan saat ini menjadi 67.13% dan menambah kepemilikan di Centrum Utama Prima (CUP) menjadi 70%. Dari sini PWON mendapat laba segar sebesar 988 Milyar yang tercatat sebagai <b>keuntungan pembelian saham dengan diskon</b>. Apa itu?</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Sekalian sedikit penjelasan, bahwa <b>keuntungan pembelian saham dengan diskon </b>adalah keuntungan membeli perusahaan (akuisisi, buyback dsb) di bawah nilai asetnya. Filosofinya sama persis dengan kami, para pemburu saham perusahaan bagus dengan harga wajar dan (<i>sukur-sukur</i>) diskon.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<h3 style="text-align: left;">
Apa untungnya Pakuwon Permai?</h3>
<div style="text-align: left;">
Pakuwon Permai saham sebelumnya dimiliki oleh private company asing EEMF Asian Development dan Pakuwon Dharma (juga anak usaha Pakuwon Group) alias bentukan bersama antara Pakuwon Group dengan EEMF. So, tindakan Pakuwon Jati ini sebenarnya adalah 'buyback' sehingga Pakuwon Permai resmi 100% menjadi milik Pakuwon Group.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Lalu apa untungnya? Pernah dengar Blok M Plaza? Kebangetan kalau anda tinggal di Jakarta tapi tidak tahu Blok M Plaza, atau Supemal Pakuwon Indah di Surabaya yang tenar dengan SSCCnya alias tempat konser. Kedua-duanya di kelola oleh Pakuwon Permai ini, sehingga dengan kepemilikan penuh maka dua tempat tadi seutuhnya menjadi tambahan <i>recurring income</i> alias pendapatan berulang untuk PWON. Itu baru sisi <i>recurring income, </i>belum jika membicarakan <i>development income</i> alias pendapatan dari proyek, yang bakal di dapat dari pembangunan tiga menara kondominium plus dua menara yang jadi satu; Orchard, Tanglin, Ritz, Ibis dan Pullman</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Secara fisik transaksi ini jelas menguntungkan, namun PWON membeli Pakuwon Permai menggunakan penerbitan surat hutang sebesar 2.3 trilyun yang artinya liabilitas PWON meningkat 50%, tetapi hutang tersebut di imbangi dengan kenaikan ekuitas yang juga naik lebih besar, sehingga DER PWON justru menurun dari 0.59x menjadi 0.56x. Disinilah kita harus cermat mengamati apakah hutang yang muncul itu memberatkan, ataukah justru memberi nilai tambah.</div>
<h3>
</h3>
<h3 style="text-align: left;">
Be Cheaper</h3>
<div style="text-align: left;">
Terakhir di Januari '15 saya bicara ke teman saya bahwa harga PWON masih kemahalan, PER masih di kisaran 18x dan PBV ada di kisaran 4.4x. Dibanding yang lain, PWON termasuk premium walaupun di saat itu akhirnya saya beli juga <a href="http://www.valuewalk.com/2015/04/charlie-munger-quality-over-value/" target="_blank">(<i>based on true story: Charlie Munger</i>)</a>. Karena ketika itu saya membayangkan andaikan Munger ada di Indonesia dan di melihat database PWON, maka saya yakin pasti dia pun ikut membeli.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Tapi dengan peningkatan laba dan book value yang signifikan, PWON saat ini memiliki PER hanya sebesar 9.85x (dibawah 10!!) dan PBV sebesar 2.91x. Pasti dari anda mengira bahwa harga PWON menjadi murah karena laba yang naik akibat akuisisi. <i>Let see</i>, mari kita hilangkan angka 988 milyar, dan kita akan mendapatkan bahwa laba PWON menjadi sebesar 1.5 trilyun, tumbuh 34% dari tahun lalu, lantas berapa PER? PER tercatat sebesar 15.79x,</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Murahkah? Jika pada PER 18x saya masih yakin bahwa Charlie Munger akan membeli, bagaimana dengan PER 15x, atau bahkan 9.85x?</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<h3 style="text-align: left;">
Posisi Keuangan</h3>
<div style="text-align: left;">
Silahkan anda download laporan keuangannya, public announcement dari websitenya (jangan malas!). Maka anda akan mendapatkan point penting:</div>
<ol>
<li style="text-align: left;"><i style="font-weight: bold;">Current Ratio</i><i> (Current Asset / Current Liabilities) </i>= 1,41x, artinya aset lancar masih 140% lebih besar dari kewajiban lancarnya. Kategori: AAA</li>
<li style="text-align: left;"><i><b>Free Cash Flow</b> (Operasional Net Cash - Capex) =</i> 1,2 trilyun, positif. Kategori: AA</li>
<li style="text-align: left;"><b><i>Net Working Capital</i></b><i> (Current Asset - Current Liabilities) =</i> 1,5 trilyun, positif dan 2x dari belanja modal. Kategori: AA </li>
<li style="text-align: left;"><i style="font-weight: bold;">Return on Investment</i><b> (ROI) </b><i>(Net Income / </i><i>Operasional Net Cash) </i>= 1.26x, artinya setiap beroperasi 100 rupiah, PWON menghasilkan penjualan 226 rupiah dengan laba bersih 126 rupiah. Kategori: AAA</li>
<li style="text-align: left;"><i><b>Owner Earning </b>(di bahas di : <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2015/03/apa-itu-laba-pemilik.html" target="_blank">Laba Pemilik</a>)=</i> 2,2 trilyun, meningkat 171% dari 2013. Kategori: AAA</li>
</ol>
<div>
<div style="text-align: left;">
Dengan rata-rata kategori AA dari 5 point di atas, PWON tengah mengalami masa-masa stabil dan meningkat. Yang saya suka adalah ketika mencari berita tentang PWON di internet, maka cukup masuk ke websitenya dan anda akan temukan apa yang anda cari. </div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<i>Finally</i>, saya rasa, kami tetap akan terus <i>keep </i>PWON dan berencana bahwa lebih baik untuk menempatkan 40% dana tambahan yang kami punya untuk menambah posisi portfolio kami di PWON.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
Salam Investasi</div>
</div>
</div>
Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-22031624394716353882015-03-18T05:58:00.000+07:002015-06-12T08:07:29.726+07:00Laba Pemilik - Harta tersembunyi para Investor<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
