27 Apr 2015

Arwana Citra Mulia (ARNA), Hidden opportunity?

,
Pada awal Oktober 2014 lalu saya dihubungi seorang teman yang tinggal di kawasan Batam, melalui email beliau mengatakan bahwa saham keramik akan turun dalam beberapa ke depan akibat kondisi pasanya yang lagi lesu. Setengah tidak percaya karena sesuai kebiasaan, saya tidak akan langsung membuka program broker dan meng-klik 'buy' atau 'sell' sebelum betul-betul melihat dengan pasti kondisi perusahaannya.

Hebatnya, omongannya benar adanya. Anda para kawan investor pasti sudah mengetahui bahwa minggu-minggu ini saham-saham emiten keramik mengalami downtrend dan banyak dihindari oleh kawan investor. Meanwhile, di pasar riil saya masih melihat proyek high-risk building (apartemen, perhotelan, kantor) dan tentunya cluster perumahan terus bermunculan baik itu di media maupun melihat langsung launching dan pamerannya yang ada di hampir SETIAP mall. Beberapa developer justru mencetak jumlah proyek di atas rata-ratanya. Masa iya mereka enggak pakai keramik? 

ARNA, salah satu saham di emiten keramik di BEI yang paling favorit, dan mungkin hanya satu-satunya di BEI yang kondisi sahamnya paling aktif, bila kita bandingkan dengan TOTO, AMFG, MLIA dsb. So, kita akan coba melihat bagaimana valuasi ARNA di tengah kejatuhan sahamnya apakah ini menjadi kesempatan atau tidak.


ARNA sebetulnya pemain lama di bisnis keramik lantai, sejak 1995 ARNA tidak punya bisnis lain selain keramik, jika TOTO punya bisnis kloset dan MLIA punya Mulia hotel dan Mulia property, maka ARNA hanya fokus di satu bisnis: keramik lantai. Sayangnya tidak semua dari kita mengenal produknya dengan baik, jika anda suka keliling di panglima polim, pasar rumput atau klender di Jakarta maka anda akan lebih sering mengenal merek Roman, Asia Tile, Mulia, Platinum atau Milan. Jarang sekali merek Arwana hadir di etalase terdepan toko keramik. Ini disebabkan, pasar keramik Arwana lebih mengarah ke luar Jakarta, tepatnya di pulau Jawa dan Sumatera. Arwana banyak ditemukan di pasar Umbul Harjo Jogjakarta, Surabaya, Gresik, Palembang dsb dengan sasaran kelas menengah kebawah atau lebih populer dengan mid-low.

Mungkin inilah yang menyebabkan pendapatan ARNA di tahun ini yang sebesar 1,4 trilyun hanya seperlimanya dari pendapatan MLIA dan hanya sepertiga lebih dari pendapatan AMFG alias terkecil diantara para emiten keramik lantai. Area kelas mid-low seperti ini terkenal dengan nama area killing field dimana apabila terjadi goncangan sedikit saja pada kinerjanya atau ada pergeseran pada laju bisnisnya, maka akan mengganggu kestabilan seluruh sendi perusahaan dan tentunya bisa membinasakan.

Yup, karena di dalam kelas mid-low, perusahaan biasanya tidak memiliki margin yang cukup untuk setidaknya disimpan menjadi cash, kecuali memperbesar volume penjualan dan produksi. Strategi ini membutuhkan keterampilan luar biasa dan yang terpenting adalah disiplin dari para direksi dan management untuk selalu melakukan saving dan cost management dalam kategori excellent.

Contoh terbaik bagi pemain mid-low adalah Avon, pemain kosmetik kelas mid-low era 90's, dimana dengan kualitas yang bagus kosmetik Avon dijual dengan harga yang murah padahal penjualan dilakukan melalui direct selling dimana harga bisa menjadi lebih tinggi, dan karena margin yang tipis, lama-kelamaan merek Avon pun lenyap dari pasaran.

