30 Nov 2014

Pengaruh Hutang terhadap Kinerja Perusahaan

,
Di saat sekarang ini rasanya sulit untuk melepaskan apa yang dinamakan hutang. Bahkan cicilan KPR, motor dan lain-lain untuk kita sendiri itu juga merupakan hutang. Pembayaran dilakukan di depan oleh pihak Bank ke developer/distributor, lalu kita mencicil dengan bunga yang di tetapkan.

So, jika untuk diri sendiri saja sulit apalagi untuk perusahaan-perusahaan besar yang terdaftar di BEI dimana kapitalisasi pasarnya lebih dari sekedar angka trilyun.

Definisi Tujuan Hutang

Hutang secara tujuan dapat di bagi menjadi 2 bagian: Hutang Produktif dan Hutang Konsumtif Hutang akan menjadi produktif apabila pertama, kita gunakan sebagai pembelian aset, contohnya rumah, tanah ataupun ruko dimana nilai asetnya terus bertambah, kedua apabila kita gunakan sebagai pembelian aset operasional, dimana aset tersebut kita gunakan untuk mendapatkan hasil atas pekerjaan, contohnya cicilan mobil, motor ataupun laptop / komputer..

Begitu pula yang di terapkan kepada perusahaan. Hutang produktif apabila penggunaan hutang digunakan perusahaan untuk berekspansi yang berhubungan dengan aset, contohnya Garuda Indonesia menggunakan pinjaman bank sebagai modal untuk pembelian 10 Airbus A350 sebagai bagian rencana penambahan penerbangan ke timur tengah dan Eropa, lalu Krakatau Steel yang menggunakan dana obligasi sebagai bagian pembuatan pabrik besi baru yang lebih besar, dan lain-lain. Sangat jarang dan kurang masuk akal jika terdapat hutang non-produktif di dalam perusahaan.

Bencana akibat Hutang

Sekilas memang tampak baik jika melihat definisinya. Masalah yang terjadi adalah ketika kinerja perusahaan tersebut tidak sesuai ekspektasi dibanding neraca hutangnya, dan menjadi bencana ketika perusahaan bukannya fokus memperbaiki kinerja dan membayar hutang namun fokus kepada mencari hutangan baru yang tidak jelas peruntukannya. 

Contoh paling nyata tentu saja adalah Bakrie Grup, salah satu perusahaan idolanya: Bumi Resources pada tahun 2009 mengalami penurunan kinerja dari laba bersih 7 trilyun di 2008 menjadi 1,9 trilyun di 2009, anehnya hutang jangka panjang (pinjaman dan obligasi) meningkat dari 14 trilyun menjadi 33 trilyun dan angka ini terus bertambah hingga saat ini sebesar 54 trilyun, Asetnya sendiri hanya di kisaran 80 trilyun, itupun bukan aset lancar melainkan berbentuk tambang. Hutang sebesar itu untuk membayangkan bayar bunganya saja sudah bikin sakit perut. 

Yang terbaru adalah kasus Trada Maritim (TRAM) dimana sahamnya di suspend di karenakan laporan gagal bayar (default)  yang di ajukan International Finance Corporation (IFC) atas hutang senilai 30.57 juta USD dan tentu plus tunggakan bunganya. 

Itulah mengapa sebelum menganalisa nilai saham, penulis selalu mengingatkan untuk melihat posisi hutangnya, dalam hal ini DER. TRAM dan BUMI adalah contoh buruk dimana rasio hutang melebihi ekuitas modalnya. 

Studi Kasus

Berikut ini rangkuman kinerja keseluruhan emiten di BEI yang memiliki DER lebih dari 1 berbanding EPS.


Bisa terlihat bahwa secara earning perusahaan per saham,  dimana perusahaan yang bisa mengurangi hutangnya cenderung memiliki laba yang meningkat. 

Ini juga tercermin di dalam % return yang dihasilkan antara perusahaan dengan hutang yang menumpuk berbanding perusahaan yang lebih efisien di dalam menggunakan hutangnya. Penulis menggunakan data emiten yang masuk LQ45 pada tahun 2008 ketika krisis terjadi dan pada tahun 2014 hari ini.

Warna merah: Contoh perusahaan dengan DER > 1 dan terus menambah hutang dengan return yang buruk

Penulis menggunakan compound debt dan compund return untuk meminimalkan volatilitas / gejolak yang terjadi selama 6 tahun dengan asumsi perusahaan berjalan dengan normal dan kontinu. Sehingga didapat hasil bahwa perusahaan yang cenderung memiliki hutang yang melebihi modal  dan terus menambah hutang (DER 2008 >1, dan Compound DER  = positif atau >10%) memiliki % return yang buruk bahkan saham di suspend = lihat BLTA, Bakrie Grup dan sejenisnya.

Bandingkan dengan kinerja UNTR ataupun UNVR ataupun PTBA. So? Terlihat jelas mana perusahaan yang sahamnya mampu bangkit sejak krisis 2008 lalu hingga saat ini. Hanya sedikit perusahaan yang bergerak dengan hutang yang bertambah. Catatan: Hutang yang bertambah terkadang tidak jelek juga, selama masih dalam kategori wajar: Contoh: BBRI, ASII

Disini bisa terlihat mana perusahaan yang fokus menggarap bisnisnya dengan hutang yang produktif dan berusaha untuk melakukan ekspansi bisnis dengan menggunakan modal sendiri dibanding mana perusahaan yang cenderung hanya berhutang di dalam bisnis tanpa pernah berusaha untuk mengurangi hutangnya  (ini kegagalan utama grup Bakrie) 

Salam Investasi


Logika DER = Bayangkan anda punya uang di bank 10 juta rupiah, untuk membeli franchise bakmi anda butuh 40 juta rupiah yang 30 juta sisanya bisa anda dapatkan dari teman anda, jatuh tempo dalam 3 bulan dengan bunga 2%, tenyata bakmi anda tidak laku namun anda tetap harus membayar hutang anda bukan? plus bunganya yang harus anda bayar adalah 30.6 juta. Sedangkan pemasukan anda hanya 1/4 nya dari total hutang. Karena teman anda terus mendesak karena dananya ingin dipakai maka terpaksa anda harus menjual aset anda (mungkin gadai rumah). 

Tercatat DER anda adalah = 30 / 10 = 3x ekuitas anda. Apa yang terjadi jika anda gagal bayar? Jual aset.

NB: Penulis tidak menganggap Restrukturisasi Hutang menjadi jawaban, karena hutang tetaplah hutang, istilah itu artinya sama dengan: Memundurkan waktu kapan bayar Hutang.

0 komentar to “Pengaruh Hutang terhadap Kinerja Perusahaan”

Posting Komentar