Laba pemilik atau <i>owner earnings</i> bisa diartikan sebagai laba perusahaan dalam bentuk <i>cash</i> yang dimiliki penuh oleh para pemegang saham. Disini laba pemilik berbeda dengan laba bersih, dimana laba bersih merupakan perhitungan akutansi yang tidak mempertimbangkan belanja modal sedangkan laba pemilik sudah memperhitungkan belanja modal dan juga depresiasi aset yang dimiliki perusahaan.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Sehingga dengan laba pemilik maka para pemilik modal bisa mengetahui secara lebih nyata, berapa sebenarnya keuntungan yang mereka miliki saat ini untuk mereka habiskan di klub atau kongkow Jumat malam.</div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
Mari kita lihat rumus laba bersih:</div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<b>Laba bersih = Penjualan bersih - Beban pokok penjualan - Beban usaha - Pajak - Bunga - beban lain-lain.</b></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
Sedangkan rumus laba pemilik,</div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<b>Laba Pemilik = Laba bersih + Depresiasi / Amortisasi + Biaya non tunai - Belanja modal / <i>Capital Expenditure*</i></b></div>
<br />
<div style="text-align: left;">
<span style="font-weight: bold;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<i>* Disini penulis tidak memakai rata rata belanja modal, namun memakai angka belanja modal saat ini sesuai laporan keuangan, agar terlihat lebih nyata antara kegiatan perusahaan dan laba pemilik termasuk mengetahui fluktuasi kapan perusahaan melakukan banyak ekspansi dan kapan sedang vakum.</i></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
Mari kita bedah satu per satu:</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Laba pemilik atau istilah kerennya <i>owner earnings</i> muncul pada laporan tahunan Berkshire Hathaway tahun 1986, disitu Warren Buffet menulis bahwa untuk melihat secara nyata berapa keuntungan sebenarnya yang di miliki oleh pemilik saham adalah dengan melihat antara laba bersih dengan bagaimana perusahaan tersebut berkompetisi dan berkembang, artinya pemilik saham harus melihat tentang kebijakan belanja modal / <i>capital expenditure</i> yang di keluarkan oleh manajemen.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Jika perusahaan tersebut adalah perusahaan yang sedang berkembang pesat, maka pemilik saham pun harus maklum jika laba bersih (hasil akutansi) yang dilaporkan sebetulnya tidak sejumlah itu. Mereka harus mempertimbangkan kebijakan manajemen untuk misalnya: menambah mesin, akuisisi lahan pengembangan, perluasan pabrik dan sebagainya. Yang mana dari semua itu pastilah mengambil sisi dari laba bersih, karena laba bersih bisa dianggap sebagai komponen yang paling likuid untuk di gunakan.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Depresiasi / Amortisasi digunakan dalam perhitungan sebagai bagian dari perhitungan aset. Karena depresiasi adalah bagian dari beban operasional non tunai, sehingga harus di tambahkan kedalam perhitungan laba.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<h3 style="text-align: left;">
Apakah Perusahaan Untung?</h3>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: left;">
Contoh: Katakanlah si A dalam bulan ini memiliki laba bersih Rp 1000, tetapi bulan ini si A membeli sebuah printer seharga Rp 5000 sebagai aset untuk bekerja (<i>capex</i>). Disini si A memiliki (-) Rp 5000 yang harus dia penuhi dari pendanaan external jika ia ingin tetap untung Rp 1000 <b>tanpa mengambil modal kerjanya</b>. </div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Lho, harusnya uang beli printer masuk kedalam beban pengeluaran donk? Secara logika: Ya, tapi perhitungan akutansi tidak seperti itu. Itulah mengapa Buffet memakai laba pemilik sebagai acuan dasar: <b>Apakah perusahaan sebenarnya untung?.</b></div>
<br />
<div style="text-align: left;">
<span style="font-weight: bold;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
Mari kita lihat laba pemilik dari Astra Graphia (ASGR). Sahamnya sudah pernah dibahas di: <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2014/12/astra-graphia-asgr-10-saham-murah.html" target="_blank">Astra Graphia: 10 saham layak beli saat ini</a></div>
<br />
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQ1R9f5iUc4epgvCZDfaz6ZKNol9aG_1eXJO1kQ2a3EUZYPgHlhwIf1MKTUVE5aMeKjJDwIr8aYAuvCbqJUiD71-bNcvzqib6mgqbXGeXkqAnweMWkLn7VhFBU7poIYkjeHWr7JRbmEMg/s1600/owner1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="274" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQ1R9f5iUc4epgvCZDfaz6ZKNol9aG_1eXJO1kQ2a3EUZYPgHlhwIf1MKTUVE5aMeKjJDwIr8aYAuvCbqJUiD71-bNcvzqib6mgqbXGeXkqAnweMWkLn7VhFBU7poIYkjeHWr7JRbmEMg/s1600/owner1.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: left;">Sumber: Astra Graphia Financial Report</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: left;">
ASGR mencatat pertumbuhan laba pemilik dari tahun 2006 hingga 2014 secara rata-rata sebesar 90% dan secara <i>compound </i>sebesar 24.45%, jika kita mengambil tingkat suku bunga Bank Indonesia selama 30 tahun (non resiko) sebesar 9.02%, maka dengan hanya melihat laba pemilik, ASGR sudah unggul.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Jika kita memakai angka <i>compound earning</i> sebagai patokan dalam perhitungan nilai wajar saham, maka nilai wajar saham ASGR adalah Rp 3,491 per lembar atau terdiskon sebesar 79% dari harga hari ini di Rp 1,940 per lembar.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Dari sini sekaligus bisa dilihat di tabel bahwa ASGR pada tahun 2008 melakukan banyak ekspansi (pembukaan pabrik, lahan, akusisi dsb), namun disisi lain tetap bisa mempertahankan laba pemiliknya yang meningkat dari tahun sebelumnya. Dan hal ini menjadi alasan utama kami untuk masuk ke saham ini di akhir tahun lalu.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Ada contoh berikutnya dengan kasus berbeda di dalam portfolio kami, yaitu Pakuwon Jati (PWON). Valuasi bisa dilihat di <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2014/09/pt-pakuwon-jatitbk-pwon.html" target="_blank">Geliat cantik Pakuwon Jati</a>.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhN2R0Y-dtz20vO5htwH1e7MuTfKeIanS4_NoK1fOodHIc7rbY1EDUwmMVZc_enKLH443z_YxbgTnDFQGw2gLUIpmz_7zjCY5QrZk2GacXi-I0YjcmFFKZ1STUKynXx1LGu6jGiY0DXfoE/s1600/owner2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="254" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhN2R0Y-dtz20vO5htwH1e7MuTfKeIanS4_NoK1fOodHIc7rbY1EDUwmMVZc_enKLH443z_YxbgTnDFQGw2gLUIpmz_7zjCY5QrZk2GacXi-I0YjcmFFKZ1STUKynXx1LGu6jGiY0DXfoE/s1600/owner2.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div style="text-align: left;">