Disiplin Keuangan


Untungnya kedisiplinan ini betul-betul dilakukan oleh top management ARNA, tercatat mereka selalu memiliki free cash flow positif dalam 5 tahun terakhir, bahkan ketika mereka sedang membangun pabrik baru dimana seringkali Capex menjadi lebih besar dari kas operasi. Bukan hanya free cash flow dan current ratio yang selalu dijaga, ARNA selalu menjaga Net Working Capital bahkan Net Net Working Capital (NNWC) di angka positif, ini karena keberhasilan management ARNA dalam mengelola piutang dan hutangnya. ARNA hanya tercatat memiliki pinjaman ke bank sebagai utang usaha dan ke pihak ketiga dalam hal pembelian mesin dan komponen, artinya utang ini adalah utang produktif dengan jumlah total 367 milyar. Sebaliknya piutang secara besar diberlakukan kepada distributor PT Catur Sentosa Adiprana yang terkenal dengan toko retailnya Mitra 10 dengan total piutang 402 milyar.

Masih belum cukup sampai disitu, ARNA tercatat memiliki laba ditahan (retained earning) sebesar 846 milyar yang menjadi tambahan ekuitas. Laba ini sebenarnya adalah tabungan (saving) para direksi ARNA, karena jika diteliti lagi angka ini selalu bertambah setiap tahunnya. sebagai perbandingan periode kuartal 1 2014 lalu, laba ditahan ARNA tercatat 807 milyar. Kesimpulannya, dengan konsep extra-disiplin inilah ARNA bisa memiliki angka Altman  Z-Score sebesar 6.58, alias sangat aman dengan rating AAA.


Namun, besarnya laba ditahan ini bisa diindikasikan bahwa perusahaan cukup strictly dalam perputaran usahanya. ROI tercatat sebesar 1,74x dimana setiap 100 rupiah uang yang di investasikan menghasilkan keuntungan 174 rupiah, ini adalah angka yang sangat besar. Sejatinya ARNA sangat mampu untuk memperbesar usahanya dan tentunya menuju jenjang market yang lebih tinggi. Ini lebih kepada usaha untuk mengamankan diri dari killing field itu tadi, meskipun ARNA memiliki produk premium bernama UNO, tetap saja di kota besar kita belum melihat produk ARNA di etalase depan.

Valuasi Saham

Dengan ekuitas 952 milyar dan jumlah saham beredar sebesar 7,34 milyar, ARNA memiliki nilai buku sebesar 129,70 rupiah per saham atau diperdagangkan dengan PBV 4.13x dengan harga sahamnya saat ini di kisaran 536 rupiah per saham. Angka ini jelas mahal karena anda sebagai investor diharuskan membayar 4.13 kali nilai bukunya. Dengan laba bersih sebesar 39 miliar di kuartal 1 2015, laba bersih ARNA anjlok 48% dari periode yang sama di 2014 sehingga price earning ratio (PER) menjadi 99x. Dengan asumsi laju laba bersih tetap sama per kuartal, maka prediksi PER ARNA di akhir 2015 ini menjadi 24.84x dari EPSnya. Wow, angka ini masih kemahalan.

Mengapa harga saham ARNA mahal (bahkan ketika harga sahamnya anjlok) hingga saat ini belum bisa saya pahami, karena sejujurnya meskipun keuangan ARNA berkategori excellent namun ini lebih dikarenakan kemampuan manajemen yang hebat dalam mengelola keuangan, bukan karena produk ARNA yang mendunia ataupun menjadi merek ikon lantai keramik.

Turunnya Saham

Turunnya saham ARNA jelas dikarenakan laporan keuangan yang dirilis mencerminkan turunnya pendapatan dan tentunya laba bersih. Pendapatan turun 12%, laba operasi turun 48% sedangkan beban penjualan naik 40%.

Dari sisi pendapatan, pertama, seperti yang saya tulis di atas bahwa dengan segmen konsumsi kelas mid-low tanpa memperkuat kelas premium akan mempersempit ruang gerak bisnis, dan konsumen kelas mid-low adalah konsumen yang teramat fragile terhadap setiap perubahan kebijakan pemerintah. Kenaikan harga bahan pokok akibat naiknya bbm pada waktu lalu adalah inti pokok mengapa masyarakat kelas mid-low akan langsung menunda konsumsi property. Konsumsi property bukan hanya beli atau bangun rumah baru tapi juga renovasi, yang semuanya berhubungan dengan keramik.

