12 Jun 2015

AISA (Tiga Pilar Sejahtera Food) - Blood to be Good

,
Saham AISA atau Tiga Pilar Sejahtera Food belakangan ini cukup ramai diperbincangkan para kawan investor di sekeliling saya, tentu saja karena saham AISA sudah turun cukup dalam sejak bulan Mei 2014 dari titik tertingginya 2620 rupiah per saham hingga hari ini di 1950 rupiah per saham. Dan itu terjadi setelah naiknya saham AISA secara fenomenal sejak 2010. Terus terang saya termasuk penggemar saham AISA semenjak 2010, namun saya enggan untuk melakukan valuasi sahamnya untuk jangka waktu panjang, kenapa? nanti akan saya jelaskan di bawah.



Sebetulnya valuasi saham AISA sudah pernah dimulai pada kuartal II tahun 2014 lalu dan, seperti yang diduga AISA memiliki cash flow negatif, pertumbuhan laba yang 'hanya' 20% yoy, PBV 2.98x dan PER 18.61x. Secara valuasi saham AISA pada saat itu masih terlalu mahal. Itupun masih demikian hingga laporan akhir tahun 2014.

Tapi melihat laporan Kuartal 1 2015 (Q115), AISA mampu menembus kenaikan laba 25% dibanding Q114 dan pendapatan yang juga naik, kondisi ini berbanding terbalik dengan kondisi sahamnya yang menurun. Dan seperti kebiasaan kami ketika melihat saham tertentu turun, inilah saatnya dilakukan valuasi.

Tiga Pilar Sejahtera Food

Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA) adalah perusahaan consumer goods yang sudah cukup lama berkecimpung dalam industri pangan, semenjak 1959 hingga saat ini masih tetap dengan produk unggulannya: Mie Telor. Saat ini AISA memfokuskan bisnisnya pada tiga lini utama: Makanan, Beras dan Minyak Sawit.

Anda pasti hapal dengan merek dibawah ini (setidaknya anak anda):


Sebagian dari merek diatas merupakan panganan yang bisa dipastikan selalu ada di minimarket hingga supermarket dari desa hingga kota, bahkan mie telor cap ayam dua telor sudah menjadi brand image dalam setiap hidangan mie dari pinggir jalan hingga restoran besar.

Mie telor yaaa.. cap ayam dua telor, permen asem...yaaa Gulas, sedangkan merek Taro sendiri merupakan top brand 2014 untuk kategori makanan ringan. Dengan begitu produk AISA sudah memiliki apa yang disebut dengan moat atau kekuatan daya saing merek.

Kinerja

Kinerja AISA pada kuartal 1 2015 tergolong meningkat pesat dengan peningkatan pendapatan 38%, laba sebelum pajak meningkat sebesar 26.6% dan laba bersih meningkat 25% secara yoy yang secara mayoritas di dukung oleh pendapatan dari sektor beras dan tentunya makanan ringan.

Sumber: Laporan Keuangan AISA
Jika kita memperhatikan sekilas, maka kita akan mendapati grafik laba bersih AISA yang meyakinkan seperti di bawah ini:

Tetapi sebagai investor kita diharuskan untuk lebih jeli masuk kedalam perusahaan tersebut, dan kami menemukan bahwa laju operating margin (operating income / revenue) dari AISA tidaklah sehebat laporan laba bersihnya. Tetapi sejauh ini laju operating margin AISA sedang mengalami posisi konsolidasi untuk persiapan lonjakan seperti yang tergambar dalam grafik laju operasi di bawah ini. 
Tabel Laju Operating Margin

Dapat terlihat meskipun laba AISA naik meyakinkan, namun tidak diimbangi oleh laju operating marginnya. Penyebab utama ialah terus meningkatnya COGS atau Cost of Goods Sold yang bisa diartikan sebagai Harga Pokok Penjualan (HPP) melebihi kenaikan pendapatan. Sehingga besarnya persentase kenaikan pendapatan tidak bisa diimbangi oleh persentase kenaikan laba.

Sebagai contoh pada data terbaru Q115, pendapatan AISA meningkat signifikan 38.9% yoy terhadap Q114. Namun disaat yang sama HPP meningkat 44.3% yoy. Akibatnya laba operasi hanya meningkat 11.6%. Sangat kecil dibanding kenaikan pendapatanya. Dan ini mayoritas terjadi dalam setiap laporan keuangannya semenjak 2-3 tahun yang lalu. Perhatikan diagram berikut.