Sumber: Pakuwon Jati Financial Report</div>
<div style="text-align: left;">
* Data disetahunkan</div>
</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: left;">
Melihat sekilas, PWON bukanlah tipe perusahaan yang konsisten dengan pertumbuhan laba pemilik tetapi tipe perusahaan ekspansi sesuai kultur emiten properti. Disini terlihat bahwa dengan kegiatan ekspansi yang besar pada tahun-tahun yang acak, PWON masih mampu membukukan laba pemilik yang positif. Meskipun pada tahun 2008 laba sempat minus, namun di tahun-tahun berikutnya khususnya 2012 - 2014 laba pemilik PWON berada di angka positif bahkan meningkat signifikan.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Secara <i>compound,</i> laba pemilik PWON tumbuh sebesar 26.47% dan rata-rata pertumbuhan laba pemilik sebesar 17.56%, dengan menggunakan angka 26.47% maka nilai wajar PWON berada pada kisaran Rp 1,422 per saham atau terdiskon 187% dari harga saat ini. Jikalaupun kita gunakan angka pesimis 17%, maka nilai wajar saham PWON masih terdiskon 32%. Masih cukup baik mengingat laba bersih PWON yang meningkat sangat tinggi sejak pembenahan tahun 2008.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<h3 style="text-align: left;">
Berapa uang anda?</h3>
<div style="text-align: left;">
Laba pemilik merupakan komponen <i>'hidden treasure' </i>untuk melihat secara lebih nyata keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Sayangnya banyak para investor yang masih terpaku pada laba bersih ataupun EBITDA dengan tidak menyentuh sama sekali laba pemilik.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Memang laba bersih dan EBITDA hingga saat ini masih di anggap sebagai perhitungan akutansi yang valid untuk memprediksi kinerja perusahaan, namun jangan lupa bahwa perusahaan kadangkala ber-ekspansi ria tanpa melihat kepentingan pemilik saham.</div>
<br />
<div style="text-align: left;">
<span style="font-weight: bold;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<b>Berapa sebenarnya uang yang mengalir dari perusahaan ke pemilik saham</b>, itulah<b> </b>point utama pemikian Warren Buffet sebelum beliau membeli saham.</div>
<br />
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
So, jika setelah perhitungan laba pemilik ternyata bernilai negatif (padahal laba bersih positif) maka mudah disimpulkan bahwa perusahaan memakai dana talangan (bahasa halusnya: hutang) sebagai belanja modal, dimana uang cash yang di catat sebagai laba bersih langsung menguap untuk menutupi belanja modalnya. Anda harus berhati-hati jika perusahaan ini melakukan hal demikian lebih dari 3 periode.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Salam Investasi</div>
</div>
Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-76593740341432681582015-03-08T08:52:00.000+07:002015-06-12T08:06:29.372+07:00Elnusa (ELSA) : Impression of Spinning Velocity <div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<b>Elnusa (ELSA)</b> merupakan anak perusahaan Pertamina yang bergerak dalam bidang pelayanan hulu dan hilir dalam bidang minyak dan gas bumi <i>(Oil and Gas Upstream and Downstream Services)</i>.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRPA7wQuQTr__1yrn_e6zCsl781ruZAnNLGtqpYK4vsiRk1Mu3E9sYyvKi7CRaqCccmTJj5ms9QBLH-Ezl-WEqXLGPzXghU63divqLj2immromJDC8YaPrtZ2nrFJF2KeqL7AnFYLqB3k/s1600/LOGO+BARU+ELNUSA+2013.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRPA7wQuQTr__1yrn_e6zCsl781ruZAnNLGtqpYK4vsiRk1Mu3E9sYyvKi7CRaqCccmTJj5ms9QBLH-Ezl-WEqXLGPzXghU63divqLj2immromJDC8YaPrtZ2nrFJF2KeqL7AnFYLqB3k/s1600/LOGO+BARU+ELNUSA+2013.jpg" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Bisnis inti ELSA dibagi menjadi tiga:</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<ol>
<li style="text-align: left;"><b>Servis Hulu Migas (upstream).</b> Mencakup; </li>
<ul>
<li style="text-align: left;"><i>Geoscience / seismic</i> <i>data</i>, pada tahap ini terjadi kegiatan survey dan studi geologi untuk menentukan titik dimana saja terdapat kandungan minyak & gas, apakah benar terdapat kandungan minyak & gas dan juga kelayakan terhadap kualitas kandungan untuk dapat di explorasi lebih lanjut. </li>
<li style="text-align: left;"><i>Drilling. </i>Setelah layak, kemudian dilakukan tahap <i>drilling</i> / pengeboran untuk mengambil minyak atau gas dari dalam bumi, tahap inilah yang menjadi kontribusi terbesar pendapatan ELSA di 2014 melalui <i>electric wireline logging </i>sebesar 544 milyar. </li>
</ul>
<ul><ul>
<li style="text-align: left;"><i>Electric wireline logging sendiri adalah teknologi kabel elektrik yang digunakan operator minyak & gas untuk membaca data log yang berisi data tentang keadaan di dalam sumur (wellbore) a.l resistivitas, konduktivitas, tekanan dan dimensi sumur.</i></li>
</ul>
<li style="text-align: left;"><i>Oilfield Service and Maintenance, </i>Servis ELSA dalam bidang pemeliharaan lapangan sumur migas.</li>
</ul>
<blockquote class="tr_bq">
</blockquote>
<li style="text-align: left;"><b>Servis Hilir Migas (downstream).</b> Kegiatan ini dilakukan oleh dua anak perusahaan:</li>
<ul>
<li style="text-align: left;">PT Elnusa Petrofin (EPN) untuk storage, distribusi dan marketing hasil minyak & gas setelah terjadi kegiatan eksplorasi pada point 1, kegiatan ini mencakup manajemen transportasi BBM dari pemasok ke pelanggan, termasuk ke SPBU-SPBU yang kita konsumsi sehari-hari. </li>
<li style="text-align: left;">PT Elnusa Patra Ritel (EPR) yang mengurusi bagian perdagangan ritel BBM industri, namun EPR saat ini tidak beroperasi sehingga BBM industri diambil alih oleh EPN. </li>
</ul>
<li style="text-align: left;"><b>Servis pendukung Migas (support).</b> Mencakup kegiatan;</li>
<ul>
<li style="text-align: left;">Fabrikasi konstruksi (pipa ulir dan alat-alat konstruksi perminyakan) dan agen perdagangan melalui PT Elnusa Fabrikasi Konstruksi (EFK). </li>