Kedua, masih berhubungan dengan daya beli masyarakat dimana melonjaknya pembangunan property (rumah dan apartemen) oleh developer sejak era 2000's ternyata sudah menyentuh level fed-up (jenuh) pada saat ini dikarenakan harga property sudah naik gila-gilaan selama satu dekade. Market pembeli property terbesar di Indonesia adalah kelas mid-low, sedangkan dengan harga property yang sekarang ini ditambah naiknya harga bahan pokok membuat kelas mid-low lebih mementingkan perut ketimbang beli rumah atau renovasi.

Untuk developer sekelas BSDE, APLN, PWON dsb penurunan daya beli mid-low tidak berpengaruh signifikan, sebab pasar mereka mayoritas kelas mid-up yang lebih berinvestasi ketimbang jadi rumah tinggal, lagipula emiten-emiten itu memiliki recurring income yang besar dari mall. Berbeda dengan produsen keramik, apalagi dengan margin tipis, merupakan pihak yang paling rentan terkena dampaknya. Margin besar sasaran mid-up seperti MLIA pun kembang-kempis hingga merugi.

Ketiga, produksi keramik nasional mencapai 550 juta m2 per tahun sedangkan kebutuhan keramik nasional 'hanya' 500 juta m2 per tahun, sehingga terjadi over-supply (saya masih meragukan data ini, karena 550 juta bisa jadi adalah angka installed capacity, bukan produksi). Ini belum ditambah dengan masuknya produsen keramik Tiongkok akibat pasar property Tiongkok yang sedang lesu. Dari impor saja, angkanya mencapai 15% dari total kebutuhan, sehingga jalan yang paling masuk akal bagi ARNA ialah meningkatkan 'kelas'nya untuk mulai ekspansi / ekspor ke negara lain.

Operating Margin

Jika anda membaca artikel saya sebelumnya, maka anda akan paham bagaimana teman saya yang saya ceritakan di awal bisa memprediksi saham emiten keramik akan anjlok. Perhatikan grafik ini:

Sumber: Laporan Tahunan & Keuangan PT Arwana Citramulia, Tbk (diolah)
Dari tabel diatas, laju bisnis ARNA sudah bisa diprediksi tengah mengalami titik jenuh, dua lingkaran merah mengindikasikan hal itu. Entah karena daya beli masyarakat menurun ataukah over-capacity, tapi yang pasti ARNA memiliki titik rawan dalam sisi market. Dan cara yang paling cocok bagi ARNA ialah semakin meningkatkan kapasitas produksi dengan target ekspor. Jika memasuki kelas premium dengan iklan yang bagus pun, Arwana masih membutuhkan waktu untuk menggeser Roman dan Mulia, so ekspor merupakan langkah yang tepat. Dan saya rasa, melihat sisi keuangan, ARNA sepertinya mempersiapkan untuk hal itu.

Kesimpulan, saya masih menyarankan untuk wait and see. Lebih dikarenakan; Pertama, harga saham ARNA masih kemahalan, meskipun margin of safety-nya sebesar 45%, tapi cukup sayang untuk membeli dengan 4.1 kali nilai bukunya. Kedua, kita masih harus perhatikan action perusahaan seperti apa, dan ini bisa di jelaskan setelah laporan keuangan kuartal II atau kuartal III nanti. Jadi, sekarang lebih baik untuk bersabar, toh IHSG sedang turun saat ini sehingga banyak saham blue-chip di pasar yang menjadi lebih menarik.

Salam investasi
Penulis

1 komentar:

  1. Pasar keramik lgi lesu hu, toko keramik saya di cilacap harus ikat pinggang dan distributor Arna sama sekali enggak mau kasih keringanan kpd sy, justru terbalik dgn yg lain yg bisa kasi sy. Arna krg bagus dgn toko retail kyk kami hu. thks

    BalasHapus