Dari data 2015, 2014 dan sebelumnya terlihat bahwa divisi beras memegang peranan terpenting dalam kontribusi kinerja AISA, pada tahun ini AISA cukup berhasil melakukan fokus kinerja kepada divisi beras yang memiliki kontribusi 65% terhadap kinerja keseluruhan dengan bertambahnya pendapatan hampir 60%. Disisi lain, divisi makanan malah terjadi penurunan baik pendapatan maupun laba operasinya. Terlihat ada beberapa penambahan fokus kerja kepada divisi beras, namun ini harus dibuktikan lagi pada laporan keuangan kuartal dua nanti

Meskipun pendapatan dari beras naik signifikan, sayangnya juga terjadi peningkatan HPP sebesar 62% atau 2% lebih besar dari pendapatannya, jika kita ambil secara pareto maka bisa diambil kesimpulan bahwa divisi beras lah yang secara signifikan mempengaruhi kenapa operating margin AISA tersendat. Mengapa demikian? Ada empat hal yang perlu dicermati:

  1. AISA belum bisa menekan harga pokok produksi beras akibat defisiensi produksi.
  2. Kenaikan harga BBM mengakibatkan naiknya operasional meskipun harga gabah petani menjadi turun.
  3. AISA tidak bisa lagi menaikkan harga jual beras karena terbentur regulasi pemerintah tentang pembatasan batas maksimal harga jual beras ke masyarakat. Apalagi ditambah sikap pemerintah sekarang ini yang melakukan kontrol langsung terhadap pasar yang berdampak bukan hanya kepada beras curah tapi juga beras kemasan.
  4. Kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga pembelian pemerintah terhadap gabah kering dari petani. Meskipun kebijakan ini dapat meningkatkan taraf hidup petani, namun bagi AISA ini hal buruk, karena harga beli pemerintah akan menjadi acuan harga jual petani ke instansi swasta meskipun dilakukan kontrak payung. Bagai buah simalakama.
Untuk point nomor 1, pada Maret 2014 AISA telah meresmikan pabrik baru yang memiliki kapasitas 240 ribu ton atau yang terbesar di Indonesia, pabrik tersebut dinamakan SAKTI (PT Sukses Abadi Karya Inti). Pabrik ini membutuhkan 450 ribu ton gabah kering dari petani atau memiliki efisiensi pabrik sebesar 53%, yang mana angka ini sudah relatif baik di dalam industri pengolahan beras. So, dengan efisiensi di angka itu, AISA kemungkinan besar tidak akan bisa menekan HPP beras lebih rendah lagi. Langkah untuk antisipasi turunnya operating margin adalah:
  1. Memperbanyak produksi dan meningkatkan penjualan, untuk menjamin laba terus meningkat.
  2. Memaksimalkan kinerja dari SAKTI. Terlihat dari tabel laju operating margin pada tahun 2014, Operating Margin sudah mulai meningkat dan ini merupakan indikasi yang positif terhadap prediksi kinerja AISA kedepannya.
  3. Berharap pada panen raya, dimana harga gabah kering akan turun. 

Valuasi Saham

AISA merupakan emiten yang berhasil membuktikan jargon 'ten-bagger' Peter Lynch ketika sahamnya naik lebih dari 200% sejak 2010 hingga 2014. Dan yang menariknya lagi, pada tanggal 1 Juli 2012, PER AISA 'hanya' bernilai 9.46x dengan rata-rata pertumbuhan laba bersih 56.16%, sebelum akhirnya harga sahamnya terbang hingga menyentuh nilai PER tertinggi 22.11x pada 5 Juni 2014. Perhatikan grafik dibawah.

PER vs Price Historical
Sumber: Stockbit.com
Saat ini, saham AISA terus mengalami penurunan dari titik tertinggi Rp. 2,590 per saham menjadi Rp 1,760 per saham atau turun 47.6%, sehingga PER AISA (annual) menjadi hanya 10.38x. Dan dengan melihat rata-rata pertumbuhan laba bersih dari 2008 hingga 2015 (ttm) sebesar 44.46%, laba bersih yang  naik pada Q115, dividen payout ratio sebesar 5.01% dengan risk premium sebesar 12.88%, maka hasilnya AISA memiliki Price Earning Growth Ratio (PEG) sebesar 23.25% dengan nilai intrinsik saham AISA sebesar Rp 4,252 per saham sehingga AISA memiliki Margin of Safety sebesar 69.18%. Dengan semua data tersebut, harga AISA saat ini sudah berkategori murah. 

Jika pada Q215 laba bersih AISA kembali lebih tinggi dari Q214, maka tak lama lagi kita akan melihat dimana sejarah akan terulang.

Kondisi Keuangan

Seperti dijelaskan di atas, salah satu alasan mengapa saya belum melakukan valuasi saham AISA adalah cash flow yang negatif dimana belanja modal / Capex lebih besar dari Arus kas operasi. Ini sebetulnya wajar-wajar saja dikarenakan AISA termasuk perusahaan agresif yang sedang memperkuat aset produksi mereka. Beberapa akuisisi salah satunya terhadap merek Taro yang dibeli dari Unilever, akuisisi dan pembangunan pabrik beras yang terus menerus sepanjang 2008-2014, membuat cash flow AISA hampir selalu negatif.