<li style="text-align: left;">Penyedia lisensi dan izin kegiatan hulu hilir migas melalui PT Patra Nusa Data (PND). Information & Technology (IT) melalui PT Sigma Cipta Utama (SCU). </li>
<li style="text-align: left;">Dan terakhir jasa penyewaan kapal untuk operasional hulu migas melalui PT Elnusa Trans Samudra (ELTS).</li>
</ul>
</ol>
<div>
<div style="text-align: left;">
Dengan bisnis sebanyak itu, ELSA menjadi satu-satunya perusahaan penyedia jasa minyak & gas hulu - hilir terlengkap untuk dalam negeri.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<h3 style="text-align: left;">
Struktur Saham ELSA</h3>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhslGZmO92ppRTyUJe6G_UU61XUXpNu0DgM9G8ry3tiyWzGcWQBVmb1Ruv7T56p5dKJAlBicnhfh9SbMC6Mv3gM8pHGJ37SEslstvQyIcwsS2u-WwxAj0OADnP4YmlP8ZYGYG6TYAL4vqs/s1600/elnusa1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="277" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhslGZmO92ppRTyUJe6G_UU61XUXpNu0DgM9G8ry3tiyWzGcWQBVmb1Ruv7T56p5dKJAlBicnhfh9SbMC6Mv3gM8pHGJ37SEslstvQyIcwsS2u-WwxAj0OADnP4YmlP8ZYGYG6TYAL4vqs/s1600/elnusa1.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: left;">Sumber: Elnusa</td></tr>
</tbody></table>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
Saham ELSA saat ini tidak ada yang istimewa, selain Pertamina yang dari dulu hingga kini tetap memegang 41,10%, dan menjadi 58,90% setelah masuknya dana pensiun, selebihnya adalah publik. Struktur saham ini berubah setelah keluarnya Benakat Integra (BIPI) sebesar 24,60%. Tidak ada yang perlu di cemaskan dari keluarnya BIPI, karena BIPI memiliki hutang 592 miliar yang harus dilunasi pada 2015, dan ini dapat membebani keuangan ELSA. </div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
Alasan utama keluarnya BIPI ialah ELSA tidak memberikan konstribusi signifikan setelah performa ELSA yang buruk pada 2011, padahal ELSA telah sukses dalam program <i>turnaround-</i>nya dan menghasilkan laba semenjak 2012.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
BIPI membeli ELSA sejatinya adalah strategi mempermulus langkah BIPI untuk mendapatkan proyek <i>oil drilling</i> di Pendopo, Sumut pada 2010 dimana BIPI diharuskan melakukan <i>joint operation</i> dengan Pertamina sebagai penguasa konsesi. Mudah disimpukan bahwa BIPI hanya melakukan trading saham pada ELSA, beli di harga 330 lalu jual di harga 395 setelah proyek tersebut selesai. Toh, sisa dari saham Benakat dapat diserap publik yang membuat sahamnya semakin likuid.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<h3 style="text-align: left;">
Performa ELSA</h3>
<div>
<div style="text-align: left;">
Performa ELSA melambung sejak 2011, yang di sebut juga titik <i>turnaround. </i>Harap di catat bahwa kinerja ELSA anjlok drastis selama tahun 2010 ke 2011 akibat tidak performnya pengelolaan manajemen. Saat itu (2010 - 2011), ELSA melakukan beberapa kegagalan a.l: </div>
</div>
<div>
<ol>
<li style="text-align: left;">Pembelian barang yang terlalu mahal untuk beberapa project <i>Geodata Acquisition Land</i> termasuk untuk proyek seismik Chevron di Papua, Dan juga pembelian Modular Rig yang disebut-sebut <i>'Over-investment' </i>sedangkan beberapa proyeknya sendiri terkendala masalah izin lokal dan ganti rugi warga sehingga membebani dari sisi investasi dan depresiasi.</li>
<li style="text-align: left;">Pembatalan beberapa project yang dilakukan secara <i>joint operation</i> dengan CGG Veritas, disini Elnusa melakukan kesalahan fatal dengan melakukan pembelian alat <i>Seismic Acquisition Capacity </i>padalah kontrak belum di tanda tangani. CGG Veritas adalah perusahaan asal Prancis yang menjadi perusahaan gabungan yang diberi nama PT Elnusa CGG Veritas. Saat ini PT Elnusa CGG Veritas sudah tidak beroperasi kembali.</li>
<li style="text-align: left;">Tidak optimalnya operasional tiga buah <i>drilling rig conventional</i> pada 2010, dengan utilitas hanya 19% dan juga kerugian yang dialami oleh bisnis EPC pada PT Elnusa Fabrikasi Konstruksi.</li>
<li style="text-align: left;">Pelepasan kepemilikan <i><span style="font-style: normal;">PT Elnusa Patra Ritel kepada </span><span style="font-style: normal;">Salamander Energy Group</span></i>, sehingga pemasukan dari <i>asset based </i>lapangan migas<i> </i>dipastikan hilang, lagipula pemasukan jual beli itu tidak dilaporkan secara jelas.</li>
<li style="text-align: left;">Kasus pembobolan deposito sebesar Rp. 161 milyar di Bank Mega, analisanya adalah terdapat <i>fraud </i>sistematis antara Elnusa dengan Bank Mega sehingga dana tersebut mengalir keluar. Kasus ini juga menggerus laba ELSA.</li>
</ol>
<div>
<div style="text-align: left;">
Dari beragam kasus tersebut, ELSA melakukan program <i>turnaround </i>yang pada intinya adalah: </div>
</div>
<div>
<ol>
<li style="text-align: left;">Program perbaikan management keseluruhan, hampir 80% middle top management diganti.</li>
<li style="text-align: left;">Restrukturisasi fokus divisi (Elnusa konstruksi hanya fokus pada pipa ulir), anak perusahaan dan bisnis model, termasuk review bisnis pada PT Elnusa CGG Veritas yang tidak menguntungkan.</li>
<li style="text-align: left;">Perbaikan struktur biaya termasuk efisiensi biaya.</li>
<li style="text-align: left;"><i>Selective Marketing, </i>terutama dalam bisnis penjualan BBM dan Marine Industri.</li>
<li style="text-align: left;">Reformasi kebijakan belanja modal (Capex). Pembelian <i>equipment</i> hanya dilakukan ketika kontrak sudah di tanda tangani. Juga pengetatan pada proposal proyek baru.</li>
</ol>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
Hasilnya, pada 2012 ELSA kembali menghasilkan laba yang terus meningkat, pendapatan yang bertumbuh hingga akhir 2014 lalu.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWnWdXSL9GwYakMmnr9CsPdgOc-Z0dMoJfLlDo8kL4E210YkqTiqWinfibJnCAXxKJsr-wov9jWZZnzb1U4LrYepdK4jVUvMbgr4eAcj9NFrIRPjXlPyI5q2XGpgdzLTWYWx-kKXPTs1o/s1600/elnusa2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="384" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWnWdXSL9GwYakMmnr9CsPdgOc-Z0dMoJfLlDo8kL4E210YkqTiqWinfibJnCAXxKJsr-wov9jWZZnzb1U4LrYepdK4jVUvMbgr4eAcj9NFrIRPjXlPyI5q2XGpgdzLTWYWx-kKXPTs1o/s1600/elnusa2.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kinerja ELSA dalam 6 tahun terakhir. Sumber: Elnusa, Bloomberg</td></tr>
</tbody></table>
<div>
<div style="text-align: left;">
Dapat jelas terlihat titik <i>turnaround </i>pada 2011, sehingga menghasilkan angka yang positif pada 2012 dan hebatnya, ELSA terus bertumbuh secara signifikan hingga 2014 ini, padahal dengan kondisi harga minyak dunia yang masih anjlok.</div>
</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<h3 style="text-align: left;">
Valuasi Saham</h3>
<div>
<div style="text-align: left;">
Saham ELSA saat ini diperdagangkan dengan harga Rp 585 per lembar saham. Dengan laba di akhir 2014 sebesar 412 milyar, ELSA memiliki PER sebesar 10.53x dan PBV 1.68x alias murah, bahkan sangat murah untuk perusahaan sekaliber ELSA.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
ELSA tercatat rajin membagi dividen kepada investor, dengan angka terakhir sebesar Rp 16.31 per saham sehingga menghasilkan <i>dividen payout ratio </i>sebesar 28.86%. Dengan memasukkan rata-rata pertumbuhan laba sebesar 17% (angka rata-ratanya sendiri 58,91%), BI rate 7.5% dan risk premium maka ELSA memiliki nilai wajar (<i>fair value</i>)sebesar Rp 1,097 per saham, atau saat ini sedang terdiskon 85% (MOS).</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibyBbstKpyf24f6UvE7KLepiwpuAp6IZ5IedYaTcb-pP1Zyk7VkZU2ao41dNJKy3W_E7MgoBzln9-D3nRzPo8RHzwnZLRUTVA-NLA5hC625RqRAoGPQpA8QAW6t2vTNQtTo6sfUYleKoA/s1600/elnusa3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="235" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibyBbstKpyf24f6UvE7KLepiwpuAp6IZ5IedYaTcb-pP1Zyk7VkZU2ao41dNJKy3W_E7MgoBzln9-D3nRzPo8RHzwnZLRUTVA-NLA5hC625RqRAoGPQpA8QAW6t2vTNQtTo6sfUYleKoA/s1600/elnusa3.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber: Srimaya Investment</td></tr>
</tbody></table>
<h3 style="text-align: left;">
Kinerja Keuangan</h3>
<div>
<div style="text-align: left;">
Semenjak <i>turnaround</i> diberlakukan, ELSA berhasil melakukan <i>refinancing</i> pinjaman USD 113 juta yang digunakan untuk buyback <i>Fix Rate Noted</i> yang pernah diterbitkan pada 2011 lalu, gunanya untuk menekan suku bunga. Hasilnya pada 2014 ELSA memiliki cadangan kas yang cukup besar, sebesar Rp 1.06 trilyun disamping <i>operational cash-flow</i> yang lebih besar dari Capex.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
Yang menariknya lagi ialah terdapat laba ditahan (<i>retained earning</i>) yang cukup besar, hampir Rp 1,4 trilyun. Angka sebesar ini masih cukup digunakan sebagai belanja modal dua periode. Atau lebih baik lagi jika di bagi ke investor dalam bentuk tambahan dividen.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg53esi1hqA2JwSx86IuD1SkRBCZgj6oNXWPkp3gxtfP7BwApmzQFSk8uklXcHx68-6L9IV5d2H1XSpaarGi10ZCrEns_emJfpl8bVXjj2Pzqsy4n1v-sP3x2lE3p0-2lfawSi_3rAn0S8/s1600/elnusa5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg53esi1hqA2JwSx86IuD1SkRBCZgj6oNXWPkp3gxtfP7BwApmzQFSk8uklXcHx68-6L9IV5d2H1XSpaarGi10ZCrEns_emJfpl8bVXjj2Pzqsy4n1v-sP3x2lE3p0-2lfawSi_3rAn0S8/s1600/elnusa5.jpg" width="366" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kinerja Keuangan ELSA</td></tr>
</tbody></table>
<h3>
</h3>
<h3 style="text-align: left;">
Potensi ELSA</h3>
<div>
<div style="text-align: left;">
Komposisi kontribusi pendapatan ELSA sendiri hingga saat ini masih di dominasi oleh bisnis hulu migas, terutama pada <i>oilfield & drilling services</i>. Ini menunjukkan bahwa ketika harga minyak dunia turun, perusahaan kontraktor usaha minyak & gas akan semakin melakukan<i> maintenance</i> pada sumur minyaknya (wellbore) untuk tetap menjaga produksi. </div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
Dan inilah yang menjadi fokus utama ELSA terhadap turunnya harga minyak dunia, pertama ialah dengan mengurangi kegiatan seismik, dimana kegiatan seismik banyak dilakukan di dalam pencarian sumur baru, buat apa mencari sumur baru sedangkan harga minyak masih anjlok? </div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
Kedua ialah fokus pada <i>wellbore</i> <i>maintenance </i>diantaranya jasa <i>wireline logging, slickline service</i> dan <i>oil recovery. </i>Ketiga ialah memaksimalkan <i>horizontal drilling</i> untuk meminimasi biaya, karena dengan teknik tersebut tidak diperlukan pengeboran sumur baru, melainkan menambah kapasitas dari sumur lama. </div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLXETodrtydXg1Ab7G7VrHp4DfLsAlE9AxemqVSeulEvy_coGbIYkO2i06v9sKOlcet5px2U8Lz5PQ4BgjyvLtWCjzayYF5Iv4Dr_2wDHy3RFuE700gOjMsGXVnZUhYTSoQM1vD0I7GhQ/s1600/elnusa8.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="451" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLXETodrtydXg1Ab7G7VrHp4DfLsAlE9AxemqVSeulEvy_coGbIYkO2i06v9sKOlcet5px2U8Lz5PQ4BgjyvLtWCjzayYF5Iv4Dr_2wDHy3RFuE700gOjMsGXVnZUhYTSoQM1vD0I7GhQ/s1600/elnusa8.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber: Elnusa</td></tr>
</tbody></table>
<div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4vvX5sHyPJjOPF5Nj4Y7fpNu0k54FFLRxhKv_ARbSbGFgTv3HuLYdgl_JASk44al3cIGVdsndrBDGdPcIF-jTrhVlYPKubQ-WtwnseDpDU0IpLEidBozokSb0EwewEIcYqiDWBXf7Ey0/s1600/elnusa7.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="146" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4vvX5sHyPJjOPF5Nj4Y7fpNu0k54FFLRxhKv_ARbSbGFgTv3HuLYdgl_JASk44al3cIGVdsndrBDGdPcIF-jTrhVlYPKubQ-WtwnseDpDU0IpLEidBozokSb0EwewEIcYqiDWBXf7Ey0/s1600/elnusa7.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber: Elnusa</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: left;">
Untuk 2015, ELSA telah mengantongi kontrak USD 520 juta, sedangkan Capex yang di anggarkan sebesar Rp 597 milyar. Ini menunjukkan bahwa bisnis migas masih meyakinkan. Energi dibutuhkan manusia selamanya dan minyak bumi & gas merupakan anugerah luar biasa dari Tuhan dimana kita tinggal menggali dan mengolahnya, tanpa harus membuat kembali. </div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
Tugas kita adalah menjaga agar kandungan alam itu cukup untuk generasi kita selanjutnya.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