Tapi untungnya kondisi keuangan yang 'berdarah-darah' demikian bisa menghasilkan pada tahun 2014. Tercatat AISA sudah mencatat free cash flow positif sejak Q214 hingga saat ini.

Sumber: Stockbit.com
Salah satu yang mengganjal ialah DER yang bernilai 1.01x, untungnya semua hutang yang dimiliki oleh AISA merupakan hutang produktif yang langsung digunakan sebagai development cost untuk menciptakan aset, baik aset lancar maupun aset tidak lancar. Ini terlihat dari current ratio yang sebesar 2.51, jauh diatas rasio aman minimal yaitu 1. 

Aset lancar mayoritas didapat dari persediaan yang mencapai 1.6 trilyun dan piutang usaha sebesar 1.2 trilyun, dengan angka persediaan sebesar itu apakah cukup aman bagi AISA? Inventory Turnover (ITO) AISA tercatat sebesar 0.79x, angka ini masih jauh dibawah ITO ROTI yang sebesar 6.35x atau dibawah ICBP sebesar 2.03x. Secara kasar ini menandakan bahwa AISA belum cukup efektif dalam mengelola persediaan. Namun bisa dimaklumi jika mayoritas persediaan ini adalah gabah kering yang menunggu di produksi menjadi beras putih.

Dan dengan DER yang masih di atas 1, manajemen AISA memiliki tugas segera mencicil hutang tersebut untuk menciptakan gerak yang lebih luwes dan stabil kedepan.


Tantangan Kedepan

Tantangan kedepan bagi AISA pertama tentunya adalah perlambatan ekonomi Indonesia dimana nilai GDP Indonesia berada di angka 4.7 terendah sejak 2009 dan juga tergerusnya rupiah terhadap dollar (pembelian alat-alat pabrik menggunakan dolar). Sebetulnya apakah betul ini perlambatan? ataukah hanya penundaan kemajuan ekonomi dikarenakan banyak hal yang baru dimulai termasuk reformasi birokrasi dan pengembangan infrastruktur? Sayangnya kami bukanlah seorang penebak yang handal. Fokus kami ialah menemukan saham perusahaan bagus dengan harga yang wajar.

Kedua adalah ancaman datangnya badai El-Nino yang akan menyebabkan musim kemarau panjang, bahkan di prediksi hingga 2016. Jika tidak diantisipasi maka akan membahayakan supply gabah kering dari petani, dan biasanya di lanjutkan dengan naiknya harga gabah kering akibat berkurangnya hasil panen. Meskipun harga beras kepada konsumen juga akan naik, tetapi tidak akan berpengaruh signifikan karena adanya pembatasan 'alami', yaitu daya beli masyarakat yang harus dipikirkan matang oleh manajemen AISA.

Satu hal, kami tetap optimis tentang Indonesia, dan kami akan tetap optimis selama jumlah penduduk bertambah, maka kebutuhan akan beras tidak pernah surut.

Sebelum datangnya Tsunami, selalu ada surutnya air laut.

Salam Investasi

9 komentar:

  1. Valuable blog pak! Very nice share

    BalasHapus
  2. Saya setuju jika anda melihat free cash flow untuk AISA, penulisan dari sisi yg berbeda.
    Bagaimana spy kt bisa menghitung operating margin dengan akurat pak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bpk bisa baca disini http://srimayainvestment.blogspot.com/2015/04/cara-menghitung-operating-margin.html

      Hapus
  3. Thanks sudah bahas aisa pak ryo, saya memang menunggu sjak lama kapan aisa bisa di valuasi :)

    BalasHapus
  4. "Sebelum datangnya Tsunami, selalu ada surutnya air laut"

    Good quote pak, tetap optimis walau ihsg gonjang ganjing..btw kpn bpk ada waktu? saya ikhbal dr Kiwoom

    BalasHapus
  5. Artinya kita udah boleh nyicil nih?
    *berharap

    -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
    For premium necklaces, just click my name

    BalasHapus
  6. Halo pak ryo,
    Ada yang mengganjal, pertanyaan saya PER annual 10x sedangkan PER ttm sesuai grafik 15.8x. Mengapa bpk memakai yg annual? bukan ttm?

    Trima kasih pak and nice share

    BalasHapus
    Balasan
    1. AISA termasuk consumer goods, penjualan terjadi secara rutin shingga pergerakan kenaikan laba cukup konstan antar kuarter jdi kita bisa annualkan, mungkin beberapa lebih tinggi menjelang lebaran, tapi itu tidak signifikan seperti retail yg memang pendapatan lebaran bisa 70% dari total pendapatan tahunan shingga memakai ttm

      Hapus
  7. AISA mulai bergerak pak, sakti banget! :)

    BalasHapus