Salam Investasi</div>
</div>
</div>
Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-83907968524061151582015-03-03T20:41:00.002+07:002015-06-12T08:12:54.984+07:00Look Insight: Sekilas saham Konstruksi<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
Saham Konstruksi adalah salah satu kelompok saham yang terus <i>booming</i> atau menjadi favorit masyarakat investor dalam 5 tahun terakhir, tidak heran kalau saham konstruksi hampir selalu menjadi pegangan di setiap portfolio teman-teman baik investor maupun trader. Ibarat batu akik, saham konstruksi sedang di buru dan menjadi primadona hingga saat ini, terutama bagi teman-teman trader karena tak jarang jika hoki saham konstruksi bisa tiba-tiba melonjak hingga 3% - 5% dalam sehari. Dan itu beberapa kali terjadi sejak 2013 lalu. </div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
Lalu bagaimana dengan teman-teman investor pencari harga murah? saham konstruksi justru belakangan ini banyak dihindari untuk <i>long-term investment </i>karena tidak sesuai dengan kaidah Buffet. What?? Simple, saham konstruksi mayoritas sudah <i>very over-valued. </i>Kriteria umum: punya Pbv di atas 3x dan PER di atas 20x, apalagi setelah utak atik dihitung dengan DCF <i>margin of safety</i> saham konstruksi sudah minus. alias mahal. </div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
So, apakah yang terjadi dengan saham konstruksi sehingga menjadi mahal? benarkah memang 'mahal'? apa bedanya saham konstruksi dengan saham property? mengapa PER keduanya bagai bumi dan langit?. Mari kita ikuti <b>Look insight: sekilas saham konstruksi</b> berikut.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<h3 style="text-align: left;">
Konstruksi</h3>
<div style="text-align: left;">
Emiten konstruksi di Indonesia kami bagi menjadi dua: pertama adalah konstruksi kelas A, terdiri dari 5 besar: WIKA, ADHI, PTPP, WSKT dan TOTL, kelas B terdiri dari ACST, NRCA, DGIK dan SSIA, selebihnya masuk kelas C. Sedangkan emiten-emiten lain seperti ASRI, MDLN, MTDL dll disebut emiten property & real estate. Emiten yang bergerak di bidang konstruksi di definisikan sebagai perusahaan pelaksana konstruksi dan bangunan yang bekerja sesuai kontrak kerjasama dengan pemilik proyek. Sedangkan emiten property & real estate adalah emiten yang memiliki lahan pengembangan untuk dikomersilkan sebagai hunian, perkantoran dan kawasan industri terpadu. Jadi disini jelas perbedaan antara emiten konstruksi dan property murni.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Emiten konstruksi berkembang sudah sangat lama, untuk menunjang REPELITA yang dicanangkan orde baru membuat pemerintah kala itu membentuk BUMN khusus sektor konstruksi untuk menggarap proyek-proyek pemerintah khususnya infrastruktur yang di komando oleh Departemen PU. Tersebutlah emiten-emiten konstruksi dengan akhiran Karya, dimulai dari Wijaya Karya, Adhi Karya, Waskita Karya, Hutama Karya, Nindya Karya dan Istaka Karya. Kemudian munculah Pembangunan Perumahan (PP) yang awalnya berfokus untuk menggarap proyek perumahan rakyat.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Setelah runtuhnya orde baru, emiten-emiten konstruksi tersebut menjadi bersaing, jika dulu mereka di beri proyek pada porsi masing-masing dengan monitoring pusat, maka setelah orde reformasi 1998, runtuhlah tembok itu. Para karya-karya plus PP tersebut saling bersaing untuk menjadi pemuncak. Karya yang tidak sanggup bertahan akan berguguran dengan sendirinya, dimulai dari pailitnya Istaka Karya pada 2011 yang tidak sanggup membayar hutangnya akibat korupsi jajaran direksinya dan Nindya Karya yang gaungnya sangat tipis terdengar, namun untungnya masih lolos dari pailit pada 2013.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<h3 style="text-align: left;">
Kinerja BUMN Konstruksi</h3>
<div style="text-align: left;">
Saat ini ada empat BUMN konstruksi yang bertahan dan mencatatkan namanya di bursa saham, WIKA, ADHI, PTPP dan WSKT. Mereka berempat di tambah TOTL sebagai satu-satunya pihak swasta dikenal di dunia konstruksi sebagai <i>the big-five. The big-five</i> hampir menguasai 70% pangsa pasar konstruksi besar di Indonesia. Dengan pengalaman waktu operasional yang lebih dari 40 tahun menyebabkan ke lima perusahaan itu sudah memiliki jaringan divisi di seluruh Indonesia, ini yang menyebabkan ke lima besar itu sulit dilampaui oleh perusahaan lain.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Yang unik dari perusahaan konstruksi ialah penilaian kinerjanya yang berbeda dari perusahaan pada umumnya. Jika pada perusahaan lain dapat dilihat dari pertumbuhan laba bersihnya, maka pada dunia konstruksi lebih menekankan pada pendapatan proyek. Sepertinya memang di dunia konstruksi, nilai project memegang peran utama untuk menaikkan pasar. Segera setelah perusahaan mendapatkan project (apalagi project besar, biasanya di atas 500 Milyar), diundanglah wartawan ke kantor direksi untuk di publikasikan. Dan segera kita akan tahu di Kontan, Detik dsb bahwa baru saja ADHI mendapatkan project PLTU Kaltim atau PTPP dengan PLTGU Tanjung Uncang, WIKA untuk pembangunan pabrik Alumina atau WSKT dgn Jalan Tol di satu tempat.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Laba akan direview ketika proyek sedang berjalan dan jarang di publikasikan secara live. Jujur saja, jarang sekali dari perusahaan konstruksi tersebut yang melaporkan laba secara 'clean'. So, sepertinya publik pun sudah banyak tahu, sehingga laba tidak menjadi pemicu utama ketertarikan publik terhadap sahamnya. Yang banyak di ekspos tentu jenis project, klien dan nilai projectnya. <b>Hidup mati perusahaan konstruksi adalah projectnya. </b></div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh6MkWUY9LAd0_72HRZSl9JdtEpIbmS-vle7o_ubxgpdjGOkoIXZVf8eluGQ-HwD80SnjddQUUdWjjZkI7yvqDg9R2lAaOZN-gi7sU0s6LjqEp33nJGUmxahrhIU3Uyf4WELPJLIKRJWqg/s1600/B.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh6MkWUY9LAd0_72HRZSl9JdtEpIbmS-vle7o_ubxgpdjGOkoIXZVf8eluGQ-HwD80SnjddQUUdWjjZkI7yvqDg9R2lAaOZN-gi7sU0s6LjqEp33nJGUmxahrhIU3Uyf4WELPJLIKRJWqg/s1600/B.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kinerja pendapatan proyek 5 besar perusahaan konstruksi (Milyar)</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: left;">
Dari grafik dapat dilihat dimana pendapatan keempat BUMN konstruksi meningkat secara signifikan secara gradual sejak 2005 dan peningkatan paling signfikan didapat oleh PTPP dan WSKT.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Tahun 2007 disebut juga tahun reformasi bagi BUMN konstruksi dimana mereka mulai merambah kedalam bisnis konstruksi EPC yang nyata-nyata sebelumnya bukan ranah mereka. Proyek EPC berbeda dengan proyek konstruksi sipil pada umumnya dimana pada proyek EPC, fase konstruksi dimulai dari fase Perencanaan (Engineering), Pengadaan barang & Jasa (Procurement) dan Konstruksi (Construction). Ini merupakan hal baru karena biasanya fase engineering selalu mereka berikan ke konsultan perencanaan, mereka tinggal membeli bahan baku (bulk material) untuk pekerjaan sipil dan langsung dikerjakan.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Pada proyek EPC, karena yang mereka bangun adalah proyek integrasi antara sipil, mekanikal, elektikal, instrument dan pipa, sehingga mereka tidak bisa memberikan begitu saja desain perencanaan kepada pihak lain, karena pekerjaannya saling terkait sejak dari permulaan (desain proses dan kalkulasi mekanikal). Llain halnya jika proyek tersebut merupakan join operation, contoh: WIKA dan Technip untuk proyek Gas Matindok Pertamina atau ADHI dan Sinohydro China untuk proyek PLTU Kaltim.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Proyek-proyek EPC antara lain proyek Migas, pembangkit listrik dan pabrik. Dari jenisnya saja terlihat bahwa proyek EPC memiliki prestise tersendiri dan tentunya memiliki harga yang tinggi. Hampir mayoritas proyek EPC nilainya mencapai trilyunan. Contoh terbaru adalah proyek 2014 WIKA untuk Gas Matindok Facilities milik Pertamina senilai 2,7 trilyun dan proyek ADHI untuk Petrokimia Gresik senilai 1.81 trilyun.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Nilai ini jelas jauh di atas perolehan proyek sipil semacam gedung, hunian, jalan layang, renovasi rumah sakit atau sekolah yang jarang nilainya lebih dari 300 milyar.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Proyek EPC memang belakangan ini menjadi primadona, bahkan menjadi mayoritas di dalam perolehan proyek 2014-2015. Sebagai contoh untuk ADHI sendiri, perolehan kontrak baru di 2014 dengan total 9,2 trilyun dimana 8.2 trilyunnya adalah dari proyek EPC, begitu pula dengan PTPP dengan PLTU Tanjung Uncang 125 MW yang baru rampung, pun dengan WSKT. Sedangkan WIKA, selain masih serius menggarap proyek pembangkit milik PLN, mereka juga serius dalam menggarap <i>mega-project</i> dari Saudi Arabia.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Sepanjang tahun 2007 hingga 2010, para emiten konstruksi tersebut sibuk membenahi ladang baru mereka. Baru pada 2010-2013 ketika divisi baru emiten-emiten ini yang bernama divisi EPC sudah 'nyetel' dan terus mendapatkan banyak project prestisius untuk Pembangkit Listrik dan Migas plus ditunjang dengan realisasi dari proyek-proyek swasta dan semakin membesarnya pendapatan project. Saham ke-empat emiten tersebut langsung terbang ke langit. Sejalan dengan predikat mereka yang 'naik kelas'.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBvvX0IcsPdeVUJy4fGOXJS4caE7Y5hBQMS0UGHI-nQpMGqeEqcsc9GoBHy-FJ3N9QH8OgnOEXdQWjwxknMTzrALX2yPvF7bHQsbCxz7BxEvtnTeScbTEdEBqtAXgGLxKhZayc7wI1Fpo/s1600/A.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="270" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBvvX0IcsPdeVUJy4fGOXJS4caE7Y5hBQMS0UGHI-nQpMGqeEqcsc9GoBHy-FJ3N9QH8OgnOEXdQWjwxknMTzrALX2yPvF7bHQsbCxz7BxEvtnTeScbTEdEBqtAXgGLxKhZayc7wI1Fpo/s1600/A.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Grafik pergerakan ke 5 saham konstruksi</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: left;">
Ada yang menarik dari grafik di atas sekaligus menjawab postingan Jhon Veter dan kawan-kawan dalam grup saham Junior_Trader, mengapa dalam grafik tersebut TOTL terlihat sangat ketinggalan? padahal jika kita cek laporan keuangannya, labanya cukup bagus dan naik signifikan. Jawabannya kembali keatas. Proyek!. TOTL tidak memiliki proyek yang masuk kategori <i>mega-project</i> atau prestisius yang bisa menaikkan kelas mereka. Proyek TOTL bisa dibilang itu-itu saja; gedung perkantoran, kawasan industri, hotel, jalan dan rumah sakit. Ya respon pasar pun biasa-biasa saja terhadap TOTL, ingat: respon pasar akan sesuai dengan fundamental emiten, cepat atau lambat.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Proyek jugalah yang menyebabkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap <i>price earning ratio</i> antara emiten konstruksi dan emiten property murni. WSKT memiliki PER 35.01x dengan pertumbuhan laba hanya 4.88% dibanding tahun 2013 lalu namun memiliki pendapatan 2014 sebesar 10 trilyun. Bandingkan dengan LPKR yang memiliki PER 19.24x, dengan pertumbuhan laba yang tinggi sebesar 17.21% dibanding tahun yang sama, namun dengan pendapatan 2014 'hanya' sebesar 6 trilyun.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
LPKR, PWON, ASRI dkk merupakan emiten property murni yang mengandalkan pengembangan lahan sebagai <i>recurring income </i>dibanding mengerjakan mega proyek yang trilyunan, sehingga respon pasar terhadap emiten property lebih 'realistis' dibanding terhadap emiten konstruksi. Ditambah lagi efek dari suku bunga dan naik turunnya nilai property. Berbeda dengan konstruksi yang memiliki jangkauan lebih luas, bukan hanya mengerjakan proyek trilyunan, mereka juga mampu untuk memiliki <i>recurring income</i> dari hunian, hotel dan apartemen dengan memiliki divisi hotel dan properti sendiri.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Sehingga bisa disimpulkan bahwa harapan pasar terhadap pencapaian proyek-proyek prestisius emiten konstruksi memang besar, sebesar nilai proyek dan resikonya. Inilah yang menyebabkan PER mereka menjadi begitu tinggi.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<h3 style="text-align: left;">
Harga Mahal</h3>
<div>
<div style="text-align: left;">
Saham-saham konstruksi papan atas di Indonesia terkenal dengan harganya yang mahal, beberapa teman investor mengeluhkan hal ini sehingga cenderung menghindar. Pbv yang di atas 3x, bahkan PER di atas 20x telah menjadi patron <i>value investor</i> bahwa harga tersebut mahal. Penulis pun mengakui bahwa saham-saham konstruksi papan atas memang mahal.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Seperti yang dijelaskan di atas, naiknya saham-saham tersebut dikarenakan respon pasar yang memang sangat meminati sektor ini, walaupun menurut penulis sendiri efek pasar terhadap konstruksi ini sudah berkategori <i>over-whelming</i>. Tapi, di samping 'naik kelas' itu tadi, saham-saham ini memang memiliki sisi <i>safety</i> yang mumpuni. <i>Safety</i> disini mengacu pada kontribusi pemerintah di dalam perolehan proyek. Mungkin anda masih mengingat sekitar pertengahan tahun 2013 ketika mobil menteri BUMN kala itu, Dahlan Iskan mogok di halaman gedung kementrian, tapi sejenak kemudian tiba-tiba datanglah Toyota Alphard yang berisi petinggi BUMN menjemput beliau. Di dalam Toyota Alphard itu duduk Kiswodharmawan, dirut ADHI beserta direktur operasional. Bisa dibayangkan betapa dekatnya antara BUMN konstruksi dengan kementeriannya.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
Penulis sendiri pun alumni dari salah satu emiten BUMN tersebut dan mengakui bahwa sepak terjang emiten-emiten tersebut luar biasa dalam berebut proyek. Jika tender, ya lawannya itu-itu saja, paling Rekayasa Industri atau Tripatra yang menjadi saingan utama. Jika ada asing masuk maka hampir dipastikan bahwa perusahaan asing tersebut akan di gandeng menjadi <i>joint operation</i>. So, agaknya jalur ini akan tetap berlaku pada tahun-tahun berikutnya, sesuai dengan target presiden Jokowi yang menggenjot proyek infrastruktur darat dan laut.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
Sebelum presiden Jokowi menargetkan pun, pertumbuhan laba rata-rata para emiten ini semenjak 2005 hingga 2014 berada di atas 20%, dan rata-rata pertumbuhan perolehan proyek di atas 19%. Sehingga dengan mengikuti target pemerintah maka perhitungan <i>discounted cash flow</i> kami optimis untuk menggunakan angka pertumbuhan 20% bukan 17% seperti metode konservatif. Jika memakai angka pertumbuhan 20%, maka WIKA akan memiliki <i>margin of safety</i> sebesar 16% atau masih berpotensi naik hingga Rp. 4200/saham. Catatan: dengan asumsi ini, hanya PTPP yang masih memiliki <i>margin of safety </i>negatif.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<h3 style="text-align: left;">
Kendala Konstruksi</h3>
<div>
<div style="text-align: left;">
Kendala dalam dunia konstruksi tentunya jika perekonomian Indonesia menurun, maka dipastikan proyek-proyek infrastruktur pun bakal menurun. Tetapi untuk menyiasati itu, hampir semua emiten di atas sudah memiliki <i>recurring income</i> pada masing-masing lini bisnisnya. WIKA dengan WTON-nya, WTON merupakan <i>recurring income</i> potensial karena tugas WTON adalah penyedia produk, bukan pencari proyek. Demikian juga ADHI dengan Grandhika, PTPP dengan PP Property dan WSKT dengan Waskita realty & Pre-cast.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: left;">
Penulis berpendapat, bahwa sektor ini (sudah sering dibahas di blog ini, <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2014/10/misi-presiden-joko-widodo-saatnya-kita.html" target="_blank">disini</a> dan <a href="http://srimayainvestment.blogspot.com/2014/11/wika-beton-wton-dan-prospek.html" target="_blank">disini</a>) adalah sektor yang menjadi salah satu pilihan di tahun 2015. Di banyak seminar-seminar saham pasti ada dua sektor yang selalu di bahas: konstruksi dan pelayaran. Dan di blog ini penulis bisa kasih bocoran bahwa sebaiknya salah satu dari lima emiten di atas layak mengisi portfolio anda untuk jangka menengah enam bulan hingga setahun kedepan. Tinggal anda curahkan waktu untuk membuat valuasi yang hati-hati sebelum memilih. </div>
</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Salam Investasi</div>
</div>
Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-9159653055876851241.post-175190103508921022015-02-09T01:38:00.000+07:002015-05-13T00:40:10.580+07:00Buffet-Munger ScreenerBuffet-Munger screener adalah metode yang dipakai oleh Warren Buffet dan Charlie Munger dalam memilih saham (stock picking) dalam sebaris kalimat: <b>Menemukan perusahaan berkualitas tinggi dengan harga murah atau wajar.</b><br />
<br />
Kriteria umum adalah sebagai berikut:<br />
<br />
<ol>
<li>Perusahaan memiliki tingkat prediksi bisnis yang tinggi <i>(high predictibility rank)</i>, artinya bisnis perusahaan merupakan bisnis yang bisa diprediksi kemajuannya dalam jangka panjang, memiliki pendapatan dan laba yang senantiasa tumbuh konsisten.</li>
<li>Perusahaan memiliki keunggulan kompetitif <i>(compretitive advantage)</i>, atau yang biasa disebut MOAT. Ini berguna seandainya perusahaan melakukan ekspansi usaha, itu tidak akan menggerus laba yang sudah berjalan.</li>
<li>Perusahaan menggunakan sedikit hutang dalam pengembangan usahanya. Namun ini bisa sedikit longgar selama <i>debt to equity</i> masih dibawah satu, atau diimbagi dengan kenaikan laba atau ekuitas yang meyakinkan. Jika hutang bertambah namun anda tidak yakin bahwa bisnis usaha juga langsung meningkat, maka lebih baik tunda.</li>
<li>Perusahaan berada dalam rentang harga yang murah (undervalue) ataupun wajar. Namun, seperti anda tahu, saya menggunakan <i>margin of safety</i> sebagai hasil akhir dan bukan P/E atau Pbv. Atau ada sebuah cara powerfull dari Charlie Munger ialah dengan menggunakan PEG, membagi P/E dengan rata-rata pertumbuhan Ebitda selama lima tahun terakhir. </li>
</ol>
<div>
Kita akan membahas cara melihat <i>high predictibility rank</i> dalam waktu lain.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Salam Investasi</div>
<br />
<br />Ryo Kusumohttp://www.blogger.com/profile/09563093199786005068noreply@blogger.com0